BACAAN SURAT YASIN BUKAN UNTUK ORANG MATI
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
HADITS PERTAMA.
:ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻳَﺲ ﻓِﻲْ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺍﺑْﺘِﻐَﺎﺀَ ﻭَﺟْﻪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ﻣَﺎ ﺗَﻘَﺪَّﻡَ ﻣِﻦْ ﺫَﻧْﺒِﻪِ ﻓَﺎﻗْﺮَﺅُﻭْﻫَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ .
“Barang siapa membaca surat Yasin karena mencari ke ridhaan Allah ta’ala, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Oleh karena itu, bacakanlah surat itu untuk orang yang akan mati diantara kalian”.
(HR. Al-Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman).
Keterangan: hadits ini dha'if ( ﺿَﻌِﻴْﻒٌ) Lemah.
( Lihat: Dha’if Jami’ush Shaghir [no. 5785] dan Misykatul Mashaabih [no. 2178] ).
HADITS KEDUA.
ﻣَﻦْ ﺯَﺍﺭَ ﻗَﺒْﺮَ ﻭَﺍﻟِﺪَﻳْﻪِ ﻛُﻞَّ ﺟُﻤُﻌَﺔٍ ﻓَﻘَﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻫُﻤَﺎ ﺃَﻭْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻳَﺲ ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ﺑِﻌَﺪَﺩِ ﻛُﻞِّ ﺁﻳَﺔٍ ﺃَﻭْ ﺣَﺮْﻑٍ .
“Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap Jum’at dan membacakan surat Yasin (diatasnya), maka ia akan diampuni (dosa)nya sebanyak ayat atau huruf yang dibacanya”.
Keterangan: hadits ini maudhu' ( ﻣَﻮْﺿُﻮْﻉٌ ) Palsu.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi [I/286], Abu Nu’aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan [II/344-345] dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam Sunannya [II/91] dari jalan Abu Mas’ud Yazid bin Khalid. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi, dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari ‘Aisyah, dari Abu Bakar secara marfu’.
( Lihat Silsilah Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah [no. 50] ).
Dalam hadits ini ada ‘Amr bin Ziyad Abul Hasan Ats-Tsaubani. Kata Ibnu ‘Adiy: “Ia sering mencuri hadits dan menyampaikan hadits-hadits yang bathil”.
Setelah membawakan hadits ini, Ibnu ‘Adiy berkata: “Sanad hadits ini bathil, dan ‘Amr bin Ziyad dituduh oleh para ulama memalsukan hadits”.
Kata Imam Daruquthni: “Ia sering memalsukan hadits”.
(Periksa: Mizaanul I’tidal [III/260-261 no. 6371], Lisanul Mizan [IV/364-365] ).
Hadits-hadits diatas sering dijadikan pegangan pokok tentang dianjurkannya membaca surat Yasin ketika ada orang yang sedang naza’ (sakaratul maut) dan ketika berziarah ke pemakaman kaum muslimin terutama ketika menziarahi kedua orangtua. Bahkan sebagian besar kaum muslimin menganggap hal itu sunnah. Maka sekali lagi bahwa semua hadits-hadits yang menganjurkan itu "LEMAH", bahkan "PALSU", sebagaimana yang sudah diterangkan diatas dan hadits-hadits lemah tidak bisa dijadikan hujjah, karena itu, orang yang melakukan demikian adalah berarti dia telah berbuat "BID’AH". Dan telah menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sah yang menerangkan apa yang harus dilakukan ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza’ dan ketika berziarah ke kubur.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata:
“Membacakan surat Yasin ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza’ dan membaca al-Qur-an (membaca surat Yasin atau surat-surat lainnya) ketika berziarah ke kubur adalah bid'ah dan tidak ada asal-usulnya sama sekali dari nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.
(Lihat Ahkamul Janaa-iz wa Bida’uha [hal. 20, 241, 307 & 325], cet. Maktabah al-Ma’arif).
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada orang yang sedang dalam keadaan naza’:
Pertama:
Ditalqin-kan (diajarkan) dengan ucapan: ‘Laa iIaaha illallah’ agar ia (orang yang akan mati) mengucapkan “ ﻻَﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ (Laa ilaaha illallah)”.
