Sabtu, 06 September 2014

ISBAL ATAU CELANA DI BAWAH MATA KAKI

ISBAL

Kalau mencermati Fiqhul Waqi’ (realita kekinian) yang tengah terjadi,niscaya akan kita saksikan betapa semakin gencarnya perang pemikiran diantara kaum muslimin, yang semuanya itu adalah bersumber dari para kaum kafir, Syi'ah dan liberal yang tak letih-letihnya meneror umat ini dengan berbagai propaganda, adu domba, dan fitnah yang tiada habis-habisnya dikalangan umat muslim.

Diantara adu domba dan propaganda itu salah satunya adalah Fitnah “ Celana Cingkrang ”. Tidak jarang kita temukan dibeberapa  tempat, banyak dari kalangan (baik secara individu maupun kelompok) yang secara habis-habisan mencaci maki dan menghujat orang-orang yang bercelana “ Cingkrang/diatas mata kaki ” dengan berbagai macam kata hinaan, caci maki, cemoohan dan sebagainya, ada yang mencemoohnya dengan menggelarinya sebagai " celana kebanjiran " atau dengan mengatakan ini adalah aliran LDII (Lembaga Dakwa Islam Indonesia)". Padahal LDII itu sendiri tidak berpakaian seperti itu, entahlah dari mana ucapan seperti ini berasal. Kalau hinaan seperti itu masih ringan, tapi ada yang parah dan sadis penghinaannya terhadap orang yang berpakaian cingkrang ini, biasanya hinaan keji ini bukan saja dilontarkan  dari kalangan masyarakat awam, tapi juga datang dari orang-orang yang sudah berlabel ustad atau kyai pun juga turut menghina, dengan secara membabi buta yaitu dengan menjuluki mereka sebagai teroris, Islam garis keras, Islam radikal bahkan sampai mengatakan pakaiannya orang beraliran sesat...! Laa haula wala quwwata illa billaah…kita berdo'a semoga mereka para penghujat ini selalu mendapatkan rahmat, petunjuk serta hidayahnya Allah subhanahu wa ta'ala...

Inilah suatu kekeliruan dan tuduhan dusta dari mereka karena tanpa dasar atau landasan dikarenakan minimnya ilmu, dan mereka masih menganggap bahwa pakaian dibawah mata kaki sah asal tidak sombong. Padahal sesungguhnya Islam tegak diatas dalil al-Qur'an dan as-Sunnah yang Shahih bukan agama yang direka-reka atau semau hawa nafsu kita sebagaimana yang banyak dilakukan oleh agamanya kaum kafir, karena Islam punya aturan sendiri yang tidak sama dengan agama lain,  dari itu apapun dalam ibadah kita tidak boleh tasyabbuh (menyerupai) mereka, baik dalam hal tata cara ibadah maupun cara berpakaian.

Kita perhatikan mereka para kaum kafir Nasrani, Yahudi, kafir Syi'ah atau Islam liberal dan lain-lain itu bagaimana cara  mereka berpakaian...? Sungguh mereka adalah orang-orang yang telah melampaui batas, sarung, celana panjang menjuntai kebawah, hingga tidak sedikit dari kaum kafir itu pakaiannya sampai menyentuh tanah, apakah itu yang dinamakan modern...? Apakah itu pantas jadi contoh umat muslim...? Lalu demi gaya dan pengaruh arus moderisasi.itu, lalu apakah Sunnahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam harus kita pinggirkan demi arus modern...?

Dengan melihat hujjah-hujjah yang Shahih menunjukkan dengan jelas dan terang bahwa berpakaian yang tidak melibihi batas mata kaki atau hanya setengah betis ini adalah cara berpakaiannya yang syar'i, bukan hanya karena maksud sombong atau tidaknya, tapi itulah aturan dalam agamanya Allah dan Rasul-Nya sebagaimana pakaiannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khulafaur Rasyidin. Lalu apakah Rasulullah dan para sahabat serta para ulama salaf terdahulu telah berpakaian seperti itu (cingkrang) adalah termasuk teroris...? Islam radikal...? Kain kebanjiran...? Atau pakaiannya aliran sesat...?

Untuk mengetahui itu semua tentu kita perlu mengkaji ilmu agama yang lebih luas lagi agar kita tidak terjebak dalam perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Lalu bagaimana berpakaian cingkrang (diatas mata kaki) seperti ini apakah memang merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau bukan...?

Disini akan dipaparkan dalil-dalil larangan secara mutlak tentang Isbal ini, dan dipaparkan pula dalil kerancuan dari orang yang menganggapnya makruh atau mubah.

Berikut dalil-dalil itu :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﻫَﺬَﺍ ﻣَﻮْﺿِﻊُ ﺍْﻹِﺯَﺍﺭِ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﻴْﺖَ ﻓَﺄَﺳْﻔَﻞَ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﻴْﺖَ ﻓَﻼَ ﺣَﻖَّ ﻟِْﻺِﺯَﺍﺭِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ

" Ini (Di setengah betis) adalah tempat pakaian bagian bawah. Jika engkau tidak menginginkannya, maka turunkan sedikit, jika engkau tidak menginginkanya, maka pakaian bawah tidak boleh berada melebihi dua mata kaki ".
(HR. Turmidzi no.1709, ibnu Mâjah no. 3562, Ahmad 22159 shahih).

Sesungguhnya tidak ada orang yang lebih bertaqwa dan lebih tawadhu' serta lebih bersih hatinya dari kesombongan daripada Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam. Sifat pakaian beliau adalah menggambarkan tawadhu' beliau.

ﺇﺯﺍﺭﻩ ﺇِﻟَﻰ ﻧِﺼْﻒِ ﺳَﺎﻗَﻴْﻪِ

" (Ujung) sarung Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga tengah kedua betis beliau ".
(HR. At-Thirmidzi di As-Syama'il dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Mukhtashor as-Syamail al-Muhammadiyah no 97).

Dan hadits Abu Juhaifah radhiallahu 'anhu :

ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺣُﻠَّﺔً ﺣَﻤْﺮَﺍﺀَ ﻛَﺄَﻧِّﻲ ﺃَﻧْﻈُﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺑَﺮِﻳْﻖِ ﺳَﺎﻗَﻴْﻪِ

" Saya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai baju merah, seakan-akan saya melihat putih kedua betis beliau ".
(HR. Al-Bukhari no 633).

Dari Abdullah ibnu 'Umar al-Kaththaab radhiallahu 'anhuma :

ﻋَﻦْ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻗَﺎﻝَ : " ﺑَﻴْﻨََﺎ ﺭَﺟُﻞٌ ﻳَﺠُﺮُّ ﺇِﺯَﺍﺭَﻩُ ﺇِﺫْ ﺧُﺴِﻒَ ﺑِﻪِ , ﻓَﻬُﻮَ ﻳَﺘَﺠَﻠْﺠَﻞُ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻝَ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

" Dari ibnu 'Umar, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : " Tatkala seorang laki-laki sedang mengisbal (melebihi batas mata kaki) sarungnya, tiba-tiba bumi terbelah bersamanya., Maka diapun berguncang-guncang, tenggelam didalam bumi hingga hari Kiamat ".
(HR. Al-Bukhari no: 5790).

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻹﺯﺍﺭ ﻓﻔﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ

" Dari Abi Hurairah radhiallahu ta’ala ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : " Apa-apa yang berada dibawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah dineraka...! ".
(HR. Al-Bukhari no. 5450, 5785, 5787 Ahmad no. 9936, Abdurrazzaq no  19987, Lihat : al-Misykâh no. 4314, 4331 dan yang lainnya).

Hadits ini larangan yang mutlak bermakna secara  umum, yaitu dengan tegas mengatakan bahwa segala sesuatu dari kain yang dikenakan yang melebihi mata kaki adalah berdosa dan tempatnya dinereka jahanam (akibat dosa tersebut). Disini tidak ditunjukkan pembatasan (taqyid ) atas kesombongan. Objek yang dituju oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian. Bukan pelakunya secara langsung.

Hadits Abu Dzarr radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺫﺭ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﺛﻼﺛﺔ ﻻ ﻳﻜﻠﻤﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻻ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻻ ﻳﺰﻛﻴﻬﻢ ﻭﻟﻬﻢ ﻋﺬﺍﺏ ﺃﻟﻴﻢ ﻗﺎﻝ ﻓﻘﺮﺃﻫﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺛﻼﺙ ﻣﺮﺍﺭ ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﺫﺭ ﺧﺎﺑﻮﺍ ﻭﺧﺴﺮﻭﺍ ﻣﻦ ﻫﻢ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺴﺒﻞ ﻭﺍﻟﻤﻨﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﻖ ﺳﻠﻌﺘﻪ ﺑﺎﻟﺤﻠﻒ ﺍﻟﻜﺎﺫﺏ

Dari Abi Dzarr radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “ Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dihari kiamat, tidak dilihat, dan tidak pula disucikan serta baginya adzab yang sanga pedih ”. Abu Dzar berkata : “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya  tiga kali ”. Kemudian Abu Dzarr bertanya : “ Sungguh sangat buruk dan meruginya mereka itu wahai Rasulullah ? ”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ (Mereka adalah) Musbil (orang yang melakukan isbal / kain melebihi batas mata kaki)), orang yang gemar mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diberikan, dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu ”.
(HR. Imam Muslim no. 106, Abu Dawud no. 4087, at-Tirmidzi no. 1211, dan yang lainnya).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ﺍﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ﺇِﻟَﻰ ﻧِﺼْﻒِ ﺍﻟﺴَّﺎﻕِ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﻴْﺖَ ﻓَﺈِﻟَﻰ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻭَﺇِﺳْﺒَﺎﻝَ ﺍﻹِﺯَﺍﺭِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺨِﻴﻠَﺔِ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍ ﻻَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤَﺨِﻴﻠَﺔَ

“ Angkat sarung mu hingga pertengahan betis, apabila engkau enggan, sampai (atas) mata kaki, waspadalah engkau dari isbal sarung, karena hal itu adalah kesombongan, dan Allah subhanahu wata’ala tidak menyukai kesombongan ”.
(Shahih lighairihi , HR. Abu Dawud no. 4084 dan Ahmad 5/63).

Dari sahabat Abdullah ibnu 'Umar radhiallahu anhuma, ia berkata :

ﻣَﺮَﺭْﺕُ ﻋَﻠَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﻓِﻲ ﺇِﺯَﺍﺭِﻱ ﺍﺳْﺘِﺮْﺧَﺎﺀٌ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻳَﺎ ﻋَﺒْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ! ﻓَﺮَﻓَﻌْﺘُﻪُ. ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : ﺯِﺩْ ! ﻓَﺰِﺩْﺕُ . ﻓَﻤَﺎ ﺯِﻟْﺖُ ﺃَﺗَﺤَﺮَّﺍﻫَﺎ ﺑَﻌْﺪُ. ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْﻘَﻮْﻡِ : ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻳْﻦَ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺃَﻧْﺼَﺎﻑِ ﺍﻟﺴَّﺎﻗَﻴْﻦِ

“ Aku (ibnu 'Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda : “ Hai Abdullah, naikkan sarungmu...!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “ Naikkan lagi...!”. Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu ”. Ada beberapa orang yang bertanya : “ Sampai dimana batasnya...? ”. Ibnu 'Umar menjawab : “ Sampai pertengahan kedua betis ”.
(HR. Muslim no. 2086).

Dari Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu beliau berkata :

ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺧﺬ ﺑﺤﺠﺰﺓ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻬﻞ ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﻻ ﺗﺴﺒﻞ ﺇﺯﺍﺭﻙ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﻤﺴﺒﻠﻴﻦ

“ Aku melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mendatangu kamar Sufyan bin Abi Sahl, lalu beliau berkata : " Wahai Sufyan, janganlah engkau isbal (menjulurkan kain/pakaian melebihi batas mata kaki) . Karena Allah tidak mencintai orang-orang yang musbil (isbal/ menjulurkan kain/pakaian) ”.
(HR. Ibnu Maajah ll/1183 no.2892, 3574 dihasankan Syaikh al-Albani dalam shahih ibnu Majah dan dalam as-Shahihah no 4004).

Dan hadits Hudzaifah radhiallahu 'anhu, berkata :

ﻋﻦ ﺣﺬﻳﻔﺔ ﻗﺎﻝ ﺃﺧﺬ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻌﻀﻠﺔ ﺳﺎﻗﻲ ﺃﻭ ﺳﺎﻗﻪ ﻓﻘﺎﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻹﺯﺍﺭ ﻓﺈﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻓﺄﺳﻔﻞ ﻓﺈﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻓﻼ ﺣﻖ ﻟﻺﺯﺍﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻋﻴﺴﻰ ﻫﺬﺍ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ ﺻﺤﻴﺢ

" Dari Hudzaifah radlhiallahu ‘anhu ia berkata : “ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang urat betisku”. Maka beliau bersabda : “ Ini adalah batas panjang kain sarungmu. Apabila engkau enggan, maka boleh dibawahnya. Dan jika engkau enggan, maka tidak ada hak bagi kain sarung untuk melebihi mata kaki ".
HR. Ath-Tirmidzi III/247 no. 1783, ibnu Majah II/1182 no 3572, dan beliau berkata : Ini adalah hadits hasan shahih. Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan ath-Tirmidzi juz : 2 hal. 290, V/481 no 2366 ).

Hadits ini juga merupakan pengharaman mutlak isbal, baik sombong maupun tidak sombong. Disitu tidak ada qarinah apa-apa yang menunjukkan pelarangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengan kesombongan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻧﻌﻢ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺧﺮﻳﻢ ﺍﻷﺳﺪﻱ ﻟﻮﻻ ﻃﻮﻝ ﺟﻤﺘﻪ ﻭﺇﺳﺒﺎﻝ ﺇﺯﺍﺭﻩ

" Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sebaik-baik laki-laki adalah Khuraim al-Asadi jika saja dia tidak panjang rambutnya dan isbal kain sarungnya...! ”.
(HR. Ahmad no. 17659; hasan lighairihi).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ﻧِﻌْﻢَ ﺍﻟَّﺠُﻞُ ﺧَﺮِﻳْﻢ ﺍﻷَﺳَﺪِﻱ ﻟَﻮْﻻ ﻃُﻮْﻝُ ﺟُﻤَّﺘِﻪِ ﻭَﺇِﺳْﺒَﺎﻝُ ﺇِﺯَﺍﺭِﻩ

" Sebaik-baik orang adalah Kharim al-Asadi, kalau bukan karena panjangnya jummahnya dan sarungnya yang isbal ".

(Berkata Syaikh Walid bin Muhammad : "Hadits hasan lighairihi, diriwayatkan oleh Ahmad [4/321,322,345] dari hadits Kharim bin Fatik al-Asadi. Dan pada isnadnya ada perawi yang bernama Abu Ishaq, yaitu as-Sabi'i dan dia adalah seorang Mudallis / ahli hadits, dan telah meriwayatkan hadits ini dengan 'an'anah. Hadits ini ada syahidnya (penguatnya) yaitu dari hadits Sahl bin al-Handzaliah yang diriwayatkan oleh Ahmad [4/179,180] dan Abu Dawud [4/348] dan pada sanadnya ada perawi yang bernama Qais bin Bisyr bin Qais ath-Thaglabi, dan tidak meriwayatkan dari Qais kecuali Hisyam bin Sa'd al-Madani. Abu Hatim berkata : " Menurut saya haditsnya tidak mengapa. Dan ibnu Hibban menyebutnya di ats-Tsiqat. Ibnu Hajar berkata tentang Hisyam : " Maqbul ", yaitu diterima haditsnya jika dikuatkan oleh riwayat yang lain dari jalan selain dia, dan jika tidak ada riwayat yang lain (mutaba'ah) maka haditsnya layyin. Dengan demikian derajat hadits ini adalah hasan lighairihi, Alhamdulillah. Dan hadits ini telah dihasankan oleh Imam an-Nawawi dalam Riadhus Shalihin ".
(Lihat : al-Isbal, hal. 13).