Dari Abu Sa’id al-Khudri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﺳَﻌِﻴْﺪِ ﺍﻟْﺨُﺪْﺭِﻱِّ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻟَﻘِّﻨُﻮْﺍ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّﺍﻟﻠَّﻪُ
"Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:"Ajarkanlah ‘Laa ilaaha illallah’ kepada orang yang hampir mati diantara kalian”.
(HR. Shahih Muslim [no. 916], Abu Dawud [no. 3117], An-Nasa-i [IV/5], at-Tirmidzi [no. 976], Ibnu Majah [no. 1445], al-Baihaqi [III/383] dan Ahmad [III/3] ).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kalimat tauhid ini yang terakhir diucapkan, supaya dengan demikian dapat masuk surga.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﺁﺧِﺮُ ﻛَﻼَﻣِﻪِ ﻻَﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ .
“Barang siapa yang akhir perkataannya "Laa ilaaha illallah,’ maka ia akan masuk surga”.
(Hadits riwayat Ahmad [V/233, 247], Abu Dawud [no. 3116] dan al-Hakim [I/351], dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu).
Kedua:
Hendaklah mendo’akan kebaikan untuknya dan kepada mereka yang hadir pada saat itu. Hendaknya mereka berkata yang baik.
ﻋَﻦْ ﺃُﻡِّ ﺳَﻠَﻤَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﺇِﺫَﺍ ﺣَﻀَﺮْﺗُﻢْ ﺍﻟْﻤَﺮِﻳْﺾَ ﺃَﻭِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﻓَﻘُﻮْﻟُﻮْﺍ : ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻼَﺋِﻜَﺔَ ﻳُﺆَّﻣِّﻨُﻮْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺗَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ
"Dari Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kalian menjenguk orang sakit atau berada disisi orang yang hampir mati, maka katakanlah yang baik, Karena sesungguhnya para malaikat mengaminkan (doa) yang kalian ucapkan”.
(Hadits shahih riwayat Muslim [no. 919] dan al-Baihaqi [III/384] dan selain keduanya.)
Sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berziarah Ke pemakaman kaum muslimin:
Pertama:
Mengucapkan salam kepada mereka.
Dalilnya ialah:
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah apakah yang harus aku ucapkan kepada mereka (kaum Muslimin, bila aku menziarahi mereka)?” - Beliau menjawab: “Katakanlah
:ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْ
َ ﻭَﻳَﺮْﺣَﻢُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘْﺪِﻣِﻴْﻦَ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﺄْﺧِﺮِﻳْﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻟَﻼَﺣِﻘُﻮْﻥَ
"Semoga dicurahkan kesejahteraan atas kalian wahai ahli kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Dan mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada orang yang telah mendahului kami dan kepada orang yang masih hidup dari antara kami dan insya Allah kami akan menyusul kalian”.
(Hadits shahih riwayat Ahmad [VI/221], Muslim [no. 974] dan an-Nasa-i [IV/93], dan lafazdh ini milik Muslim).
Buraidah berkata:“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada mereka (para sahabat) apabila mereka memasuki pemakaman (kaum muslimin) hendaknya mengucapkan:
:ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻻَﺣِﻘُﻮْﻥَ ﻧَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ .
"Mudah-mudahan dicurahkan kesejahteraan atas kalian, wahai ahli kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami mohon kepada Allah agar mengampuni kami dan kalian”.
(Hadits shahih riwayat Muslim [no.975], an-Nasa'i [IV/94], Ibnu Majah [no.1547], Ahmad [V/353, 359 dan 360]. Lafazdh hadits ini adalah lafazdh Ibnu Majah).
Kedua:
Mendo’akan serta memohonkan ampunan bagi mereka.
Dalilnya:
:ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺒَﻘِﻴْﻊِ ﻓَﻴَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻓَﺴَﺄَﻟَﺘْﻪُ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﻋَﻦْ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺇِﻧِّﻲْ ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﺃَﻥْ ﺃَﺩْﻋُﻮَ ﻟَﻬُﻢْ
" ‘Aisyah berkata: “Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar ke Baqi’ (tempat pemakaman kaum muslimin), lalu beliau mendo’akan mereka.” Kemudian ‘Aisyah bertanya tentang hal itu, beliau menjawab: “Sesungguhnya aku diperintah untuk mendo’akan mereka”.