Hadits berikutnya, Dari 'Amr bin Syarid radhiallahu 'anhu berkata :

ﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮٍﻭ ﺑْﻦِ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﺪِ ﻗَﺎﻝَ : ﺃَﺑْﻌَﺪَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭَﺟُﻼً ﻳَﺠُﺮُّ ﺇِﺯَﺍﺭَﻩُ ﻓَﺄَﺳْﺮَﻉَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ , ﺃَﻭْ ﻫَﺮْﻭَﻝَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : " ﺍِﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ﻭَﺍﺗَّﻖِ ﺍﻟﻠﻪَ "! ﻗَﺎﻝَ ": ﺇِﻧﻲِّ ﺃَﺣْﻨَﻒَ ﺗَﺼْﻄَﻠِﻚُ ﺭُﻛْﺒَﺘَﺎﻱَ , ﻓَﻘَﺎﻝَ : "ﺍِﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ﻓَﺈِﻥَّ ﻛُﻞَّ ﺧَﻠْﻖِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣَﺴَﻦٌ ." ﻓَﻤَﺎ ﺭُﺋِﻲَ ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞُ ﺑَﻌْﺪُ ﺇِﻻَّ ﺇِﺯَﺍﺭُﻩُ ﻳُﺼِﻴْﺐُ ﺃَﻧْﺼَﺎﻑَ ﺳَﺎﻗَﻴْﻪِ ﺃَﻭْ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻧْﺼَﺎﻑَ ﺳَﺎﻗَﻴْﻪِ

" Dari 'Amr bin Syarid, berkata, " Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat dari jauh seseorang yang menyeret sarungnya (ditanah), maka Nabi pun bersegera segera atau berlari kecil untuk menghampirinya. Lalu beliau berkata : " Angkatlah sarungmu dan bertaqwalah kepada Allah..! ". Maka orang tersebut memberitahu : " Kaki saya cacat, kedua lututku saling menempel ".  Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memerintahkan : " Angkatlah sarungmu, sesungguhnya seluruh ciptaan Allah indah ". (Setelah itu) orang tersebut tidak pernah terlihat lagi kecuali sarungnya sebatas pertengahan kedua betisnya ".
(HR. Ahmad IV/390 no 19490, 19493 , al-Humaidi
no. 810, ath-Thabarani di al-Mu’jam al-Kabiir VII/315 no 7238, VII/316 no 7241. Ath-Thahawi Bab Bayan Musykilah Maa Ruwiya ‘an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam fii Dzikril-Fakhidzi Hal Huwa Minal ‘Aurah ? Al-Haitsami berkata dalam Majma’ az-Zawa’id V/124, dan para perawi Ahmad adalah para perawi ash-Shahih, dishahihkan oleh Syaikh al-Abani Lihat Silsilah ash-Shahihah no:1441).

Hadits ini menegaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memerintahkan orang ini meski isbal bukan timbul dari rasa congkak, tetapi hanya bertujuan untuk menutupi kekurangannya karena cacat, bahkan Rasulullah tidak memberinya maaf. Bagaimana dengan kaki kita yang tidak cacat…?
tentunya kita malu dengan sahabat Rasulullah tersebut yang rela terlihat cacatnya demi melaksanakan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meninggikan kain sarung orang tersebut diatas sangat tegas sama sekali tidak menunjukkan adanya ‘illat kesombongan. Pengingkaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dilakukan semenjak beliau melihat orang tersebut dari kejauhan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanyakan kepada orang tersebut : “Apakah engkau melakukannya dengan sombong ? ”. Tegasnya, hadits ini adalah larangani adanya isbal biarpun tidak sombong.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersada :

ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﻗَﺎﻝَ :ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ : :" ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﺧُﻴَﻼﺀَ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻈُﺮِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ," ﻓَﻘَﺎﻟَﺖْ ﺃُﻡُّ ﺳَﻠَﻤَﺔَ ": ﻓَﻜَﻴْﻒَ ﻳَﺼْﻨَﻌْﻦَ ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀُ ﺑِﺬُﻳُﻮْﻟِﻬِﻦَّ ؟ " ﻗَﺎﻝَ ": ﻳُﺮْﺧِﻴْﻦَ ﺷِﺒْﺮﺍ ," ﻓَﻘَﺎﻟَﺖْ ":ﺇِﺫﺍًَ ﺗَﻨْﻜَﺸِﻒُ ﺃَﻗْﺪَﺍﻣُﻬُﻦَّ ," ﻗَﺎﻝَ ":ﻓَﻴُﺮْﺧِﻴْﻨَﻪُ ﺫِﺭَﺍﻋًﺎ ﻻ ﻳَﺰِﺩْﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ "

Dari ibnu 'Umar, beliau berkata : “ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersada : " Barang siapa menjulurkan pakaiannya (ditanah) Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat ". - Ummu Salamah bertanya : " Apa yang harus dilakukan para wanita dengan ujung-ujung baju mereka ? ". - Rasulullah menjawab : " Mereka menurunkannya (dibawah mata kaki) hingga sejengkal ”. Kalau begitu akan tersingkap kaki-kaki mereka ". jelas Ummu Slamah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata (lagi) :, " Mereka turunkan hingga sehasta dan jangan melebihi kadar tersebut " .
(HR. Ath-Thirmidzi IV/223 no 1731 dan berkata : “ Ini adalah hadits hasan shahih ”, an-Nasa’i VIII/209 no. 5337 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).

Ibnu Hajar Asqalani rahimahullah mengkritik Imam an Nawawi, yang berpandangan bahwa isbal hanya haram apabila disertai dengan kesombongan, dengan berkata :

"…Kalau memang demikian, untuk apa Ummu Salamah istifsar (bertanya) berulang kali kepada Nabi tentang hukum para wanita yang menjulurkan ujung-ujung baju mereka ?. Salah seorang Ummahatul Mukminin ini memahami bahwa isbal dilarang secara mutlaq baik karena sombong atau tidak, maka beliau pun menanyakan tentang hukum kaum wanita yang isbal lantaran mereka harus melakukannya untuk menutupi aurat mereka, sebab seluruh kaki perempuan adalah aurat. Maka Nabi pun menjelaskan, bahwa para wanita berbeda dengan kaum laki-laki dalam hukum larangan isbal…"
(Lihat : Fathul Baari 10/319).

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata :

" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengizinkan para wanita untuk isbal lebih dari sehasta karena tidak ada manfaat didalamnya (karena dengan isbal sehasta kaki-kaki mereka sudah tersembunyi), maka para lelaki lebih pantas dilarang untuk menambah (panjang celana mereka, karena tidak ada faedahnya sama sekali) ".
(Lihat : ash-Shahihah VI/409).

Ibnu Hajar Asqalani (Fathul Bari 10/319) berkata :

" Hadits Ummu Salamah ada syahidnya dari hadits ibnu 'Umar diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui jalan Abu As-Siddiq dari ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma, beliau berkata :

 ﺭَﺧَّﺺَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻷُﻣَّﻬَﺎﺕِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﺷِﺒْﺮًﺍ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﺰَﺩْﻧَﻪُ
ﻓَﺰَﺍﺩَﻫُﻦَّ ﺷِﺒْﺮًﺍ

" Rasulullah memberi rukhsah (keringanan) bagi para Ummahatul mu'minin (istri-istri beliau untuk menurunkan ujung baju mereka) sepanjang satu jengkal, kemudian mereka meminta tambah lagi, maka Rasulullah mengizinkan mereka untuk menambah satu jengkal lagi ".
(HR Abu Dawud no 4119, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat juga as-Shahihah no 460). Perkataan ibnu 'Umar " Rasulullah memberi rukhsah " menunjukan bahwa hukum isbal pada asalnya haram, atau hukum menaikkan pakaian diatas mata kaki hukumnya adalah wajib. Karena kalimat " rukshah " (keringanan/dispensasi) biasanya digunakan untuk menjatuhkan hal-hal yang asalnya adalah wajib (atau untuk melakukan hal-hal yang asalnya terlarang) karena suatu sikon.