(Hadits shahih riwayat Ahmad [VI/252] )
Baca al-Qur-an dipemakaman menyalahi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hadits-hadits yang disebutkan diatas tentang adab ziarah, menunjukkan bahwa baca al-Qur-an dipemakaman tidak disyari’atkan oleh Islam. Karena seandainya disyari’atkan, niscaya sudah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pasti sudah mengajarkannya kepada para sahabatnya.
‘Aisyah ketika bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang harus diucapkan (dibaca) ketika ziarah kubur ? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajarkan salam dan do’a. Beliau tidak mengajarkan baca al-Fatihah, baca Yaasiin, baca surat al-Ikhlash dan lainnya. Seandainya baca al-Qur-an disyari’atkan, pasti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembunyikannya.
Menurut ilmu Ushul Fiqih:
:ﺗَﺄْﺧِﻴْﺮُ ﺍﻟْﺒَﻴَﺎﻥِ ﻋَﻦْ ﻭَﻗْﺖِ ﺍﻟْﺤَﺎﺟَﺔِ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ .
“Menunda keterangan pada waktu keterangan itu dibutuhkan tidak boleh.”Kita yakin bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin menyembunyikan ilmu dan tidak pernah pula beliau mengajarkan baca al-Qur'an dipemakaman. Lagi pula tidak ada satu haditspun yang sah tentang masalah itu. Membaca al-Qur'an dipemakaman menyalahi sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita membaca al-Qur-an dirumah
:ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ : ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ : ﻻَ ﺗَﺠْﻌَﻠُﻮْﺍ ﺑُﻴُﻮْﺗَﻜُﻢْ ﻣَﻘَﺎﺑِﺮَ، ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻳَﻨْﻔِﺮُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﺗُﻘْﺮَﺃُ ﻓِﻴْﻪِ ﺳُﻮْﺭَﺓُ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَ ; ( ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ ﺭﻗﻢ : 780 ) ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺘّﺮﻣﻴﺬﻱ ﻭﺻﺤﺤﻪ
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syaithan akan lari dari rumah yang dibaca didalamnya surat al-Baqarah”.
(Hadits riwayat Muslim [no. 780], Ahmad [II/284, 337, 387, 388] dan at-Tirmidzi [no. 2877] serta ia men-shahihkannya).
Hadits ini jelas sekali menerangkan bahwa pemakaman menurut syari’at Islam bukanlah tempat untuk membaca al-Qur-an, melainkan tempatnya dirumah, dan melarang keras menjadikan rumah seperti kuburan, kita dianjurkan membaca al-Qur-an dan shalat-shalat sunnah dirumah.
Jumhur ulama salaf seperti imam Abu Hanifah, imam Malik dan imam-imam yang lainnya melarang membaca al-Qur-an dipemakaman, dan inilah nukilan pendapat mereka:
Pendapat imam Ahmad, imam Abu Dawud berkata dalam kitab Masaa-il imam Ahmad hal. 158:
“Aku mendengar imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang baca al-Qur-an dipemakaman ? Beliau menjawab: “TIDAK BOLEH”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Dari asy-Syafi’i sendiri tidak terdapat perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini menunjukkan bahwa (baca al-Qur-an dipemakaman) menurut beliau adalah bid'ah.
Imam Malik Rahimahullah berkata:
‘Tidak aku dapati seorang pun dari sahabat dan tabi’in yang melakukan hal itu..!”.
(Lihat Iqtidhaa’ Shirathal Mustaqim [II/264], Ahkaamul Janaa-iz [hal. 241-242] ).
Pahala bacaan al-Qur-an tidak akan sampai kepada si mayyit. Al-Hafizh Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat: “Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh (pahala) selain apa yang diusahakannya.”(QS. An-Najm: 53) beliau rahimahullah berkata:
:ﺃَﻱْ : ﻛَﻤَﺎ ﻻَ ﻳُﺤْﻤَﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭِﺯْﺭُ ﻏَﻴْﺮِﻩِ، ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻻَ ﻳَﺤْﺼُﻞُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷَﺟْﺮِ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎﻛَﺴَﺐَ ﻫُﻮَ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ. ﻭَﻣِﻦْ ﻫَﺬِﻩِ ﺍْﻵﻳَﺔِ ﺍﻟﻜَﺮِﻳْﻤَﺔِ ﺍﺳْﺘَﻨْﺒَﻂَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ ﺭَﺣِﻤَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻣَﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻌَﻪُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓَ ﻻَ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻫْﺪَﺍﺀُ ﺛَﻮَﺍﺑِﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ، ِﻷَﻧَّﻪُ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻠِﻬِﻢْ ﻭَﻛَﺴْﺒِﻬِﻢْ ﻭَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﻨْﺪُﺏْ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃُﻣَّﺘَﻪُ، ﻭَﻻَ ﺣَﺜَّﻬُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﻻَ ﺃَﺭْﺷَﺪَﻫُﻢْ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑِﻨَﺺٍّ ﻭَﻻَ ﺇِﻳْﻤَﺎﺀٍ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﻨْﻘَﻞْ ﺫَﻟِﻚَ ﻋَﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻟَﺴَﺒَﻘُﻮْﻧَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻪِ، ﻭَﺑَﺎﺏُ ﺍﻟْﻘُﺮَﺑَﺎﺕِ ﻳُﻘْﺘَﺼَﺮُ ﻓِﻴْﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨُّﺼُﻮْﺹِ، ﻭَﻻَ ﻳُﺘَﺼَﺮَّﻑُ ﻓِﻴْﻪِ ﺑِﺄَﻧْﻮَﺍﻉِ ﺍْﻷَﻗْﻴِﺴَﺔِ ﻭَﺍْﻷَﺭَﺍﺀِ
“Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseorang (tidak dapat dipindahkan / dikirimkan) kepada orang lain, melainkan didapat dari hasil usahanya sendiri. Dari ayat ini Imam asy-Syafi’i dan orang yang mengikuti beliau beristinbat (mengambil dalil) bahwasanya pahala bacaan al-Qur'an tidak sampai kepada si mayit dan tidak dapat dihadiahkan kepada si mayit, karena yang demikian bukanlah amal dan usaha mereka.
Tentang (mengirimkan pahala bacaan kepada mayit) tidak pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam men-sunnahkan umatnya, tidak pernah mengajarkan kepada mereka dengan satu nash yang sah dan tidak pula ada seorang sahabatpun yang melakukan demikian. Seandainya masalah membaca al-Qur-an dipemakaman dan menghadiahkan pahala bacaannya baik, semestinya merekalah yang lebih dulu mengerjakan perbuatan yang baik itu.Tentang bab amal-amal Qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya dibolehkan berdasarkan nash (dalil / contoh) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat".
(Periksa tafsir Ibni Katsir [IV/272], cet. Darus Salam dan Ahkaamul Janaa-iz [hal. 220] cet. Maktabah Al-Ma’arif).
Apa yang telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dari imam asy-Syafi’i itu merupakan pendapat sebagian besar ulama dan juga pendapatnya imam Hanafi, sebagaimana dinukil oleh az-Zubaidi dalam Syarah Ihya’ ‘Ulumuddin [X/369].(Lihat Ahkaamul Janaa-iz [hal. 220-221], cet. Maktabah al-Ma’arif th. 1412 H).
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang al-Qur-an:
“Supaya ia (al-Qur-an) memberi peringatan kepada orang yang hidup…”
(QS. Yaasiin : 70)
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur-an ataukah hati mereka terkunci".
(QS. Muhammad : 24)
Yang wajib juga diperhatikan oleh seorang muslim adalah, tidak boleh beribadah disisi kubur dengan melakukan shalat, berdo’a, menyembelih binatang, bernadzar atau membaca al-Qur-an dan ibadah lainnya.Tidak ada satupun keterangan yang sah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya bahwa mereka melakukan ibadah disisi kubur. Bahkan, ancaman yang keraslah bagi orang yang beribadah disisi kubur orang yang shalih, apakah dia wali atau Nabi, terlebih lagi dia bukan seorang yang shalih.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam keras terhadap orang yang menjadikan kubur sebagai tempat ibadah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
:ﻟَﻌَﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻟْﻴَﻬُﻮْﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﺍﺗَّﺨَﺬُﻭْﺍ ﻗُﺒُﻮْﺭَ ﺃَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪَ .
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani (karena) mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah".