Hadits ini terdapat dalil tentang diharamkannya isbal baik dengan atau tanpa sombong. Asy-Syaikh Masyhur menjelaskan sebagai berikut :

ﺃﻧّﻪ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻛﺬﻟﻚ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﺳﺘﻔﺴﺎﺭ ﺃﻡ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻨّﺴﺎﺀ ﻓﻲ ﺟﺮّ ﺫﻳﻮﻟﻬﻦّ ﻣﻌﻨﻰ ، ﺑﻞ ﻓﻬﻤﺖ ﺍﻟﺰّﺟﺮ ﻋﻦ ﺍﻹﺳﺒﺎﻝ ﻣﻄﻠﻘﺎً ، ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﻋﻦ ﻣﺨﻴﻠﺔ ﺃﻡ ﻻ ، ﻓﺴﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻻﺣﺘﻴﺎﺟﻬﻦّ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺳﺒﺎﻝ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺳﺘﺮ ﺍﻟﻌﻮﺭﺓ ، ﻷﻥ ﺟﻤﻴﻊ ﻗﺪﻣﻬﺎ ﻋﻮﺭﺓ ، ﻓﺒﻴّﻦ ﻟﻬﺎ : ﺃﻥ ﺣﻜﻤﻬﻦّ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺧﺎﺭﺝ ﻋﻦ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﺮّﺟﺎﻝ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰ ﻓﻘﻂ . ﻭﻗﺪ ﻧﻘﻞ ﻋﻴﺎﺽ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﻨﻊ ﻓﻲ ﺣﻖِّ ﺍﻟﺮّﺟﺎﻝ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻨّﺴﺎﺀ ، ﻭﻣﺮﺍﺩﻩ ﻣﻨﻊ ﺍﻹﺳﺒﺎﻝ ، ﻟﺘﻘﺮﻳﺮﻩ ﺃﻡ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻤﻬﺎ. ﻭﺍﻟﺤﺎﺻﻞ : ﺃﻥ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﺣﺎﻟﻴﻦ : ﺣﺎﻝ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ : ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﺼﺮ ﺑﺎﻹﺯﺍﺭ ﻋﻠﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴّﺎﻕ . ﺣﺎﻝ ﺟﻮﺍﺯ : ﻭﻫﻮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ . ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻟﻠﻨّﺴﺎﺀ ﺣﺎﻻﻥ : ﺣﺎﻝ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ : ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﻳﺰﻳﺪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺟﺎﺋﺰ ﻟﻠﺮّﺟﺎﻝ ، ﺑﻘﺪﺭ ﺍﻟﺸﺒﺮ . ﺣﺎﻝ ﺟﻮﺍﺯ : ﺑﻘﺪﺭ ﺍﻟﺬّﺭﺍﻉ . ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﺟﺮﻯ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ ﻋﻬﺪ ﻭﻣﺎ ﺑﻌﺪﻩ .

“ Bahwasannya apabila benar klaim mereka bahwa larangan isbal itu adalah karena sombong, pasti Ummu Salamah tidak akan meminta keterangan lagi tentang hukum para wanita yang memanjangkan bagian bawah pakaian mereka. Bahkan, yang dipahami oleh Ummu Salamah adalah bahwa isbal itu terlarang secara mutlak, baik karena sombong ataupun bukan karena sombong. Maka ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum wanita yang melakukan isbal untuk menutup aurat mereka. Hal itu dikarenakan seluruh bagian kaki adalah aurat. Oleh karena itu, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keterangan bahwa hukum isbal bagi wanita keluar (maksudnya : berbeda) dari hukum isbal bagi laki-laki. Dan ‘Iyadl telah menukil ijma’ bahwasannya larangan isbal itu hanya berlaku bagi laki-laki, tidak bagi para wanita. Maksudnya, isbal itu hanya berlaku pada laki-laki berdasarkan taqrir beliau atas pemahaman Ummu Salamah radhiallahu ‘anha.

Kesimpulannya, ada dua keadaan pakaian yang diperbolehkan bagi laki-laki :

A. Keadaan yang disukai (diSunnahkan), yaitu memendekkan kain sarung sampai pertengahan betis.

B. Keadaan yang diperbolehkan, yaitu keadaan panjang kain sarung hingga mata kaki (dan tidak boleh lebih).

Begitu pula bagi wanita ada dua keadaan :

A. Keadaan yang disukai (diSunnahkan), yaitu memanjangkan sejengkal dari batas yang diperbolehkan bagi laki-laki (maksudnya dipanjangkan sejengkal dibawah mata kaki).

B. Keadaan yang diperbolehkan, yaitu memanjangkan satu hasta (satu dzira’ )
(Lihat : Fathul-Baari 10/259).

Atas dasar inilah dipraktekkan oleh orang-orang dijaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau setelahnya.
(Lihat selengkapnya di al-Qaulul-Mubiin fii Akhthaail Mushalliin hal. 15 , Maktabah Al-Misykah).

Dari Ubaid bin Khalid rashiallahu 'anhu :

ﺃﻧﻪ ﻛﺎﻥ ﺑﺎﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻳﻤﺸﻲ ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺟﻞ ﻗﺎﻝ ﺍﺭﻓﻊ ﺇﺯﺍﺭﻙ ﻓﺈﻧﻪ ﺃﺑﻘﻰ ﻭﺃﺗﻘﻰ ﻓﻨﻈﺮﺕ ﻓﺈﺫﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﺑﺮﺩﺓ ﻣﻠﺤﺎﺀ ﻗﺎﻝ ﺃﻣﺎ ﻟﻚ ﻓﻲ ﺃﺳﻮﺓ ﻓﻨﻈﺮﺕ ﻓﺈﺫﺍ ﺇﺯﺍﺭﻩ ﻋﻠﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ

" Bahwasannya ia sedang berjalan diMadinah (dengan keadaan pakaiannya yang terjulur sampai ke tanah) dan ketika itu ada seseorang yang menegurku : “ Angkatlah kainmu, karena hal itu lebih baik dan lebih bertaqwa bagimu...! ”. Maku aku pun menoleh, dan ternyata orang tersebut adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka aku berkata : “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya ia hanyalah burdah bergaris saja ”. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apakah engkau tidak menganggapku sebagai contoh...? ”. Maka aku melihat dan ternyata kain beliau sebatas pertengahan betis ”.
(HR. Ahmad no. 23136 dan Nasa’i dalam al-Kubra no. 9683; dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Musktashar asy-Syamail al-Muhammadiyyah no. 97 hal. 69– Maktabah al-Islamiyyah ‘Amman. Lihat hadits shahîh, Mukhtashar as-Syamâil no. 97)

Dalam hadits ini terdapat perintah untuk mencontoh atau meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berpakaian. Beliau juga tidak menebak-nebak apakah ‘Ubaid bin Khalid melakukannya secara sombong (sehingga menyebabkan beliau menegurnya). Hadits ini juga sekaligus membantah sebagian hujjah orang yang mengatakan bahwa hukum asal dari pakaian adalah boleh sehingga tidak mengapa isbal asal tidak sombong. Lihatlah, alasan ‘Ubaid yang dikemukakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “mirip” dengan alasan yang disampaikan kebanyakan orang.

Perkataan ‘Ubaid :

 ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ ﺑﺮﺩﺓ ﻣﻠﺤﺎﺀ

“ Sesungguhnya ia hanyalah burdah bergaris saja ” bukankah bisa kita qiyaskan dengan alasan :
“ Bukankah ia hanya perkara adat keduniawian saja ? ". (yang membolehkan didalamnya isbal asalkan tidak sombong). Ternyata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan tersebut dan bahkan memerintahkan untuk mencontoh keadaan pakaian yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kenakan.

Syaikh al-Albâni rahimahullah berkomentar mengenai hadits Abdullah ibnu 'Umar radhiallahu anhuma :

" Jika terhadap ibnu 'Umar radhiallahu anhuma , yang termasuk sahabat yang terkemuka dan paling bertakwa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata tidak mendiamkannya saat pakaian bawahnya menjulur (melewati mata kaki) dan beliau memerintahkannya untuk mengangkatnya; maka hal ini menunjukkan larangan isbâl (melebihi mata kaki) tidak terikat dengan niat sombong pelakunya. Seandainya menyaksikan sebagian da'i yang memanjangkan jubahnya atau celana bawahnya (hingga melewati mata kaki), pastilah beliau akan lebih mengingkarinya. Mereka tidak akan mampu membantah pengingkaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap mereka, dengan dalih tidak melakukannya dengan kesombongan, padahal dengan sengaja mereka melakukannya. Sebabnya ibnu 'Umar radhiallahu anhu yang sudah dikenal bersifat zuhud, lebih komitmen dengan Sunnah, tidak mengerjakannya dengan unsur kesombongan daripada mereka, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap saja mengingkarinya. Ternyata sahabat ini bersegera menyambutnya. Apakah ada orang yang akan menyambutnya hari ini ? ".
(Lihat Muqaddimah Mukhtashar as-Syamâil hal. 10-11).

Khalifah 'Umar ibnu al-Khaththaab radhiallahu anhuma menyaksikan seorang pemuda datang kepadanya. Pemuda itu memuji 'Umar bin Khaththab radhiallahu anhuma. Saat ia berbalik untuk keluar, 'Umar radhiallahu anhu melihat pakaiannya menyentuh tanah. Maka dia menyuruh orang yang ada : " Panggillah kembali pemuda itu...". Ketika pemuda datang, maka 'Umar radhiallahu anhuma menasehati :

ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺃَﺧِﻲ ﺍﺭْﻓَﻊْ ﺛَﻮْﺑَﻚَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻘَﻰ ﻟِﺜَﻮْﺑِﻚَ ﻭَﺃَﺗْﻘَﻰ ﻟِﺮَﺑِّﻚَ

" Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu, itu lebih mengawetkan pakaianmu dan lebih menunjukkan ketaqwaanmu kepada Allah Azza wa Jalla ".
(HR. Al-Bukhâri no.3700).

Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﻟﺨﺪﺭﻱ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺇﺯﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻭﻻ ﺣﺮﺝ ﺃﻭ ﻻ ﺟﻨﺎﺡ ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ
ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻣﻦ ﺟﺮ ﺇﺯﺍﺭﻩ ﺑﻄﺮﺍ ﻟﻢ ﻳﻨﻈﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ

" Dari Abi Sa’id al-Khudry radlhiallahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesungguhnya batas sarung seorang muslim adalah setengah betis dan tidak mengapa atau tidak berdosa jika berada diantara setengah betis dan mata kaki. Apabila dibawah mata kaki maka tempatnya dineraka. Dan barangsiapa menjulurkan sarungnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya ”.
(HR. Abu Dawud no.  4093 dan ibnu Majah no. 3573. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam shahih Sunan Abi Dawud juz : 2 hal.  518).

Telah berkata al-‘Adhim ‘Abadi ketika mensyarah hadits tersebut :

ﻭﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﻴﻪ ﺩﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺴﺘﺤﺐ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﺯﺍﺭ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻭﺍﻟﺠﺎﺋﺰ ﺑﻼ ﻛﺮﺍﻫﺔ ﻣﺎ ﺗﺤﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ , ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻓﻬﻮ ﺣﺮﺍﻡ ﻭﻣﻤﻨﻮﻉ .

" Hadits ini menunjukkan atas disukainya keadaan kain sarung seorang muslim sampai pada pertengahan betisnya. Dan diperbolehkan tanpa dibenci sampai dengan dua mata kaki. Dan apa-apa dibawah dua mata kaki, maka hal itu haram lagi terlarang ".
(Lihat : kitab ‘Aunul-Ma’bud , pada Kitabul-Libas, Bab Fii Qadri Maudli’i ‘Izar).

Hadits ini merupakan penjelas dari keterangan sebelumnya dalam hadits Abu Hurairah, Abu Dzarr, Ibnu ‘Umar, dan Hubaib radliyallaahu ‘anhum . Tidak bisa dikatakan bahwa pelarangan isbal itu hanya di-taqyid jika sombong saja. Jika ada seseorang yang memaksa untuk mengatakan seperti itu, maka makna hadits ini jadi janggal. Lafadzh :

ﻣﻦ ﺟﺮ ﺇﺯﺍﺭﻩ ﺑﻄﺮﺍ ﻟﻢ ﻳﻨﻈﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻴﻪ

Dalam hadits tersebut seakan tidak berfungsi karena sudah ada taqyid kesombongan dikalimat sebelumnya yaitu pada :

 ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ

Tentu saja perkataan ini tidak bisa diterima.

Dari Abu Juray Jabir bin Salim radhiallahu ‘anhu berkata :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺟﺮﻱ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﺳﻠﻴﻢ ﻗﺎﻝ ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺟﻼ ﻳﺼﺪﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻦ ﺭﺃﻳﻪ ﻻ ﻳﻘﻮﻝ ﺷﻴﺌﺎ ﺇﻻ ﺻﺪﺭﻭﺍ ﻋﻨﻪ ﻗﻠﺖ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻫﺬﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻠﺖ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺮﺗﻴﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺗﻘﻞ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻓﺈﻥ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺗﺤﻴﺔ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻗﻞ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻚ ﻗﺎﻝ ﻗﻠﺖ ﺃﻧﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﺃﻧﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﺇﺫﺍ ﺃﺻﺎﺑﻚ ﺿﺮ ﻓﺪﻋﻮﺗﻪ ﻛﺸﻔﻪ ﻋﻨﻚ ﻭﺇﻥ ﺃﺻﺎﺑﻚ ﻋﺎﻡ ﺳﻨﺔ ﻓﺪﻋﻮﺗﻪ ﺃﻧﺒﺘﻬﺎ ﻟﻚ ﻭﺇﺫﺍ ﻛﻨﺖ ﺑﺄﺭﺽ ﻗﻔﺮﺍﺀ ﺃﻭ ﻓﻼﺓ ﻓﻀﻠﺖ ﺭﺍﺣﻠﺘﻚ ﻓﺪﻋﻮﺗﻪ ﺭﺩﻫﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﻗﻠﺖ ﺍﻋﻬﺪ ﺇﻟﻲ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺗﺴﺒﻦ ﺃﺣﺪﺍ ﻗﺎﻝ ﻓﻤﺎ ﺳﺒﺒﺖ ﺑﻌﺪﻩ ﺣﺮﺍ ﻭﻻ ﻋﺒﺪﺍ ﻭﻻ ﺑﻌﻴﺮﺍ ﻭﻻ ﺷﺎﺓ ﻗﺎﻝ ﻭﻻ ﺗﺤﻘﺮﻥ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺃﻥ ﺗﻜﻠﻢ ﺃﺧﺎﻙ ﻭﺃﻧﺖ ﻣﻨﺒﺴﻂ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺟﻬﻚ ﺇﻥ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﺭﻓﻊ ﺇﺯﺍﺭﻙ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻓﺈﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻓﺈﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻭﺇﺳﺒﺎﻝ ﺍﻹﺯﺍﺭ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﻴﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﻤﺨﻴﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﺍﻣﺮﺅ ﺷﺘﻤﻚ ﻭﻋﻴﺮﻙ ﺑﻤﺎ ﻳﻌﻠﻢ ﻓﻴﻚ ﻓﻼ ﺗﻌﻴﺮﻩ ﺑﻤﺎ ﺗﻌﻠﻢ ﻓﻴﻪ ﻓﺈﻧﻤﺎ ﻭﺑﺎﻝ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻴﻪ

" Dari Abu Juray Jabir bin Salim radhiallahu ‘anhu ia berkata : " Aku melihat seorang laki-laki yang pemikirannya senantiasa diterima oleh rakyat banyak dan tidak ada seorang pun yang mengomentari ucapannya. Aku bertanya : “ Siapa ini ? ”. Mereka menjawab : “ Ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Lalu aku katakan : “ Alaikas-Salaam ya Rasulullah ” . Sebanyak dua kali. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jangan kamu ucapkan ‘alaikas-salaam, karena ucapan ‘alaikas-salaam itu adalah ucapan selamat terhadap orang yang mati. Tapi ucapkanlah :  " Assalamu ‘alaika ” . Aku bertanya : “ Apakah engkau Rasulullah ? ”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “ Aku adalah Rasulullah (utusan Allah). Apabila kamu tertimpa marabahaya lalu berdo'a kepada-Nya, maka marabahaya tersebut akan lenyap darimu. Apabila daerahmu sedang dilanda kegersangan lalu kamu berdo'a kepada-Nya, maka bumimu akan kembali subur. Apabila kamu berada disebuah padang tandus lalu kendaraanmu hilang kemudian kamu berdo'a kepada-Nya, maka Dia akan mengembalikan kendaraanmu itu”. Aku katakan : “ Berikan kepadaku sebuah wasiat ”. Beliau bersabda : “ Jangan cela siapapun ” . Maka ia (Juray bin Salim) berkata : “ Maka mulai saat ini tidak ada seorang pun yang aku cela, baik orang merdeka, budak, unta, maupun kambing ”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jangan engkau sepelekan perbuatan baik walau sedikit. Berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri sebab hal itu juga sebuah kebaikan. Angkat kain sarungmu hingga setengah betis. Jika engkau enggan, maka julurkan persis diatas mata kaki. Janganlah kamu melakukan isbal, sebab isbal itu termasuk perbuatan sombong (al-makhillah). Sesungguhnya Allah tidak mencintai kesombongan. Apabila ada seseorang yang mencela atau mencacimu dengan sesuatu yang ia ketahui dari dirimu, maka jangan engkau balas mencercanya dengan sesuatu yang engkau ketahui dari dirinya. Sebab, bencana tersebut hanya akan menimpa dirinya sendiri ”.
(HR. Abu Dawud no. 4084; dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud juz :  2 hal. 515-516).

Mari perhatikan kalimat :

 ﻭﺍﺭﻓﻊ ﺇﺯﺍﺭﻙ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﻓﺈﻥ ﺃﺑﻴﺖ ﻓﺈﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻭﺇﺳﺒﺎﻝ ﺍﻹﺯﺍﺭ ﻓﺈﻧﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﻴﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺤﺐ ﺍﻟﻤﺨﻴﻠﺔ } “Angkat

" Kain sarungmu hingga setengah betis. Jika engkau enggan, maka julurkan persis diatas mata kaki. Janganlah kamu melakukan isbal, sebab isbal itu termasuk perbuatan sombong (al-makhillah). Sesungguhnya Allah tidak mencintai kesombongan ”.

Disini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menyebut tiga keadaan kain sarung. Dua diperbolehkan, dan satu dilarang. Dua diperbolehkan yaitu keadaan setengah betis; dan keadaan dijulurkan sampai batas maksimal mata kaki. Ini adalah penegasan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : irfa’ izaarak !! . Kemudian dua keadaan yang diperbolehkan tersebut diikuti dengan satu keadaan yang tidak diperbolehkan, yaitu melebihi batas kaki dengan kalimat larangan : " wa iyyaaka wa isbaala " (Janganlah/jauhilah kamu dari melakukan isbal ).

Kalimat ini adalah kalimat larangan muthlaq tanpa ada indikasi kebolehan jika tanpa kesombongan. Jikalau mau ditartibkan keadaan kain dalam wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah :

¯ Sampai pertengahan betis (dianjurkan).

¯ Dijulurkan sampai mata kaki (diperbolehkan).

¯ Melebihi mata kaki (dilarang).

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan tartib :

¯ Sampai pertengahan betis (dianjurkan).

¯ Dijulurkan sampai mata kaki (diperbolehkan).

¯ Melebihi mata kaki jika sombong (dilarang).

Kalaupun misal keadaan isbal tanpa sombong itu diperbolehkan, tentu ia akan disebutkan secara gamblang dalam hadits tersebut dan juga dalam
hadits-hadits lain. Tapi ternyata tidak, Ini menunjukkan bahwa keadaan kain lebih dari mata kaki itu memang keadaan kain yang dilarang/diharamkan. Bahkan dalam hadits diatas disebutkan bahwa isbal tersebut merupakan hakikat kesombongan, baik si pelakunya berniat untuk sombong atau tidak sombong.

Dalil ini secara sharih menolak pendapat yang mengatakan isbal itu boleh asal tidak sombong.

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu :

ﺍﻻﺯﺍﺭ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻕ ﺃﻭ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ، ﻻ ﺧﻴﺮ ﻓﻴﻤﺎ ﻫﻮ ﺃﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ

“ Panjang kain sarung itu sampai pertengahan betis atau sampai dua mata kaki. Tidak ada kebaikan terhadap apa saja yang melebihi itu (yaitu melebihi dua mata kaki)”.
(Lihat : Al-Mushannaf ibnu Abi Syaibah juz :  6 hal. 29 dengan sanad shahih).

Ibnu Muflih rahimahullah berkata :

" al-Imam Imam Ahmad rahimahullah berkata : " yang panjangnya dibawah mata kaki tempatnya adalah neraka, tidak boleh menjulurkan sedikitpun bagian dari pakaian melebihi itu. Perkataan ini zhahirnya adalah pengharaman ".
(Lihat al-Adab asy Syari’ah, 3/492).

Ini juga pendapat yang dipilih oleh al-Qadhi ‘Iyadh, ibnul ‘Arabi ulama madzhab al-Imam al-Maliki, dan dari madzhab al-Imam asy-Syafi’i ada adz Dzahabi dan ibnu Hajar al-Asqalani cenderung menyetujui pendapat beliau. Juga merupakan salah satu pendapat al-Imam Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah, pendapat madzhab Zhahiriyyah, ash Shan’ani, serta para ulama dimasa ini yaitu Syaikh ibnu Baaz, al-Albani, ibnu ‘Utsaimin.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﻻََ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺍ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺇِﺯَﺍﺭَﻩُ ﺑَﻄَﺮًﺍ

“ Pada hari kiamat nanti, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihat seseorang yang menjulurkan sarungnya karena sombong ".
(HR. Al-Bukhari no. 5785 dan Muslim no. 2087).

Hadits dari Jabir bin Sulaim radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﺍﺭْﻓَﻊْ ﺇِﺯَﺍﺭَﻙَ ﺇِﻟَﻰ ﻧِﺼْﻒِ ﺍﻟﺴَّﺎﻕِ ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺑَﻴْﺖَ ﻓَﺈِﻟَﻰ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻙَ ﻭَﺇِﺳْﺒَﺎﻝَ ﺍﻹِﺯَﺍﺭِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﺨِﻴﻠَﺔِ ﻭَﺇِﻥَّ ﺍ ﻻَ
ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤَﺨِﻴﻠَﺔَ

“ Angkat sarung mu hingga pertengahan betis. Apabila engkau enggan, sampai (atas) mata kaki. Waspadalah engkau dari isbal sarung, karena hal itu adalah kesombongan, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyukai kesombongan ”.
(HR. Abu Dawud no. 4084 dan Ahmad 5/63 shahih).

Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ﺇِﺯْﺭَﺓُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢ ﺇِِﻟَﻰ ﻧِﺼْﻒِ ﺍﻟﺴَّﺎﻕِ ﻭَﻻَ ﺣَﺮَﺝَ ﺃَﻭْ ﻻَ ﺟُﻨَﺎﺡَ - ﻓِﻴﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻪُ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﺳْﻔَﻞَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜَﻌْﺒَﻴْﻦِ ﻓَﻬُﻮَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ، ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺇِﺯَﺍﺭَﻩُ ﺑَﻄَﺮًﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻈُﺮِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ

“ Sarung seorang muslim sampai pertengahan betis dan tak mengapa antara itu dan kedua mata kaki. Adapun yang dibawah mata kaki tempatnya dineraka. Barang siapa yang menjulurkan (isbal) sarungnya karena sombong maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan melihat dia ”.
(HR. Abu Dawud no. 4093 shahih).


Asy-Syaikh shalih al-Fauzan rahimahullah berfatwa :

“ Tidak boleh bagi laki-laki menjulurkan (isbal) pakaiannya dibawah kedua mata kaki. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya dan mengancam dengan neraka, isbal termasuk dosa besar. Jika isbal dilakukan karena sombong dan
angkuh, dosanya lebih keras lagi. Adapun jika tidak ada unsur sombong dan angkuh, hukumnya juga haram karena keumuman larangan (dalam hadits) ”.
(Lihat : al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan 3/436).

Dari ibnu 'Umar radhiallahu 'anhu :

ﻋَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻤَﺎ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻗَﺎﻝَ : ﻣَﻦْ ﺟَﺮَّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﺧُﻴَﻼَﺀَ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﻈُﺮِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ , ﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮْ ﺑَﻜْﺮٍ : ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ, ﺇِﻥَّ ﺃَﺣَﺪَ ﺷِﻘَّﻲْ ﺇِﺯَﺍﺭِﻱ ﻳَﺴْﺘَﺮْﺧِﻲ ﺇِﻟَّﺎ ﺃَﻥْ ﺃَﺗَﻌَﺎﻫَﺪَ
ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻨْﻪُ . ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ : ﻟَﺴْﺖَ ﻣِﻤَّﻦْ ﻳَﺼْﻨَﻌُﻪُ ﺧُﻴَﻠَﺎﺀَ

" Dari ibnu 'Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ” Barang siapa yang menyeret pakaiannya (ditanah) karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat.”, Abu Bakar mengeluh “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu sisi sarung (pakaian bawah) ku (melorot) turun (melebihi batas mata kaki) kecuali kalau aku (senantiasa) menjaga sarungku dari isbal”. Nabi
shallallahu ‘alihi wa sallam mengatakan :”Engkau bukan termasuk yang melakukannya karena sombong ".
(HR. Al-Bukhari no 5784)

Ibnu Hajar menjelaskan :

” Sebab isbalnya sarung Abu Bakar adalah karena tubuhnya yang kurus ”.
(Fathul Baari 10/314)

Ibnu Hajar menambahkan :

“ Pada riwayat Ma’mar yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad (redaksinya):

ﺇِﻥَّ ﺇِﺯَﺍﺭِﻱ ﻳَﺴْﺘَﺮْﺧِﻲ ﺃَﺣْﻴَﺎﻧًﺎ

" Sesungguhnya sarungku terkadang turun ”.
(Fathul Baari 10/314)

Abu Bakar adalah orang yang kurus, jika beliau bergerak, berjalan atau melakukan gerakan yang lainnya, pakaian bawahnya (izar), melorot turun
tanpa disengaja. Namun jika beliau menjaga (memperhatikan) sarungnya maka tidak menjadi turun. Hadits ini menunjukan bahwa secara mutlak,
tidak masalah, sarung yang terjulur dibawah mata kaki kalau tanpa sengaja.
(Fathul Baari 10/314). Sebagaimana Rasulullah pernah mengisbal sarung beliau tatkala tergesa-gesa untuk shlalat gerhana matahari.

Riwayat Abu Bakar ini adalah salah satu kerancuan dari orang-orang yang berdalil atas bolehnya berpakaian isbal, dimana Abu Bakar pernah menjulurkan celana hingga dibawah mata kaki. Bagaimana jika ada yang berdalil dengan perbuatan Abu Bakar, yang mana Abu Bakar dahulu pernah menjulurkan celana hingga dibawah mata kaki...?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah pernah mendapat pertanyaan semacam ini, lalu beliau memberikan jawaban sebagai berikut :

Adapun yang berdalil dengan hadits Abu Bakar radhiallahu ‘anhu , maka kami katakan tidak ada baginya hujjah (pembela atau dalil) ditinjau dari dua sisi :

PERTAMA : Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan,

” Sesungguhnya salah satu ujung sarungku biasa melorot kecuali jika aku menjaga dengan seksama ”.

Maka ini bukan berarti dia melorotkan (menjulurkan) sarungnya karena kemauan dia. Namun sarungnya tersebut melorot dan selalu dijaga. Orang-orang yang isbal (menjulurkan celana hingga dibawah mata kaki,) biasa menganggap bahwa mereka tidaklah menjulurkan pakaian mereka karena maksud sombong. Kami katakan kepada orang semacam
ini : Jika kalian maksudkan menjulurkan celana hingga
berada dibawah mata kaki tanpa bermaksud sombong, maka bagian yang melorot tersebut akan disiksa di neraka. Namun jika kalian menjulurkan celana tersebut dengan sombong, maka kalian akan disiksa dengan azab (siksaan) yang lebih pedih daripada itu yaitu Allah tidak akan berbicara dengan kalian pada hari kiamat, tidak akan melihat kalian, tidak akan mensucikan kalian dan bagi kalian siksaan yang pedih.

KEDUA , Sesungguhnya Abu Bakar sudah diberi tazkiyah (rekomendasi atau penilaian baik) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sudah diakui bahwa Abu Bakar tidaklah melakukannya karena sombong. Lalu apakah diantara mereka yang berperilaku seperti diatas (dengan menjulurkan celana dan tidak bermaksud sombong) sudah mendapatkan tazkiyah dan syahadah (rekomendasi) ?! Akan tetapi syaithan membuka jalan untuk sebagian orang agar mengikuti ayat atau hadits yang samar (dalam pandangan mereka,) lalu ayat atau hadits tersebut digunakan untuk membenarkan apa yang mereka lakukan. Allah-llah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Allah kehendaki. Kita memohon kepada Allah agar mendapatkan petunjuk dan ampunan .
(Lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam, Darul Aqidah, hal. 547-548).

Dari Abu Bakroh radhialllahu 'anhu menceritakan :

 ﺧَﺴَﻔَﺖِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ , ﻓَﻘَﺎﻡَ ﻳَﺠُﺮُّ ﺛَﻮْﺑَﻪُ ﻣُﺴْﺘَﻌْﺠِﻼً ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪَ

" Terjadi gerhana matahari dan kami sedang berada disisi Nabi, maka Nabi pun berdiri dalam keadaan mengisbal sarung beliau karena tergea-gesa, sampai memasuki masjid ".
(HR Al-Bukhari no 5785).

Ibnu Hajar as Qalani mengatakan :

“ Pada hadits ini (terdapat dalil) bahwa isbal (yang muncul) dengan alasan ketergesaan tidak termasuk dalam larangan ”.
(Lihat : al-Fath 10/314).

Dari hadits-hadits diatas sangat jelas bahwa celana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu terjaga berada diatas mata kaki sampai pertengahan betis, dan larangan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap orang yang pakaiannya melebihi dibawah mata kaki. Boleh bagi seseorang menurunkan celananya, namun dengan syarat tidak sampai menutupi mata kaki. Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai teladan terbaik bagi kita dan bukanlah professor atau doctor atau seorang master yang dijadikan teladan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

ﻟَﻘَﺪْ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻲ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺃُﺳْﻮَﺓٌ ﺣَﺴَﻨَﺔٌ ﻟِﻤَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺮْﺟُﻮ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺂَﺧِﺮَ ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻛَﺜِﻴﺮًﺍ

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah ”.
(QS. Al-Ahzab [60] : 21).

Hal penting disini, bahwa ada ulama yang menyatakan hukum isbal ini adalah makruh seperti pernyataan Imam an Nawawi dan lainnya, mereka tidak pernah menyatakan bahwa hukum isbal adalah boleh kalau tidak dengan sombong. Jangan disalah pahami maksud ulama yang mengatakan demikian. Ingatlah bahwa para ulama tersebut hanya menyatakan makruh dan bukan menyatakan boleh berisbal. Ini yang banyak salah dipahami oleh sebagian orang yang mengikuti pendapat mereka. Maka hendaklah perkara makruh itu dijauhi, jika memang kita masih memilih pendapat yang lemah tersebut. Janganlah terus-menerus dalam melakukan yang makruh. Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua.

Marilah Mengagungkan dan Melaksanakan Ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

ﻣَﻦْ ﻳُﻄِﻊِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﻃَﺎﻉَ ﺍﻟﻠَّﻪَ

“ Barangsiapa yang menta’ati Rasul, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah ”.
(QS. An Nisa’ [4] : 80).

Allah Ta’ala berfirman :

ﻓَﻠْﻴَﺤْﺬَﺭِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳُﺨَﺎﻟِﻔُﻮﻥَ ﻋَﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﺃَﻥْ ﺗُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻓِﺘْﻨَﺔٌ ﺃَﻭْ ﻳُﺼِﻴﺒَﻬُﻢْ ﻋَﺬَﺍﺏٌ ﺃَﻟِﻴﻢٌ

“ Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih ”.
(QS. An Nur [24] : 63).

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

ﻭَﺇِﻥْ ﺗُﻄِﻴﻌُﻮﻩُ ﺗَﻬْﺘَﺪُﻭﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟْﺒَﻠَﺎﻍُ ﺍﻟْﻤُﺒِﻴﻦُ

“ Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang ”.
(QS. An Nur [24] : 54).

Hal ini juga dapat dilihat dalam hadits al-‘Irbadh bin
Sariyah radhiallahu ‘anhu seolah-olah inilah nasehat
terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat
radhiallahu ‘anhum :

ﻓَﻌَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺑِﺴُﻨَّﺘِﻰ ﻭَﺳُﻨَّﺔِ ﺍﻟْﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳﻦَ ﺍﻟْﻤَﻬْﺪِﻳِّﻴﻦَ ﻋَﻀُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺑِﺎﻟﻨَّﻮَﺍﺟِﺬِ

“ Berpegang teguhlah dengan Sunnahku dan Sunnah
khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah Sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian ”.
(HR. Abu Daud, ath Tirmidzi, ibnu Majah, ibnu Hibban. Ath Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shahih. Syaikh al-Albani mengatakan hadits ini shahih.
Lihat Shahih at Targhib wa at Tarhib no. 37).

Salah seorang khulafaur rasyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu mengatakan :

ﻟَﺴْﺖُ ﺗَﺎﺭِﻛًﺎ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻌْﻤَﻞُ ﺑِﻪِ ﺇِﻟَّﺎ ﻋَﻤِﻠْﺖُ ﺑِﻪِ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﺇِﻥْ ﺗَﺮَﻛْﺖُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﺃَﻥْ ﺃَﺯِﻳْﻎَ

” Aku tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang ”.
(Lihat Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud, Syaikh al-Albani mengatakan bahwa atsar ini shahih).

LALU,SIAPA PARA PENCELA DAN PENYESAT UMAT YANG BERGENTAYANGAN DIBALIK PROPAGANDA DAN FITNAH " CELANA CINGKRANG " INI...?

Jawabannya adalah mereka orang-orang kafir Syi'ah Rafidhah laknatullah...!

Kenapa kaum kafir Syi'ah Rafidhah laknatullah...?

Bila kita menjumpai anjing-anjing menggonggong berwujud manusia yang mencela, menghina dan merendahkan orang-orang yang bercelana "cingkrang" maka ketahuilah bahwa dia tidak keluar dari dua kelompok makhluk ini :

1. Dia adalah orang jahil,yakni orang yang bodoh dan belum memahami agama dengan baik, untuk orang seperti ini maka harus dibimbing dan disampaikan ilmu agama padanya.

2. Dia adalah kaum kafir Syi'ah Rafidhah laknatullah, yaitu aliran SESAT dan sangat MENYESATKAN yang divonis KAFIR oleh seluruh Ulama dimuka bumi ini.

Kenapa kelompok kafir Syi'ah Rafidhah ini sangat benci dengan orang yang " Celana Cingkrang "...?

1. Hadits-hadits Rasulullah tentang larangan Isbal kebanyakan diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, sedangkan Syi'ah Rafidhah sangat membenci dengan Imam all-Bukhari dan Imam Muslim dan tidak menerima Riwayat-riwayat kedua Imam itu kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu mereka.

2. Hadits-hadits  tentang larangan Isbal diantaranya datang dari seorang sahabat Abu Hurairah radhiallahu'anhu, seorang sahabat Nabi yang mulia yang sangat dibenci oleh kelompok Syi'ah Rafidhah ini, karena Syi'ah Rafidhah mengkafirkan para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam salah satunya adalah Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, salah seorang sahabat mulia yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi, dan juga karena Syi'ah Rafidhah menganggap bahwa Abu Hurairah adalah manusia terkutuk bayaran Mu'awiyah Bin Abi Sufyan.

3. Kisah yang sangat terkenal dari sahabat 'Umar ibnu al-Khathab radhiallahu'anhuma yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab shahihnya dari Amr Bin Maimun, sebagaimana haditsnya yang telah dipaparkan diatas.

Suatu hari ketika 'Umar ibnu al-Khathab menjelang wafatnya saat ditikam oleh orang Syi'ah Rafidhah yaitu Abu Lu'lu'ah al-Majusi, beliau sakit parah sampai tiga hari,lalu datanglah seorang tabib (ahli pengibatan) untuk memeriksa keadaan beliau radhiallahu 'anhuma, lalu sang tabib meminumkan secangkir susu ke mulut 'Umar radhiallahu'anhu, akan tetapi susu itu justru tumpah membasahi luka bekas tikaman si anjing Majusi Abu Lu'lu'ah al-Mal'un itu. Lalu sang tabib memprediksikan bahwa keadaan beliau sudah tidak lama lagi. Sehingga datanglah kaum muslimin untuk menyalami 'Umar ibnu al-Khathab dan mengucapkan salam dan do'a untuk beliau.dan diantara orang-orang itu ada seorang pemuda yang datang mencium 'Umar dan berkata :

" Bergembiralah wahai Amirul-Mukminin dengan kabar gembira dari Allah, karena menjadi sahabat Rasulullah dan jasa baikmu dalam Islam yang telah engkau ketahui. Kemudian engkau memegang kepemimpinan dan engkau berbuat adil serta meraih mati Syahid ". 'Umar berkomentar : " Aku berharap itu cukup. Tidak menjadi bebanku atau menjadi milikku ".

Saat pemuda itu berbalik untuk keluar, dan 'Umar melihat pakaian pemuda itu melewati mata kaki (isbal), beliau pun dengan nada rendah dan sangat lemah menyuruh orang-orang yang disekitarnya : "Panggil kembali pemuda itu...Panggil kembali pemuda itu...! ". Ketika pemuda itu datang maka 'Umar menasihati pemuda itu dengan berkata :

 ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺃَﺧِﻲ ﺍﺭْﻓَﻊْ ﺛَﻮْﺑَﻚَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﺃَﺑْﻘَﻰ ﻟِﺜَﻮْﺑِﻚَ ﻭَﺃَﺗْﻘَﻰ ﻟِﺮَﺑِّﻚَ

" Wahai pemuda angkatlah pakaianmu, itu lebih dekat kepada taqwa, mensucikan hatimu. dan membersihkan pakaianmu ".
(HR. Al-Bukhari no. 3700).

Lalu pemuda itu mengatakan : " Jazaakallahu Khairan Yaa Amiral-Mukminiin..."

(Kisah ini terjadi saat 'Umar ibnu al-Khathab radhiallahu'anhuma dalam keadaan sakit parah setelah ditikam oleh tokoh Syi'ah Abu Lu'lu'ah al-Majusi.

Di Riwayatkan oleh Imam Bukhari no. 3700 dalam Kitab Shahihnya di Bab Manaaqibush-Shahabah dari Amr Bin Maimun).

Inilah sebab berikutnya mengapa Syi'ah Rafidhah sangat membenci "Celana Cingkrang" dan bahkan sering menghina serta mengolok-olok "celana cingkrang", karena disamping "celana cingkrang" itu perintah Rasulullah, ia juga merupakan perintah 'Umar ibnu al-Khathab radhiallahu'anhu, sahabat terbaik dan mulia Rasulullah yang berhasil menaklukkan Imperium Persia Majusi. Dan sudah sangat kita maklumi bahwa Syi'ah Rafidhah SANGAT MEMBENCI 'Umar ibnu al-Khathab dan bahkan mengkafirkannya. Oleh karena itu mereka menolak Hadits-hadits Rasulullah dan Riwayat-riwayat tentang larangan isbal karena yang meriwayatkannya diantaranya adalah sahabat-sahabat mulia yang sangat dibenci oleh Syi'ah Rafidhah yaitu Abu Hurairah dan 'Umar ibnu al-Khathab radhiallahu'anhuma.

Oleh karena itu, hanya orang-orang Syi'ah Rafidhah yang anti dan sangat benci dengan "Celana Cingkrang", bahkan mereka meng-identikkan bahwa "celana cingkrang" adalah " TERORIS ". Tujuannya agar Umat muslim menjauhi Sunnahnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Sunnah para Sahabat-sahabatnya.

Sebaiknya kaum muslimin dalam hal ini, bagi mereka yang bercelana isbal (melebihi batas mata kaki) tidak mencela dan menghina kepada saudaranya yang bercelana cingkrang, karena mereka harus tahu bahwa itu adalah Sunnah Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam. Begitupun sebaliknya, bagi yang bercelana cingkrang untuk tidak bermudah-mudah mencela mereka yang celana isbal, dengan mengatakan mereka tidak syar'i, tidak taqwa dan lainnya, tapi hendaknya menjelaskan bahwa pakaian isbal sebenarnya tetap dilarang walaupun tanpa kesombongan, karena pakaian diatas mata kaki adalah pakaian sebagaimana yang dikenakan Rasulullah dan para sahabatnya.  Janganlah kita seperti kaum Syi'ah Rafidhah laknatullah yang sangat benci dengan Sunnah Nabi dan anti dengan Sahabat Nabi.

Intinya,mengenakan kain diatas mata kaki adalah murni Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Barangsiapa yang melaksanakannya maka ia telah
tunduk kepada perintah Nabi dan barangsiapa yang mencelanya maka ia ingkar terhadap hadits Nabi.

Demikian semoga bermanfaat.