Tidak ada satu pun kuburan dimuka bumi ini yang mengandung keramat dan barakah, sehingga orang yang sengaja menuju kesana untuk mencari keramat dan barakah, mereka telah jatuh dalam perbuatan bid’ah dan syirik. Dalam Islam, tidak dibenarkan sengaja mengadakan safar (perjalanan) ziarah (dengan tujuan ibadah) ke kubur-kubur tertentu, seperti, kuburan wali, kyai, habib dan lainnya dengan niat mencari keramat dan barakah dan mengadakan ibadah disana. Hal ini dilarang dan tidak dibenarkan dalam Islam, karena perbuatan ini adalah bid’ah dan sarana yang menjurus kepada kesyirikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
:ﻻَ ﺗُﺸَﺪُّ ﺍﻟﺮِّﺣَﺎﻝُ ﺇِﻻَّ ﺇِﻟَﻰ ﺛَﻼَﺛَﺔِ ﻣَﺴَﺎﺟِﺪَ : ﻣَﺴْﺠِﺪِﻱْ ﻫَﺬَﺍ، ﻭَﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍﻟْﺤَﺮَﺍﻡِ، ﻭَﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﺍْﻷَﻗْﺼَﻰ
“Tidak boleh mengadakan safar (perjalanan dengan tujuan beribadah) kecuali ketiga masjid, yaitu mesjidku ini (masjid Nabawi), masjidil Haram dan masjidil Aqsha”.
Adapun adab ziarah kubur, kaum muslimin dianjurkan ziarah ke pemakaman kaum muslimin dengan mengucapkan salam dan mendo’akan agar dosa-dosa mereka diampuni dan diberikan rahmat oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Wallaahu a’lam bish shawab.
MARAJI’
1.Tafsir Ibni Katsir, cet. Daarus Salam, th. 1413 H.
2. Shahih al-Bukhari.
3. Shahih Muslim.
4. Sunan Abi Dawud.
5. Sunan an-Nasaa-i.
6. Sunan Ibni Majah.
7. Musnad Imam Ahmad.
8. Sunanul Kubra’, oleh al-Baihaqy.
9. Al-Mustadrak, oleh Imam al-Hakim.
10. Syu’abul Iman, oleh Imam al-Baihaqy.
11. Dha’if Jami’ush Shaghir, oleh Imam Muhammad Na-shiruddin al-Albany.
12. Misykatul Mashabih, tahqiq: Imam Muhammad Na-shiruddin al-Albany.
13. Al-Kamil fii Dhu’afaa-ir Rijal, oleh Imam Ibnu ‘Ady.
14. Mizaanul I’tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: ‘Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
15. Lisanul Mizan, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
16. Ahkamul Janaa-iz wa Bida’uha, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah al-Ma’arif.
17. Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq dan ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan Muhammad Zuhair asy-Syawaisy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1403 H.18. Fat-hul Majiid Syarh Kitaabit Tauhiid, oleh Syaikh ‘Ab-durrahman bin Hasan Alu Syaikh, tahqiq: Dr.Walid bin ‘Abdirrahman bin Muhammad Alu Furayyan.
(Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M)
_______
Footnote
Fat-hul Majiid Syarh Kitaabit Tauhiid hal. 18: "Sebab kekufuran anak Adam dan mereka meninggalkan agama mereka adalah karena ghuluw (berlebihan) kepada orang-orang shalih”. Dan bab 19: “Ancaman keras kepada orang yang beribadah kepada Allah disisi kubur orang yang shalih, bagaimana jika ia menyembahnya ??!”. Ditulis oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, wafat th. 1285 H, tahqiq: Dr. Walid bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Alu Furayyan.
(HR. Al-Bukhari [no. 435, 1330, 1390, 3453, 4441], Muslim [no. 531] Ahmad [I/218, VI/21, 34, 80, 255], dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha. HR. Al-Bukhari [no. 1189] dan Muslim [no. 1397 (511] dari Abu Hu-rairah Radhiyallahu ‘anhu dan diriwayatkan juga oleh al-Bukhari [no. 1197, 1864, 1995] dan Muslim [no. 827] dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, derajatnya mutawatir. Lihat Irwaa-ul Ghaliil [III/226, no. 773]. Silahkan merujuk kepada kitab Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah [hal. 97-99.]).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar