DIALOG IKHWAN DENGAN QUBURIYYUN
Alkisah…
Suatu ketika, tersebutlah seorang QUBURIYYUN mengajak seorang IKHWAN SALAFI ke sebuah kuburan keramat.
IKHWAN: “Lho… koq kita malah kemari...??”.
QUBURIYYUN: “Iya…mampir sebentar. ada sedikit keperluan."
IKHWAN: “Ada keperluan apa di kuburan malam-malam begini...?”.
QUBURIYUUN: “Besok pagi kita kan mau pergi safar, jadi kita perlu ziarah kemari”.
IKHWAN: “Memang apa hubungannya pergi safar dengan ziarah kubur...?”.
QUBURIYYUN: “Ya ada supaya kepergian kita nanti lebih selamat dan dimudahkan Allah”.
IKHWAN: “Lho...? Kalau ingin selamat dan dimudahkan kenapa tidak berdo’a dan minta langsung kepada Allah saja...? kenapa harus ada acara ke kuburan...? ”.
QUBURIYYUN: “Ziarah kubur itu dianjurkan dalam Islam, banyak dalilnya. jangan seperti Salafi yang melarang ziarah kubur…!!”.
IKHWAN: "Salafi melarang ziarah kubur...? kata siapa...? Ingat saudaraku, ziarah kubur adalah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam, dan banyak sekali-dalil yang menerangkannya, dari sepengetahuan saya bahwa Salafi tidak ada yang melarang untuk ziarah kubur, bahkan Salafi juga ziarah kubur, yang melarang bukan Salafi, tapi Allah dan Rasul-Nya yaitu jenis ziarah kubur yang menyelisihi syari’at”.
QUBURIYYUN: “Emang seperti apa ziarah kubur yang syari’at...?”.
IKHWAN: “Kita dianjurkan ziarah kubur hanya sebatas mengucapkan salam kepada penghuni kubur dan mendo’akannya, selain itu untuk mengingatkan kita kepada kematian”.
QUBURIYYUN: “Nah, saya juga seperti itu ziarah kuburnya. jadi ziarah saya ini sesuai syari’at, terus kenapa kamu mempermasalahkannya...?”.
IKHWAN: “Bukankah tadi kamu mengatakan, bahwa niatmu ziarah kubur disini supaya kepergian kita besok bisa lebih selamat dan dimudahkan Allah...?”.
QUBURIYYUN: “Iya, bukankah itu termasuk dari memohon permintaan dan berdo’a juga...? apa yang salah...?”.
IKHWAN: “Berarti kamu meminta keselamatan dan kemudahan kepada orang yang sudah meninggal atau penghuni kubur ini, hati-hati wahai saudaraku perbuatan yang seperti itu nanti malah akan menjatuhkan kamu ke dalam perkara *syirik*, karena meminta keselamatan dan kemudahan kepada selain Allah. Bukankah yang bisa memberikan keselamatan dan kemudahan hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala...?”.
QUBURIYYUN: “Saya tidak meminta keselamatan dan kemudahan kepada penghuni kubur ini, Saya juga tahu bahwasanya hanya Allah yang mampu memberikan keselamatan dan kemudahan“.
IKHWAN: “Kalau kamu mengetahuinya, lantas kenapa harus mendatangi kuburan ini untuk minta keselamatan..?? Kenapa tidak berdo’a langsung kepada Allah di rumah atau dimesjid saja...?”.
QUBURIYYUN: “Saya hanya bertawassul (menjadikan wasilah/perantara) kepada penghuni kuburan ini. karena pemiliki kuburan ini adalah orang shalih atau wali Allah, saya meminta kepada penghuni kubur ini agar mendo’akan atau menyampaikan permintaan saya kepada Allah. saya tidak meminta langsung kepada penghuni kubur ini, tapi hanya menjadikan dia sebagai perantara saja”.
IKHWAN: “Kenapa kamu menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara...? bukankah dia sendiri sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang ? Ketika orang ini masih hidup saja, dia tidak mampu memberi kamu keselamatan, apalagi ketika dia telah meninggal, itu lebih tidak mampu lagi. hanya Allah yang mampu memberi keselamatan dan atas izin-Nya”.
QUBURIYYUN: “Kamu jangan berkata seperti itu, penghuni kubur ini adalah orang shalih, nanti kamu bisa kualat jika berkata seperti itu...!! Wali Allah itu tidak sama dengan orang biasa”.
IKHWAN : “ Wahai saudaraku…itu namannya pengkultusan kepada makhluk, sedangkan perbuatan seperti itu di larang dalam agama, bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri adalah manusia yang paling mulia dimuka bumi ini saja tidak mau dikultuskan apalagi penghuni kuburan yang kita ziarahi ini yang hanya manusia biasa dan belum ada jaminan surga ? Tahukah kamu Rasulullah telah melarang ummatnya untuk mengkultuskan beliau secara berlebih-lebihan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
ﺗُﻄْﺮُﻭﻧِﻲ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻃْﺮَﺕْ ﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﺍﺑْﻦَ ﻣَﺮْﻳَﻢَ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﺃَﻧَﺎ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻓَﻘُﻮﻟُﻮﺍ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ
“Janganlah kalian memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani memuji Isa alaihissalam putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba Allah, maka panggillah aku dengan hamba Allah dan Rasulullah ”.
(HR. Al-Bukhari no. 3261).
Jadi mengkultuskan beliau saja yang jelas-jelas adalah Rasul Allah kita tidak boleh, apalagi sampai mengkultuskan penghuni kubur ini yang notabene adalah manusia biasa. Untuk itu lebih baik kita berdo’a dan meminta langsung kepada Allah subhanahu wa ta’ala secara langsung tanpa melalui perantara kepada siapapun apalagi kepada orang yang sudah meninggal sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’la berfirman:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺑُّﻜُﻢُ ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢ
“Dan Rabbmu berfirman : Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
(QS. Al-Mukmin : 60).
Dalam ayat yang lain Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟَﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ ﻋَﻨِّﻲ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺮِﻳﺐٌ ﺃُﺟِﻴﺐُ ﺩَﻋْﻮَﺓَ ﺍﻟﺪَّﺍﻉِ ﺇِﺫَﺍ ﺩَﻋَﺎﻥِ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﺠِﻴﺒُﻮﺍ ﻟِﻲ ﻭَﻟْﻴُﺆْﻣِﻨُﻮﺍ ﺑِﻲ ﻟَﻌَﻠَّﻬُﻢْ ﻳَﺮْﺷُﺪُﻭﻥَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
(QS. Al-Baqarah : 186).
Dan disebutkan dalam Sunan ibnu Majah dari Hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu dia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺎَٔﻝِ ﺍﻟﻠﻪ ﻳَﻐْﻈَﺐْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
“Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala murka kepadanya”.
(HR. Ibnu Majah dan lainnya).
QUBURIYYUN: “Kamu telah keliru dalam memahami makna tawassul. Sesungguhnya bila ada salah seorang diantara kita mempunyai urusan dengan seorang raja atau penguasa atau menteri yang memiliki kedudukan yang sangat besar, maka ia tidak mungkin menghadap kepadanya secara langsung, karena ia merasa tidak akan diperhatikan nantinya. makanya kita mencari seorang yang dikenal oleh raja tersebut, yang dekat dengannya, yang di dengar olehnya, lalu kita jadikan dia sebagai perantara antara kita dengan raja atau penguasa itu. dengan begitu, niscaya urusan kita akan diperhatikan oleh raja. Begitu juga halnya antara saya dengan orang shalih tersebut, yang mana orang shalih itu adalah perantara saya dalam meminta kepada Allah”.
IKHWAN: “Astaghfirullah…!! Tidakkah kamu sadar atas ucapan itu, bahwa sesungguhnya kamu baru saja menyamakan Allah dengan makhluk-Nya…?? Bahkan menyamakan Allah dengan makhluk-Nya yang zhalim dan keji…!! wal iyadzubillah…!! ”.
QUBURIYYUN: “Maksudnya ? saya tidak ada menyamakan Allah dengan makhluknya. saya hanya mengambil Qiyas, bukankah Qiyas juga merupakan sumber hukum...?”.
IKHWAN: “Perlu di ketahui dalam masalah Qiyas ini, memang ada disebagian ulama belakangan yang membolehkan Qiyas untuk menentukan perkara ibadah, namun jumhur ulama mengatakan bahwa Qiyas tidak bisa di jadikan dalil dalam agama, sebagaimana yang berlaku di zaman para shahabat dan para salafus shalih terdahulu tidak menggunakannya. Kalau dianggap dalil, maka itupun jika keadaan darurat, ingatlah...Islam tegak hanya diatas dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah shahih setelah itu ijma’, jika ibadah dibawa ke dalam Qiyas, maka akan rusaklah agama ini, karena dengan begitu tentu setiap orang akan bisa berbuat sesuka hatinya dan sekehendak hawa nafsunya dalam beragama, pada akhirnya timbullah seperti sekarang ini banyak ibadah-ibadah tambahan, bercampur aduk yang tidak ada asal-usulnya sama sekali, berdalil hanya dengan hawa nafsu, inilah diantara penyebab agama ini menjadi rusak sebagai mana Rasulullah shalalluhu ‘alaihi wa salam bersabda:
”Yang menyebakan agama ini cacat ialah hawa nafsu“.
(HR. Asysyhaab).
Ketahuilah bahwa agama ini sudah sempurna sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah ayat 3,
Allah ta'ala berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Alyawma akmaltu lakum diiynakum wa-atmamtu ‘alaykum ni’matiiy warodhiiytu lakumu al-islaa ma diiyna
"Pada hari ini telah ku sempurnakan untukmu agamamu, telah kucukupkan nikmatku untuk kalian, dan ku ridhoi Islam sebagai agama kalian"
Jadi agama ini telah sempurna tidak perlu ada tambahan-tambahan ibadah baru lagi, jangan berkreasi atau ber inovasi dalam agama ini marilah kita cukupkan dengan apa yang sudah diberikan oleh Rasul kita Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apalagi yang kamu Qiyaskan adalah sama saja dengan menyamakan Allah dengan raja atau penguasa, yang faktanya banyak yang zhalim, diktator, sewenang wenang, dan tidak memperhatikan kemaslahatan rakyatnya, yang mana mereka telah menjadikan antara dirinya dan rakyatnya dengan tirai pemisah dan pengawal, sehingga rakyatnya tidak mungkin menghadap rajanya kecuali dengan perantara atau sarana, bahkan sering. didapati dengan suap menyuap…!! Sekiranya seseorang menghadap penguasa secara langsung, berbicara dengannya tanpa perantara atau pengawal, apakah hal itu bukan sikap yang lebih sempurna dan lebih terpuji baginya, ataukah ketika ia menghadapnya dengan cara perantara yang kemungkinan butuh waktu yang terkadang panjang dan terkadang pendek...? ”.
QUBURIYYUN: "(Terdiam sejenak sambil nelan ludah)".
IKHWAN: “Kamu tahu dengan khalifah ’Umar ibnu Al-Khathab radhiyallahu ‘anhuma, bukan...? Beliau adalah salah satu khalifah kebanggaan ummat muslim dipenjuru dunia ini, beliau adalah termasuk makhluk termulia dimuka bumi ini setelah Rasulullah dan Abu bakar yang sudah di jamin surga, beliau sebagai khalifah yang sangat dekat dengan rakyatnya, sehingga orang yang miskin atau lemah, sekalipun mampu bertemu secara langsung dan bercakap cakap dengan beliau, tanpa harus ada perantara atau pengawal. maka perhatikanlah, apakah penguasa yang seperti ini lebih baik dan lebih utama ataukah penguasa yang menjadi acuan Qiyas kamu terhadap Allah yang harus melalui perantara ? Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya yaitu penguasa yang adil saja sangat di larang, apalagi menyerupakan Allah dengan penguasa yang zhalim, jahat atau buruk..?!”.
QUBURIYYUN: “Baiklah kalau begitu, bukankah tidak ada dalil yang melarang bertawassul kepada orang yang sudah meninggal...? jika hal itu dilarang, mana dalilnya..?”.
IKHWAN: “Dengar wahai saudaraku…tawassul merupakan salah satu bentuk dari ritual ibadah, jadi segala macam bentuk ibadah itu harus disertai dalil. Ada kaidahnya para ulama dalam kaidah Ushul Fiqih yang berbunyi:
ﻓَﺎﻷَﺻْﻞُ ﻓَﻲ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟﺒُﻄْﻼَﻥُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮْﻡَ ﺩَﻟِﻴْﻞٌ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻷَﻣْﺮِ
”Bahwa hukum asal semua ibadah itu adalah terlarang sampai ada dalil yang memerintahkan-Nya“.
Kalau tawasul itu boleh dilakukan dengan berpendapat karena hal itu tidak ada dalil yang melarangnya, baiklah, saya mau bertanya beranikah anda melakukan adzan dan iqomah ketika sholat Iedhul Fitr atau sholah Tarawih ? Kalo berani silahkan lakukan saya mau lihat karena itu juga tidak ada larangannya ! Begitupun dalam shalat Maghrib yang asal perintahnya adalah tiga raka’at kemudian kita tambah menjadi empat raka’at apakah itu juga boleh...? Atau misalnya dalam shalat Shubuh yang asalnya di kerjakan hanya dua raka’at kemudian kita tambah satu raka’at hingga menjadi tiga raka’at, apakah itu juga boleh...? Bukankah jika kita tambah rakaatnya di kedua waktu sholat itu juga tidak ada larangannya ? Tapi kenapa semua ibadah itu kita tidak di bolehkan menambahkannya ? Bahkan melakukanyapun kita berdosa...? Jawabnya, karena jelas itu tidak ada perintahnya dari Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, seyogyanya dalam melakukan sesuatu amalan itu harus berdasarkan ada perintah dalam syari'at-Nya dan janganlah menganggap semuanya boleh di kerjakan tanpa ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya, jika setiap amalan yang tidak ada perintahnya baik dalam Al-Qur’an maupun dalam As-Sunnah sudah jelas artinya itu adalah amalan yang mengada-ada atau membuat-buat sendiri (Bid'ah), perbuatan seperti ini tidak akan bermanfaat bahkan sesat dan berdosa, sebagaimana Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻰ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya dariku, maka perkara tersebut tertolak”.
(HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).
Dalam riwayat lain dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻣْﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak”.
(HR. Muslim no. 1718
Masih banyak hadits-hadits Rasulullah lainnya yang melarang berbuat bid'ah termasuk atsar dari para shahabat tapi dengan dua hadits yang saya sampaikan ini rasanya sudah mencukupi.
QUBURIYYUN: “Kamu ternyata adalah orang yang cukup berilmu saudaraku, tapi baiklah…dengarkan, bahwa sudah banyak kejadian, dan ini nyata, yaitu banyak orang yang datang ke kuburan ini kemudian bertawassul kepada penghuni kubur ini, lalu tidak lama kemudian permintaan dan do'anya terkabul dagangan sepi kemudian datang kekuburan ini dagangan jadi laris manis, ingin punya anak datang kesini akhirnya terkabul punya anak, ingin dapat jodoh pun banyak yang akhirya segera nikah setelah ziarah kesini, para caleg pun banyak yang berhasil setelah datang kesini, dan masih banyak lagi contohnya, ini benar-benar terjadi, sehingga semakin banyak orang yang mendatangi kuburan ini kemudian hajat dan do'a-do'a mereka banyak yang terkabul, seandainya tawassul seperti itu salah, lantas kenapa Allah mengabulkan permintaan mereka ? ”.
IKHWAN: “Terkabulnya do’a dan permintaan-permintaan seperti itu adalah ujian dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk orang-orang tersebut, dan bukan berarti perbuatan tersebut merupakan tolak ukur kebenaran, apalagi jika orang-orang menyangka ini semua karena sebab penghuni kubur ini yang memiliki keutamaan dan karomah, tidak seperti itu, itu adalah pemahaman yang keliru. yang perlu kamu ketahui juga, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala juga memberikan ujian kepada hamba-Nya dengan cara memudahkan kemaksiatan untuknya. Dan ini adalah suatu perkara yang terjadi pada ummat-ummat terdahulu dan juga pada ummat ini ".
QUBURIYYUN: “Maksudnya...? saya belum paham…?!”.
IKHWAN: “Saya kasih contoh…salah satu ujian dari Allah dengan cara memberikan kemudahan dalam bermaksiat adalah seperti kisahnya Bani Isra'il yang melanggar aturan pada hari Sabtu (Lihat QS. Al-A’raf : 163). Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan Bani Isra'il untuk memancing ikan pada hari Sabtu, dan mereka tetap dalam kondisi seperti itu beberapa waktu lamanya. kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menguji mereka dengan adanya ikan-ikan besar pada hari Sabtu, ikan-ikan besar itu muncul dengan sangat banyak kepermukaan laut pada hari Sabtu, sedangkan di hari lainnya tidak mereka dapati. maka Bani Isra'il membuat tipu daya dan strategi. mereka kemudian meletakkan jaring dan memasangnya pada hari Jum’at, lalu jika ikan-ikan itu muncul pada hari Sabtu pastilah ikan-ikan itu akan terperangkap dan mereka tidak akan bisa keluar dari jaring itu. dan bila hari Ahad tiba, maka mereka pergi mengambil jaring tersebut dan mendapatkan banyak ikan di dalamnya. dengan tipu daya mereka akhirnya Allah meng-Adzab mereka dengan merubahnya menjadi kera.
Nah, begitupun halnya dengan do’a-do’a mereka yang di kabulkan oleh Allah karena tawassulnya kepada orang yang sudah meninggal. Allah subhanahu wa ta’ala sengaja memberikan ujian kepada mereka dengan memberikan kemudahan dalam bermaksiat, hingga tiba akan waktunya datang adzab dari Allah berupa berbagai macam musibah atas diri mereka, ini nyata dan banyak terjadi…Wallahul musta’an”.
QUBURIYYUN : "Astaghfirullaah...
QUBURIYYUN : "Lalu bagaimana dengan surat Al Imran ayat 169 yang artinya: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki." bukankah berarti orang-orang shalih yang mati itu masih hidup bahkan masih mendapatkan rejeki.
IKHWAN : "Masyaa Allah...saya pernah melihat tulisan ayat ini di pajang ditempat pemakaman ketika saya masih dikampung dulu sehingga siapapun yang ziarah pasti akan membacanya, ayat itu dianggap sebagai senjata pamungkas oleh orang-orang yang suka tawasul kepada kuburan untuk melegalkan tawasul ini, ini adalah sebuah kekeliruan besar bagi kalian yang menafsirkan ayat sekehendak hawa nafsu sendiri, bagi orang awam ayat itu nampak meyakinkan seolah itu adalah benar dalil akan bolehnya tawasul kepada kuburan, padahal itu sangat keliru sejauh-jauhnya. Tahukah anda bahwa para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para ulama ahlusunnah dahulu telah lebih dahulu mengetahui ayat itu daripada kita tapi tidak ada satupun dari mereka yang menjadikan ayat itu sebagai dalil bolehnya bertawasul kepada penghuni kubur, begitupun para ahli tafsir tidak ada satupun yang menafsirkan surat Al Imran ayat 169 itu sebagai ayat tawasul. Anda harus tahu dulu asbabun nuzul tentang ayat itu, akan saya jelaskan secara ringkasnya saja tentang asal usul turunnya ayat itu agar anda pahami, untuk anda ketahui bahwa asbabun nuzul ayat itu dikisahkan dalam riwayat Abu Dawud ceritanya tentang ayahnya Jabir bin Abdillah yaitu Abdullah bin Harom radhiyallahu 'anhu, Abdullah bin Harom itu cintanya sama mati syahid sangat luar biasa, ketika ayahnya Jabir bin Abdullah yang bernama Abdullah bin Harom gugur dalam perang yaitu dalam perang Uhud itu lalu kata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Allah berbicara langsung sama Abdullah bin Harom tanpa hijab alias face to face itulah kehebatan Abdullah bin Harom yang bisa bertemu langsung sama Allah tanpa hijab, lalu Allah menawarkan beberapa permintaan kepada Abdullah bin Harom lalu Abdullah bin Harom memohon kepada Allah agar dia dihidupkan lagi agar bisa ikut berperang dan bisa mati syahid lagi, tapi kata Allah ta'ala itu tidak bisa karena hidup dan matinya manusia sudah ketetapanku mintalah yang lain, lalu Allah memberi segala kenikmatan kepada Abdullah bin Harom akhirnya turunlah surat Al Imron ayat 169 itu, jadi tidak ada satu riwayatpun yang menerangkan bahwa ayat itu adalah dalil bolehnya meminta kekuburan. Seandainya ayat itu adalah dalil bolehnya meminta kepada ahli kubur namun mereka tidak bisa memenuhi permintaan orang yang masih hidup sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain dalam surat Al Fathir 14 bahwa dikatakan seandainya ahli kubur bisa mendengar maka mereka tidak bisa memenuhi permintaan orang yang masih hidup, dan dalam ayat itu pun tidak ada kalimat seperti mintalah kepadaku pasti akan aku kabulkan keinginanmu. Demikian saudaraku.agar dapat anda pahami.
QUBURIYYUN: “Astaghfirullah…berarti saya selama ini sudah melakukan suatu kebodohan karena telah taqlid (membeo) kepada para kyai-kyai saya tanpa mengkaji lagi akan kebenaran dalil-dalil tersebutl, lantas bagaimana halnya dengan dalil-dalil yang lainnya menyebutkan tentang bolehnya tawassul kepada orang yang sudah meninggal itu..?”.
IKHWAN: “Untuk membahas masalah dalil-dalil tersebut ada waktu tersendiri untuk membahas dalil-dalil tersebut, dan itu butuh waktu yang luang dan panjang".
Intinya, seluruh dalil yang di pakai oleh orang-orang yang membolehkan tawassul dengan orang yang telah mati, ada dua kemungkinan:
1. Dalil itu dha’if (lemah) dan dalilnya maudhu’ (palsu) atau hadits dha’if dan palsu namun lafadznya sesuai kemauan mereka.
2. Dalil itu shahih, tetapi di fahami dengan keliru (salah dalam pendalilan atau haditsnya shahih yang maknanya sengaja di pelintir kesana-kemari untuk melegalisasi atas perbuatan mereka yang rusak).
Atsar-atsar yang membolehkan Tawasul (meminta kepada penghuni kuburan) itu pada umumnya Dho'if (lemah) bahkan Maudhu' (palsu) karena semuanya bertentangan dengan Al-Qur’an. Salah satunya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺭَﺑُّﻜُﻢُ ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ۚ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ
"Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
(QS. Al-Mu'min Ayat : 60).
Ketahuilah saudaraku, sesungguhnya penghuni kubur ini sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi. semua amalan-amalanya telah terputus, kecuali hanya tiga perkara yaitu anak yang shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya, ilmu yang bermanfaat, dan amal Jariyyah.
Seharusnya kamu lah yang mendo’akannya agar dia selamat dari adzab kubur dan api neraka, bukan sebaliknya kamu yang malah meminta dia untuk mendo’akan kamu, terbalik itu …!
Penghuni kubur justru sangat membutuhkan do’a dari kita yang masih hidup, karena kita tidak tahu apa yang dia alami di dalam kubur ini. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan ummatnya jika kita memasuki kuburan agar kita mendo’akannya, inilah ziarah kubur yang di Syari’atkan dan yang Islami.
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Wahai Rasulullah apakah yang harus aku ucapkan kepada mereka (kaum Muslimin, bila aku menziarahi mereka) ?”. - Beliau menjawab: “Katakanlah:
ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻻَﺣِﻘُﻮْﻥَ ﻧَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ .
”Semoga di curahkan kesejahteraan atas kalian wahai ahli kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Dan mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada orang yang telah mendahului kami dan kepada orang yang masih hidup dari antara kami dan in syaa Allah kami akan menyusul kalian“.
(HR. Ahmad VI/221, Muslim no. 974 dan An-Nasa-i IV/93, dan lafazdh ini milik Muslim).
Buraidah radhiallahu ‘anhu berkata:
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada mereka (para shahabat) apabila mereka memasuki pemakaman (kaum muslimin) hendaknya mengucapkan:
ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻫْﻞَ ﺍﻟﺪِّﻳَﺎﺭِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢْ ﻻَﺣِﻘُﻮْﻥَ ﻧَﺴْﺄَﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻌَﺎﻓِﻴَﺔَ .
”Mudah-mudahan di curahkan kesejahteraan atas kalian, wahai ahli kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian. Kami mohon kepada Allah agar mengampuni kami dan kalian“.
(HR. Al-Imam Muslim no.975, an-Nasa-i IV/94, ibnu Majah no.1547, Ahmad V/353, 359 dan 360. Lafazdh Hadits ini adalah lafazdh ibnu Majah, shahih).
Dari ‘Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila selesai menguburkan mayat, beliau berdiri lalu bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintalah keteguhan, sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya”.
(HR. Abu Dawud dan Hakim).
Selain itu bahwa penghuni kubur ini sudah tidak bisa mendengar perkataan apa-apa dari manusia yang hidup, sebagai mana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺴْﺘَﻮِﻱ ﺍﻟْﺄَﺣْﻴَﺎﺀُ ﻭَﻟَﺎ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﺕُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺴْﻤِﻊُ ﻣَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧْﺖَ ﺑِﻤُﺴْﻤِﻊٍ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘُﺒُﻮﺭِ
“Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar“.
(QS. Al-Faathir : 22).
Dan andaikan mereka penghuni kubur bisa mendengar seruan dari orang yang hidup, merekapun tidak sanggup berbuat apa-apa.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﺗَﺪْﻋُﻮﻫُﻢْ ﻻَ ﻳَﺴْﻤَﻌُﻮﺍْ ﺩُﻋَﺂﺀَﻛُﻢْ ﻭَﻟَﻮْ ﺳَﻤِﻌُﻮﺍْ ﻣَﺎ ﺍﺳْﺘَﺠَﺎﺑُﻮﺍْ ﻟَﻜُﻢْ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻳَﻜْﻔُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺸِﺮْﻛِـﻜُﻢْ ﻭَﻻَ ﻳُﻨَﺒّﺌُﻚَ ﻣِﺜْﻞُ ﺧَﺒِﻴﺮٍ
”Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu ; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang di berikan oleh yang maha mengetahui“.
(QS. Al–Fathir : 14).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﺃَﻣَّﻦ ﻳُﺠِﻴﺐُ ﺍﻟْﻤُﻀْﻄَﺮَّ ﺇِﺫَﺍ ﺩَﻋَﺎﻩُ ﻭَﻳَﻜْﺸِﻒُ ﺍﻟﺴُّﻮﺀَ ﻭَﻳَﺠْﻌَﻠُﻜُﻢْ ﺧُﻠَﻔَﺎﺀ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺃَﺇِﻟَﻪٌ ﻣَّﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣَّﺎ ﺗَﺬَﻛَّﺮُﻭﻥَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan Kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain) ? amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)”.
(QS. An-Naml : 62).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﺇِﻧّﻚَ ﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰَ ﻭَﻻَ ﺗُﺴْﻤِﻊُ ﺍﻟﺼّﻢّ ﺍﻟﺪّﻋَﺂﺀَ ﺇِﺫَﺍ ﻭَﻟّﻮْﺍْ ﻣُﺪْﺑِﺮِﻳﻦ
”Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang“.
(QS. An-Naml ayat : 80).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﻭَﻻَ ﺗَﺪْﻉُ ﻣِﻦ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻣَﺎ ﻻَ ﻳَﻨﻔَﻌُﻚَ ﻭَﻻَ ﻳَﻀُﺮُّﻙَ ﻓَﺈِﻥ ﻓَﻌَﻠْﺖَ ﻓَﺈِﻧَّﻚَ ﺇِﺫًﺍ ﻣِّﻦَ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤِﻴﻦ
”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim“.
(QS. Yunus : 106).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﺿَﻞُّ ﻣِﻤَّﻦْ ﻳَﺪْﻋُﻮ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﻦْ ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘَﺠِﻴﺐُ ﻟَﻪُ ﺇِﻟَﻰٰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻫُﻢْ ﻋَﻦْ ﺩُﻋَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻏَﺎﻓِﻠُﻮﻥَ
”Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do’anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do’a mereka“.
(QS. Al-Ahqaaf : 5).
Adapun mayit yang mendengar suara langkah orang yang mengantarnya (ketika berjalan meninggalkan kuburnya) setelah dia di kubur, maka itu adalah pendengaran khusus yang di tetapkan oleh Nash (dalil), dan tidak lebih dari itu (tidak lebih dari sekedar mendengar suara terompah mereka) tidak mendengar suara yang lain, karena hal itu di perkecualikan dari dalil-dalil yang umum yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal tidak bisa mendengar (suara orang yang masih hidup), sebagaimana yang telah lalu.
Dan sekali lagi janganlah kita terjebak dengan perbuatan yang tidak pernah disyari’atkan dalam agama, apalagi memohon do’a ke kuburan seperti ini, karena kalau tidak kita akan tergolong orang yang telah berbuat kesyirikan ... na'uzubillahi minzalik…mari kita bertaubat dan hindari perbuatan seperti ini. Dan ancaman dosa syirik ini telah banyak di sebutkan dalam Al-Qur'an di antarannya, Allah subhanahu wa ta’ala:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻻ ﻳَﻐْﻔِﺮُ ﺃَﻥْ ﻳُﺸْﺮَﻙَ ﺑِﻪِ ﻭَﻳَﻐْﻔِﺮُ ﻣَﺎ ﺩُﻭﻥَ ﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺸَﺎﺀُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻘَﺪِ ﺍﻓْﺘَﺮَﻯ ﺇِﺛْﻤًﺎ ﻋَﻈِﻴﻤًﺎ ( ٤٨)
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) jika Dia (Allah) di persekutukan dengan yang lain, dan Dia (Allah) mengampuni segala dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang di kehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar".
(QS. An Nisaa' : 48).
Quburiyyun: ” %&$#@+:?/#….Glekk !! ”
__________________
Semoga simulasi dialog ini dapat di ambil pelajaran dan manfaatnya. Hanya pada Allah subhanahu wa ta’ala kita memohon hidayah dan pentunjukNya.
Dinukil dari beberapa sumber.
Senin, 17 September 2018
Rabu, 12 September 2018
HUKUM MEMAKAI SORBAN
HUKUM MEMAKAI SORBAN
Sorban atau serban atau turban adalah salah satu jenis pakaian yang dikenakan di kepala, biasanya berupa kain yang digelung atau diikat di kepala. Dalam bahasa arab disebut imamah. Yang sejenis dengan imamah juga ghuthrah dan syimagh. Ghuthrah biasanya berwarna putih, di pakai di atas peci. Sedangkan syimagh itu mirip seperti ghuthrah, namun ada corak-corak merah.
Tidak diragukan lagi bahwa sorban dan sejenisnya ini awalnya berasal dari budaya Arab. Namun yang menjadi masalah sekarang, apakah memakai sorban ini dikatakan pakaian yang Islami ? Karena jika kita katakan memakai sorban atau imamah adalah pakaian Islami artinya ini dianjurkan dan diajarkan oleh Islam. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari Islam”. Dan apakah memakai sorban ini lebih utama dan dinilai sebagai ibadah yang berpahala ?
HADITS-HADITS IMAMAH
Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam biasa memakai imamah. Diantaranya shahabat ‘Amr bin Harits menyatakan:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خطب الناسَ وعليه عمامةٌ سوداءُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam pernah berkhutbah di hadapan orang-orang dengan memakai sorban Hitam di kepalanya”.
(HR. Muslim 1359)
Demikian juga hadits mengenai mengusap imamah ketika wudhu', dari Al Mughirah bin Syu’bah beliau mengatakan:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ توضأ . فمسح بناصيتِه . وعلى العمامَةِ . وعلى الخُفَّينِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam pernah berwudhu' beliau mengusap jidatnya dan imamah-nya serta mengusap kedua khuf-nya”.
(HR. Muslim 274)
Juga hadits dari Abu Sa’id Al Khudri mengenai doa memakai baju baru:
كان رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذا استجدّ ثوبا سمّاهُ باسمهِ عمامةً أو قميصا أو رداءً ثم يقول اللهمّ لكَ الحمدُ أن كسوتنِيهِ أسألكُ خيرهُ وخيرَ ما صُنِعَ لهُ وأعوذُ بكَ من شرّهِ وشرّ ما صُنِعَ لهُ
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam jika memakai pakaian baru, beliau menamainya, baik itu imamah, gamis atau rida, kemudian berdoa: ”Ya Allah segala puji bagi-Mu atas apa yang engkau pakaikan padaku ini. Aku memohon kebaikan darinya dan dari apa yang dibuatnya. Dan aku memohon perlindungan dari kejelekannya dan kejelekan yang dibuatnya”.
(HR. At Tirmidzi 1767, ia berkata: “Hasan gharib shahih”)
dan hadits-hadits lainnya.
HUKUM MEMAKAI IMAMAH
Pada asalnya, hukum suatu model pakaian adalah mubah-mubah saja. Namun mengingat adanya beberapa hadits yang menyebutkan kebiasaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam memakai imamah, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya apakah mubah saja ataukah sunnah ? Sebagian ulama menyatakan hukumnya sunnah, dalam rangka meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam. Namun yang rajih, hukum memakai imamah adalah mubah saja, tidak sampai sunnah dan tidak bernilai ibadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam memakai imamah hanya sekedar kebiasaan atau adat orang setempat, bukan dalam rangka taqarrub atau ibadah. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “Imamah, paling maksimal bisa jadi hukumnya mustahab (sunnah). Namun yang rajih, memakai imamah adalah termasuk sunnah ‘adah (adat kebiasaan), bukan sunnah ibadah (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/253, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480).
Apakah Memakai Imamah Lebih Utama ?
Jika seseorang tinggal di daerah yang mayoritas masyarakatnya biasa memakai sorban atau sejenisnya, atau jika tidak memakai sorban di daerah tersebut malah jadi perhatian orang-orang, maka lebih utama memakai sorban. Adapun jika masyarakat setempat tidak biasa dengan sorban, maka ketika itu tidak utama memakai sorban, karena membuat pemakainya menjadi perhatian sehingga termasuk dalam ancaman pakaian syuhrah. Sebagaimana hadits:
من لبِسَ ثوبَ شُهرةٍ في الدُّنيا ألبسَه اللَّهُ ثوبَ مذلَّةٍ يومَ القيامةِ
“barangsiapa memakai pakaian syuhrah di dunia, Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan di hari kiamat”
(HR. Ahmad 9/87. Ahmad Syakir menyatakan: “shahih”).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, “Memakai imamah bukanlah sunnah. Bukan sunnah muakkadah ataupun sunnah ghayru muakkadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam dahulu memakainya dalam rangka mengikuti adat pakaian yang dikenakan orang setempat pada waktu itu. Oleh karena itu tidak ada satu huruf pun dari hadits yang memerintahkannya. Maka memakai imamah termasuk perkara adat kebiasaan yang biasa dilakukan orang-orang. Seseorang memakainya dalam rangka supaya tidak keluar dari kebiasaan orang setempat, sehingga kalau memakai selain imamah, pakaiannya malah menjadi pakaian syuhrah. Jika orang-orang setempat tidak biasa menggunakan imamah maka jangan memakainya. Inilah pendapat yang rajih dalam masalah imamah” (dinukil dari Fatawa IslamWeb no. 138986).
Memakai imamah di daerah yang masyarakat biasa memakainya itu lebih utama, dalam rangka menyelisihi orang kafir. Sehingga dari penampilan saja bisa terbedakan mana orang kafir dan mana orang Muslim. Syaikh Al Albani menyatakan, “Seorang Muslim lebih butuh untuk memakai imamah di luar shalat daripada di dalam shalat, Karena imamah adalah bentuk syiar kaum Muslimin yang membedakan mereka dengan orang kafir. Lebih lagi di zaman ini, dimana model pakaian kaum Mu’minin tercampur baur dengan orang kafir” (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/254, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480).
Hukum Ghuthrah, Syimagh dan Penutup Kepala Lainnya
Lalu bagaimana hukum ghuthrah, syimagh dan penutup kepala lainnya yang ada dimasing-masing daerah ?
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi menjelaskan, “ghuthrah disebut juga khimar, yaitu penutup kepala yang umum dipakai (orang Arab dan Mesir). Dan ada hadits bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam ketika wudhu' beliau mengusap khimarnya. Apakah khimar di sini adalah imamah ataukah sekedar sesuatu yang menutupi kepala ? Jawabnya, semuanya memungkinkan. Maka intinya, memakai ghuthrah hukumnya mubah saja”.
(Sumber: http://www.mostafaaladwy.com/play-6587.html).
Dari penjelasan Syaikh Musthafa di atas, dapat diambil faidah hukum memakai ghutrah atau juga syimagh dan juga penutup kepala lainnya itu sama dengan hukum imamah. Yaitu jika itu merupakan pakaian yang biasa dipakai masyarakat setempat, hukumnya mubah. Tentunya selama tidak melanggar aturan syariat, semisal tidak meniru ciri khas orang kafir, tidak menyerupai wanita dan lainnya. Dan jika menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat atau membuat pemakainya jadi perhatian orang, maka makruh atau bahkan bisa haram karena termasuk pakaian syuhrah.
Wabillahi at taufiq wa sadaad.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Di arsipkan : arie49.wordpress.com
Baca selengkapnya.
Klik https://muslim.or.id/21115-memakai-sorban-disunnahkan.html
Sorban atau serban atau turban adalah salah satu jenis pakaian yang dikenakan di kepala, biasanya berupa kain yang digelung atau diikat di kepala. Dalam bahasa arab disebut imamah. Yang sejenis dengan imamah juga ghuthrah dan syimagh. Ghuthrah biasanya berwarna putih, di pakai di atas peci. Sedangkan syimagh itu mirip seperti ghuthrah, namun ada corak-corak merah.
Tidak diragukan lagi bahwa sorban dan sejenisnya ini awalnya berasal dari budaya Arab. Namun yang menjadi masalah sekarang, apakah memakai sorban ini dikatakan pakaian yang Islami ? Karena jika kita katakan memakai sorban atau imamah adalah pakaian Islami artinya ini dianjurkan dan diajarkan oleh Islam. Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah dalam salah satu ceramahnya pernah mengatakan bahwa, “sesuatu yang dinisbatkan kepada Islam artinya ia dia diajarkan oleh Islam atau memiliki landasan dari Islam”. Dan apakah memakai sorban ini lebih utama dan dinilai sebagai ibadah yang berpahala ?
HADITS-HADITS IMAMAH
Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam biasa memakai imamah. Diantaranya shahabat ‘Amr bin Harits menyatakan:
أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خطب الناسَ وعليه عمامةٌ سوداءُ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam pernah berkhutbah di hadapan orang-orang dengan memakai sorban Hitam di kepalanya”.
(HR. Muslim 1359)
Demikian juga hadits mengenai mengusap imamah ketika wudhu', dari Al Mughirah bin Syu’bah beliau mengatakan:
أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ توضأ . فمسح بناصيتِه . وعلى العمامَةِ . وعلى الخُفَّينِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam pernah berwudhu' beliau mengusap jidatnya dan imamah-nya serta mengusap kedua khuf-nya”.
(HR. Muslim 274)
Juga hadits dari Abu Sa’id Al Khudri mengenai doa memakai baju baru:
كان رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إذا استجدّ ثوبا سمّاهُ باسمهِ عمامةً أو قميصا أو رداءً ثم يقول اللهمّ لكَ الحمدُ أن كسوتنِيهِ أسألكُ خيرهُ وخيرَ ما صُنِعَ لهُ وأعوذُ بكَ من شرّهِ وشرّ ما صُنِعَ لهُ
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam jika memakai pakaian baru, beliau menamainya, baik itu imamah, gamis atau rida, kemudian berdoa: ”Ya Allah segala puji bagi-Mu atas apa yang engkau pakaikan padaku ini. Aku memohon kebaikan darinya dan dari apa yang dibuatnya. Dan aku memohon perlindungan dari kejelekannya dan kejelekan yang dibuatnya”.
(HR. At Tirmidzi 1767, ia berkata: “Hasan gharib shahih”)
dan hadits-hadits lainnya.
HUKUM MEMAKAI IMAMAH
Pada asalnya, hukum suatu model pakaian adalah mubah-mubah saja. Namun mengingat adanya beberapa hadits yang menyebutkan kebiasaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam memakai imamah, para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya apakah mubah saja ataukah sunnah ? Sebagian ulama menyatakan hukumnya sunnah, dalam rangka meneladani Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam. Namun yang rajih, hukum memakai imamah adalah mubah saja, tidak sampai sunnah dan tidak bernilai ibadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam memakai imamah hanya sekedar kebiasaan atau adat orang setempat, bukan dalam rangka taqarrub atau ibadah. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “Imamah, paling maksimal bisa jadi hukumnya mustahab (sunnah). Namun yang rajih, memakai imamah adalah termasuk sunnah ‘adah (adat kebiasaan), bukan sunnah ibadah (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/253, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480).
Apakah Memakai Imamah Lebih Utama ?
Jika seseorang tinggal di daerah yang mayoritas masyarakatnya biasa memakai sorban atau sejenisnya, atau jika tidak memakai sorban di daerah tersebut malah jadi perhatian orang-orang, maka lebih utama memakai sorban. Adapun jika masyarakat setempat tidak biasa dengan sorban, maka ketika itu tidak utama memakai sorban, karena membuat pemakainya menjadi perhatian sehingga termasuk dalam ancaman pakaian syuhrah. Sebagaimana hadits:
من لبِسَ ثوبَ شُهرةٍ في الدُّنيا ألبسَه اللَّهُ ثوبَ مذلَّةٍ يومَ القيامةِ
“barangsiapa memakai pakaian syuhrah di dunia, Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan di hari kiamat”
(HR. Ahmad 9/87. Ahmad Syakir menyatakan: “shahih”).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan, “Memakai imamah bukanlah sunnah. Bukan sunnah muakkadah ataupun sunnah ghayru muakkadah. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam dahulu memakainya dalam rangka mengikuti adat pakaian yang dikenakan orang setempat pada waktu itu. Oleh karena itu tidak ada satu huruf pun dari hadits yang memerintahkannya. Maka memakai imamah termasuk perkara adat kebiasaan yang biasa dilakukan orang-orang. Seseorang memakainya dalam rangka supaya tidak keluar dari kebiasaan orang setempat, sehingga kalau memakai selain imamah, pakaiannya malah menjadi pakaian syuhrah. Jika orang-orang setempat tidak biasa menggunakan imamah maka jangan memakainya. Inilah pendapat yang rajih dalam masalah imamah” (dinukil dari Fatawa IslamWeb no. 138986).
Memakai imamah di daerah yang masyarakat biasa memakainya itu lebih utama, dalam rangka menyelisihi orang kafir. Sehingga dari penampilan saja bisa terbedakan mana orang kafir dan mana orang Muslim. Syaikh Al Albani menyatakan, “Seorang Muslim lebih butuh untuk memakai imamah di luar shalat daripada di dalam shalat, Karena imamah adalah bentuk syiar kaum Muslimin yang membedakan mereka dengan orang kafir. Lebih lagi di zaman ini, dimana model pakaian kaum Mu’minin tercampur baur dengan orang kafir” (Silsilah Adh Dha’ifah, 1/254, dinukil dari Ikhtiyarat Imam Al Albani, 480).
Hukum Ghuthrah, Syimagh dan Penutup Kepala Lainnya
Lalu bagaimana hukum ghuthrah, syimagh dan penutup kepala lainnya yang ada dimasing-masing daerah ?
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi menjelaskan, “ghuthrah disebut juga khimar, yaitu penutup kepala yang umum dipakai (orang Arab dan Mesir). Dan ada hadits bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam ketika wudhu' beliau mengusap khimarnya. Apakah khimar di sini adalah imamah ataukah sekedar sesuatu yang menutupi kepala ? Jawabnya, semuanya memungkinkan. Maka intinya, memakai ghuthrah hukumnya mubah saja”.
(Sumber: http://www.mostafaaladwy.com/play-6587.html).
Dari penjelasan Syaikh Musthafa di atas, dapat diambil faidah hukum memakai ghutrah atau juga syimagh dan juga penutup kepala lainnya itu sama dengan hukum imamah. Yaitu jika itu merupakan pakaian yang biasa dipakai masyarakat setempat, hukumnya mubah. Tentunya selama tidak melanggar aturan syariat, semisal tidak meniru ciri khas orang kafir, tidak menyerupai wanita dan lainnya. Dan jika menyelisihi kebiasaan masyarakat setempat atau membuat pemakainya jadi perhatian orang, maka makruh atau bahkan bisa haram karena termasuk pakaian syuhrah.
Wabillahi at taufiq wa sadaad.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Di arsipkan : arie49.wordpress.com
Baca selengkapnya.
Klik https://muslim.or.id/21115-memakai-sorban-disunnahkan.html
HUKUM MEMAKAI SORBAN DALAM PANDANGAN NU
HUKUM SORBAN DALAM PANDANGAN NU
NU Online
Islam tidak menentukan model pakaian tertentu untuk umat Islam, termasuk penentuan pakaian ibadah. Selain ibadah haji, umat Islam diberikan kebebasan memilih pakaian yang layak digunakan untuk ibadah. Pada saat shalat kita dibolehkan menggunakan model pakaian apapun selama menutup aurat dan sesuai dengan etika pakaian Islam.
Sebab itu, tidak ada sebenarnya keutamaan menggunakan model pakaian tertentu dalam ibadah. Meskipun Islam datang dari wilayah Arab dan Nabi Muhammad pun keturunan Arab, bukan berarti menggunakan pakaian Arab ketika shalat, seperti jubah dan sorban, lebih utama dari pakaian khas Indonesia.
KH Ali Mustafa Yaqub dalam At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyahmengatakan, kebanyakan hadits tentang keutamaan sorban kualitasnya maudhu’ (palsu) dan dhaif jiddan (sangat lemah). Tidak ada satu hadits shahih pun yang menerangkan keutamaan bersorban saat shalat.
Pendapat KH Ali tersebut diperkuat oleh beberapa pendapat dari ulama klasik. As-Sakhawi dalam Maqashidul Hasanah mengatakan.
صلاة بخاتم تعدل سبعين بغير خاتم، هو موضوع كما قال شيخنا، وكذا رواه الديلمي من حديث ابن عمر مرفوعا بلفظ: صلاة بعمامة تعدل بخمس وعشرين، وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة، ومن حديث أنس مرفوعا: الصلاة في العمامة تعدل عشرة آلاف حسنة
Artinya, “Kualitas hadits shalat dengan cincin setara dengan tujuh puluh shalat tanpa cincin ialah maudhu’, sebagaimana dikatakan syaikh kita (Ibnu Hajar). Begitu pula riwayat Ad-Dailami dari Ibnu ‘Umar, ‘Shalat dengan memakai sorban sebanding dengan dua puluh lima shalat (tanpa sorban)’, ‘Shalat Jumat dengan sorban setara dengan tujuh puluh Jumat (tanpa sorban). Demikian pula riwayat Anas, ‘Shalat menggunakan sorban sebanding dengan sepuluh ribu kebaikan.’”
Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih mengutip pendapat Al-Munufi yang mengatakan seluruh riwayat di atas lemah (batil). Selain riwayat yang disebutkan oleh As-Sakhawi di atas, Al-Minawi dalam Faidhul Qadir juga mengutip riwayat lain tentang keutamaan sorban. Riwayat yang dimaksud ialah.
ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة
Artinya, “Shalat dua rakaat memakai sorban lebih baik dari tujuh puluh rakaat tanpa sorban.”
Kualitas hadits di atas tidak jauh berbeda dengan hadits lain yang berkaitan dengan keutamaan sorban. Hadits di atas lemah karena di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Thariq bin Abdurrahman. Hampir sebagian kritikus hadits memberi komentar buruk terhadapnya. Ad-Dzahabi dan Al-Bukhari mengategorikan dia sebagai perawi dhaif. Al-Nasa’i mengatakan, riwayatnya tidak kuat (laysa bi qawi). Sementara As-Sakhawi menilai hadits di atas tidak berasal dari Nabi.
Dikarenakan kualitas hadits keutamaan soban sangatlah lemah, bahkan sampai pada kualitas maudhu’ (palsu), maka tidak ada perbedaan antara pakaian Arab, khususnya penutup kepala yang digunakan orang Arab dan masyarakat lainnya. Kalau di Indonesia biasa menggunakan peci atau kopiah pada saat shalat, itu juga baik dan tidak ada bedanya dengan sorban.
Silakan menggunakan sorban, tetapi jangan sampai mengatakan sorban lebih utama dipakai saat shalat ketimbang kopiah ataupun peci, karena tidak ada riwayat shahih terkait hal ini. Oleh sebab itu, terkait pakaian apa yang seharusnya digunakan saat shalat, Al-Quran menjelaskan.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid,” (Surat Al-A‘raf ayat 31).
Ayat ini menganjurkan agar umat Islam memakai pakaian yang bagus pada saat mengerjakan shalat. Modal dan bentuk pakaian bagus ini tidak dibatasi oleh Islam dan pengejawentahannya diserahkan sepenuhnya pada tradisi dan budaya masyarakat.
Pakaian model apapun termasuk baik dan bagus selama tidak bertentangan dengan kode etik pakaian Islam: aurat tertutup, tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak menyerupai lawan jenis. Wallahu a‘lam.
(Hengki Ferdiansyah)
www.nu.or.id
NU Online
Islam tidak menentukan model pakaian tertentu untuk umat Islam, termasuk penentuan pakaian ibadah. Selain ibadah haji, umat Islam diberikan kebebasan memilih pakaian yang layak digunakan untuk ibadah. Pada saat shalat kita dibolehkan menggunakan model pakaian apapun selama menutup aurat dan sesuai dengan etika pakaian Islam.
Sebab itu, tidak ada sebenarnya keutamaan menggunakan model pakaian tertentu dalam ibadah. Meskipun Islam datang dari wilayah Arab dan Nabi Muhammad pun keturunan Arab, bukan berarti menggunakan pakaian Arab ketika shalat, seperti jubah dan sorban, lebih utama dari pakaian khas Indonesia.
KH Ali Mustafa Yaqub dalam At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyahmengatakan, kebanyakan hadits tentang keutamaan sorban kualitasnya maudhu’ (palsu) dan dhaif jiddan (sangat lemah). Tidak ada satu hadits shahih pun yang menerangkan keutamaan bersorban saat shalat.
Pendapat KH Ali tersebut diperkuat oleh beberapa pendapat dari ulama klasik. As-Sakhawi dalam Maqashidul Hasanah mengatakan.
صلاة بخاتم تعدل سبعين بغير خاتم، هو موضوع كما قال شيخنا، وكذا رواه الديلمي من حديث ابن عمر مرفوعا بلفظ: صلاة بعمامة تعدل بخمس وعشرين، وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة، ومن حديث أنس مرفوعا: الصلاة في العمامة تعدل عشرة آلاف حسنة
Artinya, “Kualitas hadits shalat dengan cincin setara dengan tujuh puluh shalat tanpa cincin ialah maudhu’, sebagaimana dikatakan syaikh kita (Ibnu Hajar). Begitu pula riwayat Ad-Dailami dari Ibnu ‘Umar, ‘Shalat dengan memakai sorban sebanding dengan dua puluh lima shalat (tanpa sorban)’, ‘Shalat Jumat dengan sorban setara dengan tujuh puluh Jumat (tanpa sorban). Demikian pula riwayat Anas, ‘Shalat menggunakan sorban sebanding dengan sepuluh ribu kebaikan.’”
Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih mengutip pendapat Al-Munufi yang mengatakan seluruh riwayat di atas lemah (batil). Selain riwayat yang disebutkan oleh As-Sakhawi di atas, Al-Minawi dalam Faidhul Qadir juga mengutip riwayat lain tentang keutamaan sorban. Riwayat yang dimaksud ialah.
ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة
Artinya, “Shalat dua rakaat memakai sorban lebih baik dari tujuh puluh rakaat tanpa sorban.”
Kualitas hadits di atas tidak jauh berbeda dengan hadits lain yang berkaitan dengan keutamaan sorban. Hadits di atas lemah karena di dalam sanadnya terdapat rawi bernama Thariq bin Abdurrahman. Hampir sebagian kritikus hadits memberi komentar buruk terhadapnya. Ad-Dzahabi dan Al-Bukhari mengategorikan dia sebagai perawi dhaif. Al-Nasa’i mengatakan, riwayatnya tidak kuat (laysa bi qawi). Sementara As-Sakhawi menilai hadits di atas tidak berasal dari Nabi.
Dikarenakan kualitas hadits keutamaan soban sangatlah lemah, bahkan sampai pada kualitas maudhu’ (palsu), maka tidak ada perbedaan antara pakaian Arab, khususnya penutup kepala yang digunakan orang Arab dan masyarakat lainnya. Kalau di Indonesia biasa menggunakan peci atau kopiah pada saat shalat, itu juga baik dan tidak ada bedanya dengan sorban.
Silakan menggunakan sorban, tetapi jangan sampai mengatakan sorban lebih utama dipakai saat shalat ketimbang kopiah ataupun peci, karena tidak ada riwayat shahih terkait hal ini. Oleh sebab itu, terkait pakaian apa yang seharusnya digunakan saat shalat, Al-Quran menjelaskan.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ
Artinya, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid,” (Surat Al-A‘raf ayat 31).
Ayat ini menganjurkan agar umat Islam memakai pakaian yang bagus pada saat mengerjakan shalat. Modal dan bentuk pakaian bagus ini tidak dibatasi oleh Islam dan pengejawentahannya diserahkan sepenuhnya pada tradisi dan budaya masyarakat.
Pakaian model apapun termasuk baik dan bagus selama tidak bertentangan dengan kode etik pakaian Islam: aurat tertutup, tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak menyerupai lawan jenis. Wallahu a‘lam.
(Hengki Ferdiansyah)
www.nu.or.id
PAKAIAN GAMIS
PAKAIAN GAMIS
Sunnah Memakai Gamis bagi Pria
Oleh : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Ketahuilah bahwa memakai gamis adalah suatu yang disunnahkan. Namun kadang memakainya melihat keadaan masyarakat, jangan sampai terjerumus dalam pakaian yang tampil beda (pakaian syuhroh).
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْقَمِيصُ
“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu gamis.”
(HR. Tirmidzi no. 1762 dan Abu Daud no. 4025. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian gamis.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
Karena gamis disini lebih menutupi diri dibanding dengan pakaian yang dua pasang yaitu izar (pakaian bawah) dan rida’ (pakaian atas). Namun para shahabat di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang memakai pakaian atas dan bawah seperti itu. Terkadang mereka mengenakan gamis. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyukai gamis karena lebih menutupi. Karena pakaian gamis hanyalah satu dan mengenakannya pun hanya sekali. Memakai gamis di sini lebih mudah dibanding menggunakan pakaian atas bawah, di mana yang dipakai adalah bagian celana terlebih dahulu lalu memakai pakaian bagian atas.
Namun ada catatan yang diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin,
Akan tetapi jika engkau berada di daerah (negeri) yang terbiasa memakai pakaian atasan dan bawahan, memakai semisal mereka tidaklah masalah. Yang terpenting adalah jangan sampai menyelisihi pakaian masyarakat di negeri kalian agar tidak terjerumus dalam larangan memakai pakaian yang tampil beda. Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pakaian syuhroh (pakaian yang tampil beda).
(Lihat Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 284-285, terbitan Madarul Wathon).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
“Barangsiapa memakai pakaian syuhroh, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat”
(HR. Abu Daud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 360. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menerangkan,
أن موافقة العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة ، فيكون ما خالف العادة منهياً عنه.
وبناءً على ذلك نقول: هل من السنة أن يتعمم الإنسان؟ ويلبس إزاراً ورداءً؟
الجواب: إن كنا في بلد يفعلون ذلك فهو من السنة، وإذا كنا في بلد لا يعرفون ذلك، ولا يألفونه فليس من السنة.
“Mencocoki kebiasaan masyarakat dalam hal yang bukan keharaman adalah disunnahkan. Karena menyelisihi kebiasaan yang ada berarti menjadi hal yang syuhroh (suatu yang tampil beda). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpakaian syuhroh. Jadi sesuatu yang menyelishi kebiasaan masyarakat setempat, itu terlarang dilakukan.
Berdasarkan hal itu, apakah yang disunnahkan mengikuti kebiasaan masyarakat lantas memakai pakaian atasan dan bawahan ? Jawabannya, jika di negeri tersebut yang ada adalah memakai pakaian seperti itu, maka itu bagian dari sunnah. Jika mereka di negeri tersebut tidak mengenalnya bahkan tidak menyukainya, maka itu bukanlah sunnah.”
(Syarhul Mumthi’, 6: 109, terbitan Dar Ibnul Jauzi).
MENYESUAIKAN DENGAN TRADISI SETEMPAT ITU BOLEH SELAMA TIDAK MELANGGAR KETENTUAN SYARI’AT. SEHINGGA TIDAK TEPAT ADA YANG BERPENDAPAT BAHWA BERPAKAIAN BAGI ORANG YANG DIKENAL KOMITMEN DENGAN AGAMA ADALAH HARUS BERJUBAH, BERGAMIS DAN BERPECI PUTIH. KALAU DIANGGAP BAHWA BERPAKAIAN SEPERTI ITULAH YANG PALING “NYUNNAH”, ITU JELAS KLAIM TANPA DALIL. JADI SAH-SAH SAJA BERPAKAIAN KOKO, SARUNGAN DAN MEMAKAI PECIS HITAM, UNTUK MENYESUAIKAN DENGAN MASYARAKAT AGAR TIDAK DIANGGAP ANEH. WALLAHU A’LAM.
Untuk wanita sendiri, tetap mengenakan pakaian yang dituntunkan dalam Islam. Jika masyarakat punya kebiasaan memakai pakaian ketat, berjilbab kecil dan memakai celana panjang, tentu saja tidak dianjurkan untuk mengikuti mereka. Bahkan tetap berpakaian syar’i sebagaimana yang diperintahkan.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1424 H.
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H.
@ Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 12 Jumadal Ula 1435 H di pagi hari.
Akhukum fillah: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/6920-sunnah-memakai-gamis-bagi-pria.html
Sunnah Memakai Gamis bagi Pria
Oleh : Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Ketahuilah bahwa memakai gamis adalah suatu yang disunnahkan. Namun kadang memakainya melihat keadaan masyarakat, jangan sampai terjerumus dalam pakaian yang tampil beda (pakaian syuhroh).
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْقَمِيصُ
“Pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu gamis.”
(HR. Tirmidzi no. 1762 dan Abu Daud no. 4025. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin di mana hadits tersebut menunjukkan bahwa pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian gamis.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata,
Karena gamis disini lebih menutupi diri dibanding dengan pakaian yang dua pasang yaitu izar (pakaian bawah) dan rida’ (pakaian atas). Namun para shahabat di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang memakai pakaian atas dan bawah seperti itu. Terkadang mereka mengenakan gamis. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyukai gamis karena lebih menutupi. Karena pakaian gamis hanyalah satu dan mengenakannya pun hanya sekali. Memakai gamis di sini lebih mudah dibanding menggunakan pakaian atas bawah, di mana yang dipakai adalah bagian celana terlebih dahulu lalu memakai pakaian bagian atas.
Namun ada catatan yang diberikan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin,
Akan tetapi jika engkau berada di daerah (negeri) yang terbiasa memakai pakaian atasan dan bawahan, memakai semisal mereka tidaklah masalah. Yang terpenting adalah jangan sampai menyelisihi pakaian masyarakat di negeri kalian agar tidak terjerumus dalam larangan memakai pakaian yang tampil beda. Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang pakaian syuhroh (pakaian yang tampil beda).
(Lihat Syarh Riyadhis Sholihin, 4: 284-285, terbitan Madarul Wathon).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
“Barangsiapa memakai pakaian syuhroh, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya pakaian semisal pada hari kiamat”
(HR. Abu Daud no. 4029 dan Ibnu Majah no. 360. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin menerangkan,
أن موافقة العادات في غير المحرم هي السنة؛ لأن مخالفة العادات تجعل ذلك شهرة، والنبي صلّى الله عليه وسلّم نهى عن لباس الشهرة ، فيكون ما خالف العادة منهياً عنه.
وبناءً على ذلك نقول: هل من السنة أن يتعمم الإنسان؟ ويلبس إزاراً ورداءً؟
الجواب: إن كنا في بلد يفعلون ذلك فهو من السنة، وإذا كنا في بلد لا يعرفون ذلك، ولا يألفونه فليس من السنة.
“Mencocoki kebiasaan masyarakat dalam hal yang bukan keharaman adalah disunnahkan. Karena menyelisihi kebiasaan yang ada berarti menjadi hal yang syuhroh (suatu yang tampil beda). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berpakaian syuhroh. Jadi sesuatu yang menyelishi kebiasaan masyarakat setempat, itu terlarang dilakukan.
Berdasarkan hal itu, apakah yang disunnahkan mengikuti kebiasaan masyarakat lantas memakai pakaian atasan dan bawahan ? Jawabannya, jika di negeri tersebut yang ada adalah memakai pakaian seperti itu, maka itu bagian dari sunnah. Jika mereka di negeri tersebut tidak mengenalnya bahkan tidak menyukainya, maka itu bukanlah sunnah.”
(Syarhul Mumthi’, 6: 109, terbitan Dar Ibnul Jauzi).
MENYESUAIKAN DENGAN TRADISI SETEMPAT ITU BOLEH SELAMA TIDAK MELANGGAR KETENTUAN SYARI’AT. SEHINGGA TIDAK TEPAT ADA YANG BERPENDAPAT BAHWA BERPAKAIAN BAGI ORANG YANG DIKENAL KOMITMEN DENGAN AGAMA ADALAH HARUS BERJUBAH, BERGAMIS DAN BERPECI PUTIH. KALAU DIANGGAP BAHWA BERPAKAIAN SEPERTI ITULAH YANG PALING “NYUNNAH”, ITU JELAS KLAIM TANPA DALIL. JADI SAH-SAH SAJA BERPAKAIAN KOKO, SARUNGAN DAN MEMAKAI PECIS HITAM, UNTUK MENYESUAIKAN DENGAN MASYARAKAT AGAR TIDAK DIANGGAP ANEH. WALLAHU A’LAM.
Untuk wanita sendiri, tetap mengenakan pakaian yang dituntunkan dalam Islam. Jika masyarakat punya kebiasaan memakai pakaian ketat, berjilbab kecil dan memakai celana panjang, tentu saja tidak dianjurkan untuk mengikuti mereka. Bahkan tetap berpakaian syar’i sebagaimana yang diperintahkan.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1424 H.
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H.
@ Pesantren Darush Sholihin Gunungkidul, 12 Jumadal Ula 1435 H di pagi hari.
Akhukum fillah: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/6920-sunnah-memakai-gamis-bagi-pria.html
Senin, 27 Agustus 2018
ABU BAKAR ASH SIDDIQ
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu
Shahabat bergelar khulafaur Rasyidin (orang-orang yang di beri petunjuk)
Nama : Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu (Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq)
Lahir: 572 M
Wafat: 23 Agustus 634 M/21 Jumadil Akhir tahun 13 H
Abu Bakar ash Siddiq Radhiyallahu 'anhu termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 Masehi hingga tahun 634 Masehi.
Abu Bakar ash Siddiq Radhiyallahu 'anhu lahir dengan nama asli Abdul ka'bah bin Abi Quhafah. ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar ash Shidiq menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit.
Abu Bakar Bakar ash Shiddiq
Lahir bernama Abdullah bin Abi Quhaifah pada bulan
Oktober 573 Masehi di Mekkah, Jazirah Arab (Sekarang Saudi Arabia)
Meninggal pada tanggal: 23 Agustus tahun 634 Masehi di Madinah. Tempat peristirahatan sebelah Kanan makam Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Al-Masjid al-Nabawi, Madinah
Nama lain Ash-Shiddiq, Al-`Atiq
Dikenal atas shahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Suami/istri:
- Qutaylah binti Abdul Uzza (cerai)
- Ummi Ruman
- Asma binti Umays
- Habibah binti Kharijah
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi Abdullah(artinya 'hamba Allah'). Nabi Muhammad memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra' Mi'raj yang diceritakan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 573 Masehi, dari keluarga kaya dalam Bani Taim. Ayah Abu Bakar bernama Utsman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta.
Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan kafilah dagang. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah tersebut. Pada tahun 591 Masehi, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.
Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya Utsman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik mereka.
Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.
MEMELUK ISLAM
Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling terkenal, dalam Ta'rikhnya mengutip perkataan dari Muhammad Bin Sa'ad Bin Abi Waqqas, yang mengatakan:
Aku bertanya kepada ayaku apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam ? Beliau menjawab : "Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi beliau lebih unggul sebagai seorang Muslim. 'Umar bin Khattab masuk Islam setelah 55 laki-laki dan 21 perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam Islam dan iman, itu adalah 'Ali bin Abi Thalib".
Sunni dan semua muslim Syi'ah mempertahankan pendapat mereka bahwa orang kedua yang secara terang-terangan menerima Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan Allah adalah 'Ali bin Abi Thalib, dan orang yang pertama adalah Khadijah.
Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. 'Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, 'Ali bin Abi Thalib belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar ash Siddiq.
Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata:
Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keIslamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui 'Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.
Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada 'Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
KEHIDUPAN SETELAH MASUK ISLAM
Istri pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi Ruman menjadi mu'alaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam kecuali Abdurrahman bin Abu Bakar sehingga membuat mereka berpisah, walaupun pada akhirnya Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Masuk Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. beliau membujuk teman dekatnya untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan tersebut.
CIRI FISIK ABU BAKAR ASH SIDDIQ.
Beliau berkulit Putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm.
MASA BERSAMA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya berselisih 2 tahun 1 bulan lebih muda dari pada Nabi muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, pedagang dan ahli berdagang.
PENYIKSAAN OLEH SUKU QURAISY
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah di alami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih di lindungi oleh para keluarga dan shahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, 'Aisyah Radhiyallahu 'anha menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai shahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru ummat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 Masehi.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar ash Sidiq sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana ummat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum Sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum Sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim Syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggalkan ummatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan ummat terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, 'Ali bin Abi Thalib sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya ('Umar bin Khattab dan 'Usman bin Affan). Kaum Sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan 'Ali bin Abi Thalib menjadi pendukung setia Abu Bakar dan 'Umar bin Khattab. Sementara kaum Syi'ah menggambarkan bahwa 'Ali bin Abi Thalib melakukan bai'at tersebut secara pro formal, mengingat ia berbai'at setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
PERANG RIDDAH
Segera setelah sukses Abu Bakar ash Siddiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari daerah Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Riddah peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk agama Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah paman nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci Rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazzab)."
EKSPEDISI KE UTARA
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Jazirah Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke daerah Suriah juga meraih sukses.
AL QUR'AN
Abu Bakar ash Shiddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. 'Umar bin Kathab lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh shahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran Al-Qur'an dari para penghafal Al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh 'Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari 'Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian pada masa pemerintahan 'Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks Al-Qur'an yang dikenal saat ini.
KEMATIAN
Abu Bakar ash Shiddiq meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 Masehi di kota Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya 'Aisyah di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam.
Referensi
^ Abdul Ghani, M. Ilyas. 2005. op cit. Hal. 39-41.^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 1.^ Drissner, Gerald (2016). Islam for Nerds - 500 Questions and Answers. Berlin: createspace. hlm. 432. ISBN 978-1530860180.^ Al-zarkali. "Al-A'alam". Dar Al'ilm Lil'malayeen. Edisi ke-15. Mei 2002.^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 2.^ "Sixth Session, Tuesday night, 28th Rajab 1345 A.H." Al-Islam.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-02-26.^ M. Th. Houtsma et al., eds., E.J. Brill's first Encyclopaedia of Islam, 1913–1936, Leiden: E. J. Brill, 8 vols. with Supplement (vol. 9), 1991. ISBN 90-04-09796-1^ The Biography Of Abu Bakr As Siddeeqby Dr. Ali Muhammad As-Sallaabee (Published 2007)^ al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26^ Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0^ "al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26"(dalam bahasa Inggris).^ "Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0" (dalam bahasa Inggris)
Shahabat bergelar khulafaur Rasyidin (orang-orang yang di beri petunjuk)
Nama : Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu (Arab: أبو بكر الصديق, Abu Bakr ash-Shiddiq)
Lahir: 572 M
Wafat: 23 Agustus 634 M/21 Jumadil Akhir tahun 13 H
Abu Bakar ash Siddiq Radhiyallahu 'anhu termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan as-sabiqun al-awwalun. Setelah Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 Masehi hingga tahun 634 Masehi.
Abu Bakar ash Siddiq Radhiyallahu 'anhu lahir dengan nama asli Abdul ka'bah bin Abi Quhafah. ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk. Abu Bakar ash Shidiq menjadi Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal terkena penyakit.
Abu Bakar Bakar ash Shiddiq
Lahir bernama Abdullah bin Abi Quhaifah pada bulan
Oktober 573 Masehi di Mekkah, Jazirah Arab (Sekarang Saudi Arabia)
Meninggal pada tanggal: 23 Agustus tahun 634 Masehi di Madinah. Tempat peristirahatan sebelah Kanan makam Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Al-Masjid al-Nabawi, Madinah
Nama lain Ash-Shiddiq, Al-`Atiq
Dikenal atas shahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Suami/istri:
- Qutaylah binti Abdul Uzza (cerai)
- Ummi Ruman
- Asma binti Umays
- Habibah binti Kharijah
Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada kakeknya bernama Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay dan ibu dari Abu Bakar adalah Ummu al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi Abdullah(artinya 'hamba Allah'). Nabi Muhammad memberinya gelar yaitu Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra' Mi'raj yang diceritakan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq"
Abu Bakar lahir di kota Mekah sekitar tahun 573 Masehi, dari keluarga kaya dalam Bani Taim. Ayah Abu Bakar bernama Utsman Abu Quhafa (panggilan Abu Quhafa) dan ibunya bernama Salma binti Sakhar (panggilan Umm-ul-Khair). Abu Bakar menghabiskan masa kecilnya seperti anak Arab pada zaman itu di antara suku Badui yang menyebut diri mereka dengan nama Ahl-i-Ba'eer atau rakyat unta. Pada masa kecilnya, Abu Bakar sering sekali bermain dengan unta dan kambing, dan kecintaannya terhadap unta inilah yang memberinya nama "Abu Bakar" yang berarti, bapaknya unta.
Ketika umurnya berusia 10 tahun, Abu Bakar pergi ke Suriah bersama ayahnya dengan kafilah dagang. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang pada saat itu berusia 12 tahun juga bersama kafilah tersebut. Pada tahun 591 Masehi, Abu Bakar yang pada saat itu berusia 18 tahun pergi untuk berdagang, berprofesi sebagai pedagang kain yang memang sudah menjadi bisnis keluarga. Dalam tahun-tahun mendatang Abu Bakar sering sekali bepergian dengan kafilahnya. Perjalanan bisnis membawanya ke Yaman, Suriah dan beberapa tempat lainnya. Perjalanan bisnis inilah yang membuatnya semakin kaya dan semakin berpengalaman dalam berdagang.
Bisnisnya semakin berkembang, mempengaruhi status sosial Abu Bakar. Meskipun ayahnya Utsman Abu Quhafa masih hidup, Abu Bakar diakui sebagai kepala sukunya. Seperti anak-anak lain dari keluarga pedagang Mekah yang kaya, Abu Bakar adalah orang terpelajar (bisa menulis dan membaca) dan dia menyukai puisi. Abu Bakar biasanya menghadiri pameran tahunan di Ukaz dan ikut berpatisipasi dalam simposium puitis. Ia memiliki ingatan yang bagus dan pemahaman yang baik mengenai silsilah atau asal usul suku-suku Arab, sejarah dan juga politik mereka.
Sebuah cerita ketika Abu Bakar masih kecil, ayahnya membawanya ke Ka'bah, dan meminta Abu Bakar berdoa kepada berhala. Setelah itu ayahnya pergi untuk mengurus urusan bisnis lainnya, meninggalkan Abu Bakar sendirian dengan berhala-berhala tersebut. Abu Bakar lalu berdoa kepada berhala, "Ya Tuhanku, aku sedang membutuhkan pakaian, berikanlah kepadaku pakaian". Berhala tersebut tetap acuh tak acuh tidak menanggapi permintaan Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar berdoa kepada berhala lainnya dan mengatakan "Ya Tuhanku, berikanlah aku makanan yang lezat, lihatlah aku sangat lapar". Berhala itu masih tidak memberikan jawaban apapun dan acuh tak acuh. Melihat permintaannya tidak dikabulkan, kesabaran Abu Bakar habis lalu mengangkat sebuah batu dan berkata kepada berhala tersebut. "Di sini saya sedang mengangkat batu dan akan mengarahkannya kepadamu, kalau kamu memang tuhan, maka lindungilah dirimu sendiri". Abu Bakar lalu melemparkan batu tersebut ke arah berhala dan meninggalkan Ka'bah. Setelah itu, Abu Bakar tidak pernah lagi datang ke Ka'bah untuk menyembah berhala-berhala di Ka'bah.
MEMELUK ISLAM
Setelah kembali dari perjalanan bisnis dari Yaman, Abu Bakar diberi tahu oleh teman-temannya bahwa ketika beliau tidak berada di Mekah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan dirinya bahwa beliau adalah seorang utusan Allah. Tabari, ahli sejarawan muslim yang paling terkenal, dalam Ta'rikhnya mengutip perkataan dari Muhammad Bin Sa'ad Bin Abi Waqqas, yang mengatakan:
Aku bertanya kepada ayaku apakah Abu Bakar orang pertama yang masuk Islam ? Beliau menjawab : "Tidak, lebih dari 50 orang masuk Islam sebelum Abu Bakar, tetapi beliau lebih unggul sebagai seorang Muslim. 'Umar bin Khattab masuk Islam setelah 55 laki-laki dan 21 perempuan. Adapun salah satu yang terkemuka dalam Islam dan iman, itu adalah 'Ali bin Abi Thalib".
Sunni dan semua muslim Syi'ah mempertahankan pendapat mereka bahwa orang kedua yang secara terang-terangan menerima Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan Allah adalah 'Ali bin Abi Thalib, dan orang yang pertama adalah Khadijah.
Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah wan Nihayah memiliki pendapat yang berbeda dengan pendapat di atas. Dia berpendapat bahwa wanita yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk Islam. 'Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam karena pada waktu ia masuk Islam, 'Ali bin Abi Thalib belum dewasa pada waktu itu. Adapun laki-laki dewasa yang bukan budak yang pertama kali masuk Islam yaitu Abu Bakar ash Siddiq.
Dalam kitab Hayatussahabah, dituliskan bahwa Abu Bakar masuk Islam setelah diajak oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Athrabulusi dari 'Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata:
Sejak zaman jahiliyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Pada suatu hari, dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata, "Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi?" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah." Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat keIslamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorang pun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu Bakar menemui 'Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk Islam.
Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada 'Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
KEHIDUPAN SETELAH MASUK ISLAM
Istri pertama Abu Bakar yang bernama Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima agama Islam lalu Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain yang bernama Ummi Ruman menjadi mu'alaf. Semua anak Abu Bakar menerima agama Islam kecuali Abdurrahman bin Abu Bakar sehingga membuat mereka berpisah, walaupun pada akhirnya Abdurrahman kelak menjadi seorang Muslim setelah Perjanjian Hudaibiyyah.
Masuk Islamnya Abu Bakar membuat banyak orang masuk Islam. beliau membujuk teman dekatnya untuk masuk Islam sehingga banyak temannya menerima ajakan tersebut.
CIRI FISIK ABU BAKAR ASH SIDDIQ.
Beliau berkulit Putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm.
MASA BERSAMA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama dan hanya berselisih 2 tahun 1 bulan lebih muda dari pada Nabi muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, pedagang dan ahli berdagang.
PENYIKSAAN OLEH SUKU QURAISY
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah di alami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih di lindungi oleh para keluarga dan shahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin Rabah.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, 'Aisyah Radhiyallahu 'anha menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai shahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah bani saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru ummat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 Masehi.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar ash Sidiq sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana ummat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum Sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum Sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim Syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggalkan ummatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan ummat terahir. Banyak hadits yang menjadi Referensi dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, 'Ali bin Abi Thalib sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya ('Umar bin Khattab dan 'Usman bin Affan). Kaum Sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan 'Ali bin Abi Thalib menjadi pendukung setia Abu Bakar dan 'Umar bin Khattab. Sementara kaum Syi'ah menggambarkan bahwa 'Ali bin Abi Thalib melakukan bai'at tersebut secara pro formal, mengingat ia berbai'at setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
PERANG RIDDAH
Segera setelah sukses Abu Bakar ash Siddiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari daerah Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Riddah peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habi al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazzab (Musailamah si pendusta), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuh Hamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk agama Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah paman nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci Rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazzab)."
EKSPEDISI KE UTARA
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Jazirah Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke daerah Suriah juga meraih sukses.
AL QUR'AN
Abu Bakar ash Shiddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzdzab dalam perang Riddah atau juga dikenal dengan perang yamamah, banyak para penghafal Al Qur'an yang terbunuh dalam pertempuran. 'Umar bin Kathab lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh shahabat Zaid bin Tsabit, dikumpulkan lembaran Al-Qur'an dari para penghafal Al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh 'Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari 'Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian pada masa pemerintahan 'Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks Al-Qur'an yang dikenal saat ini.
KEMATIAN
Abu Bakar ash Shiddiq meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 Masehi di kota Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya 'Aisyah di dekat Masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad shallallahu 'alahi wa sallam.
Referensi
^ Abdul Ghani, M. Ilyas. 2005. op cit. Hal. 39-41.^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 1.^ Drissner, Gerald (2016). Islam for Nerds - 500 Questions and Answers. Berlin: createspace. hlm. 432. ISBN 978-1530860180.^ Al-zarkali. "Al-A'alam". Dar Al'ilm Lil'malayeen. Edisi ke-15. Mei 2002.^ Prof. Masud-Ul-Hasan. Sidiq-I-Akbar Hazrat Abu Bakr. hlm 2.^ "Sixth Session, Tuesday night, 28th Rajab 1345 A.H." Al-Islam.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-02-26.^ M. Th. Houtsma et al., eds., E.J. Brill's first Encyclopaedia of Islam, 1913–1936, Leiden: E. J. Brill, 8 vols. with Supplement (vol. 9), 1991. ISBN 90-04-09796-1^ The Biography Of Abu Bakr As Siddeeqby Dr. Ali Muhammad As-Sallaabee (Published 2007)^ al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26^ Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0^ "al-Bidayah wa'an-Nihayah 3/26"(dalam bahasa Inggris).^ "Merriam-Webster's Encyclopedia of World Religions by Wendy Doniger ISBN 978-0-87779-044-0" (dalam bahasa Inggris)
Minggu, 29 April 2018
KUMPULAN BAHASA ARAB YANG BIASA DI PAKAI SEHARI-HARI
Bahasa Arab dasar dan Kaidah Penulisan Transliterasi Arab dan beberapa tuntunan lafazd/ucapan kalimat thoyyiba sehari-hari
Terima kasih = syukran (شكرًا )
Sama sama atau maaf sekali (Tergantung kondisi) = afwan ( عفواً )
Jika ingin meminta maaf cukup katakan Afwan tidak perlu ditambahkan Jiddan, Karena arti afwan itu sendiri Maaf sekali, sehingga menjadi tidak efektif jika ditambah Jiddan
Saya minta maaf = aseef, asiif ( آسف )
Baiklah = khair, hasanan ( حسناً )*
Mungkin = rubbama (ربما )/yumkin
Awas ! = intabih ( انتبِه )*
Berhati hatilah = ihzar ( احذر )
Jangan lupa = la tansa' ( لا تنسىٰ )
Samiinatun = gemuk ( سمين )
Tawiilun = panjang ( طويل )
Qasirun = pendek ( قصير )
Khofiidhun = rendah ( خفيض )
Nahiifun = kurus ( نحيف)
Yaum = hari ( يوم)
Usbu' = minggu ( أسبوع)
Syahr = bulan ( شهر)
Sanah = tahun ( سنة)
Ucapan dalam bahasa Arab
Selamat malam = laila sa'idah ( ليلة سعيدة)
Sobahul khair = selamat pagi ( صباح الخير)
Ucapan balas sobahul khair = sobahannur ( صباح النور)
Semoga berjaya = bitaufiq wannajah ( بالتوفيق والنجاح)
Salam ukhuwah = salam perkenalan ( سلام اخوة)
Jazaakallahu khairan = semoga Allah membalas jasa kebaikanmu ( جزاك الله خيرا)
Naharun sa'idah = selamat siang
Azhoma allahu ajrak = semoga Allah memuliakan amalan kamu ( عظّم الله أجرك)
Uhibbuki - saya sayang kamu (perempuan) ( أحبكِ)
Uhibbuka- saya sayang kamu (lelaki) ( أحبكَ)
Ganti nama/personal pronouns
Aku/saya = ana ( أنا)
Kamu (lelaki) = anta ( أنتَ)
Kamu (perempuan) = anti ( أنتِ)
Dia (lelaki -seorang ) = huwa ( هُوَ)
Dia (perempuan-seorang) = hiya ( هِيَ)
Dia (lelaki/perempuan = dua orang) = huma ( هماَ)
Dia (lelaki -3 dan keatas) = hum ( هُمْ)
Dia (perempuan-3 dan keatas) = hunna ( هنَّ)
Kami = nahnu ( نحنُ )
Kalian (ramai) = antum ( أنتم)
Mereka = hum ( هُمْ)
Cantik = jamiilah ( جميلة)
Jelek = qabih ( قبيح )
Bersih = nadziifun ( نظيف)
Malas = kaslaan ( كسلان)
Ata'allamu = saya belajar ( أتعلم)
a'kulu = saya makan ( أاكل )
Asyrobu = saya minum ( أشرب)
Aqrou = saya membaca ( أقرا)
Aktubu = saya menulis ( أكتب)
Atakallamu = saya berbicara ( أتكلم)
Amsiku = saya memegang ( أمسك)
A'malu = saya mengerjakan ( أعمل)
Albasu = saya memakai ( ألبس)
Toriiqon = jalan ( طريق)
Baytun = rumah ( بيت)
Mirsamun = pensil ( مِرسم )
Qolamun = pulpen ( قلم )
Mimsahatun = penghapus ( ممسحة)
Mishbaahun = lampu ( مصباح)
Sabbuurotun = papan tulis ( سبورة)
Kaifahaluka = apa khabar (lelaki) ( كيف حالكَ)
Kaifahaluki = apa khabar (girl) ( كيف حالكِ)
Askunufi = saya tinggal di ( أسكن في)
Umri = umur saya ( عمري )
Masmuki ? = Siapa namamu (untuk perempuan) ( ما اسمكِ)
Masmuka ? = Siapa namamu (untuk laki2) ( ما اسمكَ)
Ana tilmiidzatun = saya seorang murid (untuk perempuan) ( انا تلميذة)
Ana tilmiidzun = saya seorang murid (untuk laki-laki) ( انا تلميذ)
Ahlam Saiidah = semoga mimpi indah ( احلام سعيدة)
Syafaakallaahu = semoga Allah menyembuhkan kamu ( شفاك الله)
Ukhwahfillah = Persahabatan Karena Allah ( اخوة في الله)
Ukhtin, ukh = Kakak @ Saudara Perempuan ( اخت)
Akhun, Akhuna, akh = Abang @ Saudara Lelaki ( أخ)
Zauj = Suami @ Pasangan (L) ( زوج)
Zaujah = Isteri @ Pasangan (P) ( زوجة)
Asiif Jiddan = Saya minta maaf sangat2, maaf banget ( آسف جداً)
Ukhwahfillah Abadan Abada = Persudaraan karena Allah Selama2nya (اخوة في الله أبداً ابدا)
Fa'idza Adzamta fatawakkal'alallah = Setelah kamu berazam maka bertawakallah pada Allah (فإذا عزمت فتوكل على الله)
Inni Akhafullah = Sesungguhnya aku takut kepada Allah (إني أخاف الله)
Maafi Qalbi Ghairullah = Tiada di hatiku selain Allah ( مافي قلبي غير الله)
Lau Samatha = Maafkan saya ( لَو سمحتَ)
Naltaqi Ghadan = Kita jumpa besok ( نلتقي غداً)
Illalliqa' = selamat berjumpa kembali (الى اللقاء)
Syafakallahu = Semoga Allah menyembuhkan kamu (L)(شفاكَ الله)
Syafaakillaahu = Semoga Allah myembuhkan kamu (P) (شفاكِ الله)
Tafaddhol = Silakan (تفضل)
La Aadri/ la 'a'rif = Saya Tak Tahu (لا أدري)
Maa fii Musykilah = tiada masalah (مافي مشكلة)
Jazaakallahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kbaikan (L) ( جزاكَ الله خيراً كثيراً)*
Jazaakillahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan (P) ( جزاكِ الله خيراً كثيراً)
Jazaakumullahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan (L&P) جزاكمُ الله خيراً كثيراً)
Wa iyyaka (L) = Dan untukmu jua balasan untuk ucapan (وإياك)
Wa iyyaki (P) = dan untukmu jua balasan untuk ucapan (وإ)
KAIDAH PENULISAN TRANSLITERASI ARAB
Berikut ini beberapa kaidah penulisan bahasa Arab dalam tulisan latin Indonesia, Namun, bagaimana pun kembali kepada tulisan Arab aslinya
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lihat QS Al Kahfi Ayat 39 dan 69,QS Al-Fath ayat 27 dan QS Al-A'la ayat
✅ In Syaa allah
✅ Insyaa Allah
❌ In Shaa Allah
❌ Inshaallah
❌ Insyaallah
In Shaa Allah* untuk pengucapan literasi org barat.
✅ Maa Syaa allah
✅ Maasyaaallah
✅ Masyaaallah
❌ Mashaallah
❌ Masyaallah
Catatan, Maa syaa allah diucapkan manakala kita melihat suatu keindahan atau ketakjuban akan sesuatu
Sedangkan Subhanallah diucapkan manakala kita melihat suatu keburukan atau kejelekan atau kedzaliman dapat juga untuk hal positif
Sedangkan Baarakaallahu fiikum, Atau baarakaallahu Fiihaa diucapkan manakala kita melihat saudara kita memiliki barang bagus atau indah
✅ Jazaakallahu
✅ Jazaakumullahu
✅ Jazaakillahu
❌ Jazakallahu
❌ Jazakillahu
❌ Jazakumullahu
Jazaakallahu + khairan, khoiran, khoyr, khoyr, khoyran.
Catatan : tidak perlu ditambahkan Katsiron karena Khairan sudah memiliki arti kebaikan yang luas, jika ditambahkan akan membuatnya menjadi tidak efektif dan efisien.
✅ Afwan = Artinya Bisa maaf, tergantung kondisi, bisa sama-sama
❌ Afwan Jiddan
✅ Asiif = Maaf
❌ Asiif Jiddan
Tafaddhol = Silahkan
✅ Silahturrahim
❌ Silahturahmi
✅ Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Assalamu'alaikum warahmatullah
✅ Assalamu'alaikum
❌ Assl
❌ Ass
❌ Aslml
❌ Samlekum
❌ Assall
✅ Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Wa'alaikumussalam warahmatullah
✅ Wa'alaikumussalam
❌ Wa'alakumsalam
❌ Waalakumsalam
❌ Kumsalam
Catatan jika alif lam dihilangkan maka kalimat tersebut akan menjadi UNDEFINITIF, TIDAK BISA DIARTIKAN
Jika alif lamnya tdk dihilangkan maka kalimat tersebut DEFINITIF, BISA DIARTIKAN
✅ Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Wassalamu'alaikum warahmatullah
✅ Wassalamu'alaikum
❌ Wassalmlkm
❌ Wassalam
❌ Kumsam
Jika saudaramu mengucapkan, Jazaakallahu khairan
Jawablah
Wa jazaakallahu khairan atau boleh juga
Wa Anta Fa Jazaakallahu khairan akh
Jika saudaramu mengucapkan,
Jazaakillahu khairan
Jawablah
Wa Jazaakillahu khairan atau boleh juga Wa anti fa jazaakillahu khairan ukht
Jika saudaramu mengucapkan,
Syukron
Jawablah
Wa Iyyak, wa iyyakum, wa iyyaka
✅ Aamiin
❌ Amin
❌ Amiin
Aamiin + (Nama Asmaul Husna), Ya Mujibas Saa-ilin, Aamiin allahumma aamiin, Aamiin Ya Rabb, Aamiin Ya Allah.
✅ Baarakaallahu fiikum
✅ Baarakaallahu Fiihaa
✅ Baarakaallahu fiik
Maka balaslah dengan mengucapkan Wa baarakaallahu Fiikum atau boleh juga wa fiikaa baarakaallah
✅ Rahimahullah
❌ Almarhum/Almarhumah
Catatan, karena belum tentu ketika kita wafat kelak kita akan diberi azab atau rahmat oleh Allah Azza wa Jalla, jadi panggillah dengan sebutan Rahimahullah
✅ Husnul Khatimah
❌ Chusnul Khatimah
Wallahu a'lam bish-shawaab,_
والله أعلم بالصواب
Baarakallahu fiik
بَارَكَ اللَّهُ فِيْك
Sekian
Terima kasih = syukran (شكرًا )
Sama sama atau maaf sekali (Tergantung kondisi) = afwan ( عفواً )
Jika ingin meminta maaf cukup katakan Afwan tidak perlu ditambahkan Jiddan, Karena arti afwan itu sendiri Maaf sekali, sehingga menjadi tidak efektif jika ditambah Jiddan
Saya minta maaf = aseef, asiif ( آسف )
Baiklah = khair, hasanan ( حسناً )*
Mungkin = rubbama (ربما )/yumkin
Awas ! = intabih ( انتبِه )*
Berhati hatilah = ihzar ( احذر )
Jangan lupa = la tansa' ( لا تنسىٰ )
Samiinatun = gemuk ( سمين )
Tawiilun = panjang ( طويل )
Qasirun = pendek ( قصير )
Khofiidhun = rendah ( خفيض )
Nahiifun = kurus ( نحيف)
Yaum = hari ( يوم)
Usbu' = minggu ( أسبوع)
Syahr = bulan ( شهر)
Sanah = tahun ( سنة)
Ucapan dalam bahasa Arab
Selamat malam = laila sa'idah ( ليلة سعيدة)
Sobahul khair = selamat pagi ( صباح الخير)
Ucapan balas sobahul khair = sobahannur ( صباح النور)
Semoga berjaya = bitaufiq wannajah ( بالتوفيق والنجاح)
Salam ukhuwah = salam perkenalan ( سلام اخوة)
Jazaakallahu khairan = semoga Allah membalas jasa kebaikanmu ( جزاك الله خيرا)
Naharun sa'idah = selamat siang
Azhoma allahu ajrak = semoga Allah memuliakan amalan kamu ( عظّم الله أجرك)
Uhibbuki - saya sayang kamu (perempuan) ( أحبكِ)
Uhibbuka- saya sayang kamu (lelaki) ( أحبكَ)
Ganti nama/personal pronouns
Aku/saya = ana ( أنا)
Kamu (lelaki) = anta ( أنتَ)
Kamu (perempuan) = anti ( أنتِ)
Dia (lelaki -seorang ) = huwa ( هُوَ)
Dia (perempuan-seorang) = hiya ( هِيَ)
Dia (lelaki/perempuan = dua orang) = huma ( هماَ)
Dia (lelaki -3 dan keatas) = hum ( هُمْ)
Dia (perempuan-3 dan keatas) = hunna ( هنَّ)
Kami = nahnu ( نحنُ )
Kalian (ramai) = antum ( أنتم)
Mereka = hum ( هُمْ)
Cantik = jamiilah ( جميلة)
Jelek = qabih ( قبيح )
Bersih = nadziifun ( نظيف)
Malas = kaslaan ( كسلان)
Ata'allamu = saya belajar ( أتعلم)
a'kulu = saya makan ( أاكل )
Asyrobu = saya minum ( أشرب)
Aqrou = saya membaca ( أقرا)
Aktubu = saya menulis ( أكتب)
Atakallamu = saya berbicara ( أتكلم)
Amsiku = saya memegang ( أمسك)
A'malu = saya mengerjakan ( أعمل)
Albasu = saya memakai ( ألبس)
Toriiqon = jalan ( طريق)
Baytun = rumah ( بيت)
Mirsamun = pensil ( مِرسم )
Qolamun = pulpen ( قلم )
Mimsahatun = penghapus ( ممسحة)
Mishbaahun = lampu ( مصباح)
Sabbuurotun = papan tulis ( سبورة)
Kaifahaluka = apa khabar (lelaki) ( كيف حالكَ)
Kaifahaluki = apa khabar (girl) ( كيف حالكِ)
Askunufi = saya tinggal di ( أسكن في)
Umri = umur saya ( عمري )
Masmuki ? = Siapa namamu (untuk perempuan) ( ما اسمكِ)
Masmuka ? = Siapa namamu (untuk laki2) ( ما اسمكَ)
Ana tilmiidzatun = saya seorang murid (untuk perempuan) ( انا تلميذة)
Ana tilmiidzun = saya seorang murid (untuk laki-laki) ( انا تلميذ)
Ahlam Saiidah = semoga mimpi indah ( احلام سعيدة)
Syafaakallaahu = semoga Allah menyembuhkan kamu ( شفاك الله)
Ukhwahfillah = Persahabatan Karena Allah ( اخوة في الله)
Ukhtin, ukh = Kakak @ Saudara Perempuan ( اخت)
Akhun, Akhuna, akh = Abang @ Saudara Lelaki ( أخ)
Zauj = Suami @ Pasangan (L) ( زوج)
Zaujah = Isteri @ Pasangan (P) ( زوجة)
Asiif Jiddan = Saya minta maaf sangat2, maaf banget ( آسف جداً)
Ukhwahfillah Abadan Abada = Persudaraan karena Allah Selama2nya (اخوة في الله أبداً ابدا)
Fa'idza Adzamta fatawakkal'alallah = Setelah kamu berazam maka bertawakallah pada Allah (فإذا عزمت فتوكل على الله)
Inni Akhafullah = Sesungguhnya aku takut kepada Allah (إني أخاف الله)
Maafi Qalbi Ghairullah = Tiada di hatiku selain Allah ( مافي قلبي غير الله)
Lau Samatha = Maafkan saya ( لَو سمحتَ)
Naltaqi Ghadan = Kita jumpa besok ( نلتقي غداً)
Illalliqa' = selamat berjumpa kembali (الى اللقاء)
Syafakallahu = Semoga Allah menyembuhkan kamu (L)(شفاكَ الله)
Syafaakillaahu = Semoga Allah myembuhkan kamu (P) (شفاكِ الله)
Tafaddhol = Silakan (تفضل)
La Aadri/ la 'a'rif = Saya Tak Tahu (لا أدري)
Maa fii Musykilah = tiada masalah (مافي مشكلة)
Jazaakallahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kbaikan (L) ( جزاكَ الله خيراً كثيراً)*
Jazaakillahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan (P) ( جزاكِ الله خيراً كثيراً)
Jazaakumullahu khairan = Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan (L&P) جزاكمُ الله خيراً كثيراً)
Wa iyyaka (L) = Dan untukmu jua balasan untuk ucapan (وإياك)
Wa iyyaki (P) = dan untukmu jua balasan untuk ucapan (وإ)
KAIDAH PENULISAN TRANSLITERASI ARAB
Berikut ini beberapa kaidah penulisan bahasa Arab dalam tulisan latin Indonesia, Namun, bagaimana pun kembali kepada tulisan Arab aslinya
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lihat QS Al Kahfi Ayat 39 dan 69,QS Al-Fath ayat 27 dan QS Al-A'la ayat
✅ In Syaa allah
✅ Insyaa Allah
❌ In Shaa Allah
❌ Inshaallah
❌ Insyaallah
In Shaa Allah* untuk pengucapan literasi org barat.
✅ Maa Syaa allah
✅ Maasyaaallah
✅ Masyaaallah
❌ Mashaallah
❌ Masyaallah
Catatan, Maa syaa allah diucapkan manakala kita melihat suatu keindahan atau ketakjuban akan sesuatu
Sedangkan Subhanallah diucapkan manakala kita melihat suatu keburukan atau kejelekan atau kedzaliman dapat juga untuk hal positif
Sedangkan Baarakaallahu fiikum, Atau baarakaallahu Fiihaa diucapkan manakala kita melihat saudara kita memiliki barang bagus atau indah
✅ Jazaakallahu
✅ Jazaakumullahu
✅ Jazaakillahu
❌ Jazakallahu
❌ Jazakillahu
❌ Jazakumullahu
Jazaakallahu + khairan, khoiran, khoyr, khoyr, khoyran.
Catatan : tidak perlu ditambahkan Katsiron karena Khairan sudah memiliki arti kebaikan yang luas, jika ditambahkan akan membuatnya menjadi tidak efektif dan efisien.
✅ Afwan = Artinya Bisa maaf, tergantung kondisi, bisa sama-sama
❌ Afwan Jiddan
✅ Asiif = Maaf
❌ Asiif Jiddan
Tafaddhol = Silahkan
✅ Silahturrahim
❌ Silahturahmi
✅ Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Assalamu'alaikum warahmatullah
✅ Assalamu'alaikum
❌ Assl
❌ Ass
❌ Aslml
❌ Samlekum
❌ Assall
✅ Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Wa'alaikumussalam warahmatullah
✅ Wa'alaikumussalam
❌ Wa'alakumsalam
❌ Waalakumsalam
❌ Kumsalam
Catatan jika alif lam dihilangkan maka kalimat tersebut akan menjadi UNDEFINITIF, TIDAK BISA DIARTIKAN
Jika alif lamnya tdk dihilangkan maka kalimat tersebut DEFINITIF, BISA DIARTIKAN
✅ Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
✅ Wassalamu'alaikum warahmatullah
✅ Wassalamu'alaikum
❌ Wassalmlkm
❌ Wassalam
❌ Kumsam
Jika saudaramu mengucapkan, Jazaakallahu khairan
Jawablah
Wa jazaakallahu khairan atau boleh juga
Wa Anta Fa Jazaakallahu khairan akh
Jika saudaramu mengucapkan,
Jazaakillahu khairan
Jawablah
Wa Jazaakillahu khairan atau boleh juga Wa anti fa jazaakillahu khairan ukht
Jika saudaramu mengucapkan,
Syukron
Jawablah
Wa Iyyak, wa iyyakum, wa iyyaka
✅ Aamiin
❌ Amin
❌ Amiin
Aamiin + (Nama Asmaul Husna), Ya Mujibas Saa-ilin, Aamiin allahumma aamiin, Aamiin Ya Rabb, Aamiin Ya Allah.
✅ Baarakaallahu fiikum
✅ Baarakaallahu Fiihaa
✅ Baarakaallahu fiik
Maka balaslah dengan mengucapkan Wa baarakaallahu Fiikum atau boleh juga wa fiikaa baarakaallah
✅ Rahimahullah
❌ Almarhum/Almarhumah
Catatan, karena belum tentu ketika kita wafat kelak kita akan diberi azab atau rahmat oleh Allah Azza wa Jalla, jadi panggillah dengan sebutan Rahimahullah
✅ Husnul Khatimah
❌ Chusnul Khatimah
Wallahu a'lam bish-shawaab,_
والله أعلم بالصواب
Baarakallahu fiik
بَارَكَ اللَّهُ فِيْك
Sekian
Sabtu, 28 April 2018
ISTILAH ARAB YANG SERING DI PAKAI
الله مستعان
Allahul musta’an = hanya ALLAH-lah tempat kita minta tolong
بارك الله فيك / الله يبارك فيك
Barakallah fikum / Allahu yubarikfik = semoga ALLAH memberi kalian berkah
وأنت كذلك
Wa anta kadzalik = begitu jg antum
Hafizhanallah = semoga ALLAH menjaga kita
هدانا الله
Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita petunjuk/hidayah.
الله يهديك
Allahu yahdik = semoga Allah memberimu petunjuk/hidayah
'ala rohatik = 'ala kaifik = terserah anda...
- antunna = kunn = kalian prempuan
- huwa = hu = dia laki2
- hiya = ha = dia perempuan
- Akhi fillah = saudaraku seiman (kepada Allah)
- Allahu yahdik = Semoga Allah memberimu petunjuk
- Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita petunjuk
- Allahul musta'an = hanya ALLAH lah tempat kita minta tolong
- Wa iyyak/kum = sama2
- Wa anta kadzaalik = begitu juga antum
Kata “أَمَّا بَعْدُ” sering kita dengarkan setiap kali seseorang menyampaikan pengantar khotbah. Bisa juga diungkapkan dengan: “وَبَعْدُ” . Keduanya bermakna sama, yaitu: “adapun selanjutnya”.
Muqoddimah 1:
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam tercurah untuk Rasulullah, para keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang tunduk lagi taat kepada beliau. Amma ba’du ….
Mukadimah 2:
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Salawat dan salam tercurah untuk seorang utusan yang paling mulia, keluarganya, dan semua sahabatnya …. Amma ba’du ….
Mukadimah 3:
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصَحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَومِ الدِّينِ، أَمَّا بَعْدُ
Artinya:
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah untuk seorang nabi dan rasul yang paling mulia, keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat. Amma ba’du ….
HUKUM TAMBAHAN KATA “HABIBUNAA” DALAM SHOLAWAT ?
HUKUM TAMBAHAN KATA “HABIBUNAA” DALAM SHOLAWAT ?
By : Ustadz Ammi Nur Baits -
Tambahan Kata Habibunaa dalam Shalawat
PERTANYAAN
Bolehkah menambahkan habibinaa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalawat…?
JAWAB :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebelumnya kita akan mengenal istilah khalil [الخليل]. Ada beberapa tingkatan kedekatan antara seseorang dengan yang lainnya. Diantaranya adalah derajat al-Mahabbah [المحبة] dan al-Khullah [الخلة]. Orang yang berada di derajat al-Mahabbah disebut Habib, sementara orang yang berada di derajat al-Khullah disebut al-Khalil. Mungkin jika kita terjemahkan ke bahasa kita, al-Habib bisa diartikan kekasih, sementara al-Khalil diartikan kesayangan.
Antara Habib dan Khalil, Mana yang Lebih Dekat ?
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang memiliki Khalil selain Allah, sementara beliau boleh memiliki Habib di kalangan manusia. Berikut diantara dalilnya,
[1] Dari Jundab radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
“Aku mendengar, lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau pernah berpesan,
إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً
“Sungguh aku menyatakan kesetiaanku kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil di antara kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil. Seandainya aku boleh menjadikan seorang khalil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.”
(HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146).
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh menjadikan manusia siapapun sebagai khalilnya, sampaipun orang yang terdekat, yaitu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
[2] Dari Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيْكَ
“Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling anda cintai ?”
“Aisyah.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Dari kalangan lelaki ?” Tanya Amr.
“Ayahnya.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Turmudzi 4260, Ibnu Hibban 7107 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Hadits ini menegaskan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam boleh memiliki habib (kekasih) dari kalangan shahabatnya.
Hadits-hadits ini menjadi dalil pendapat sebagian ulama bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. Karena itulah, hanya ada 2 manusia yang diangkat oleh Allah sebagai khalilnya, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihis shalatu was sallam.
Allah ta'ala berfirman,
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.”
(QS. An-Nisa: 125).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.”
(HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146)
Keterangan ini menguatkan kesimpulan bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. (Raudhatul Muhibbin, hlm. 49)
Karena itulah, dulu para shahabat menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan khalil, dan bukan habib. Diantaranya,
[1] Pernyataan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم-: لاَ تَشْرَبِ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ
Khalilku (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Jangan minum khamr, karena ini kunci semua kejahatan.”
(HR. Ibnu Majah 3496 dan dishahihkan al-Albani)
[2] Pernyataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Khalilku berwasiat kepadaku dengan 3 hal, agar jangan sampai aku tinggalkan sampai mati, ‘Puasa 3 hari tiap bulan…’
(HR. Bukhari 1178)
[3] Pernyataan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ
“Khalilku berpesan kepadaku, agar aku mendengar dan mentaati pemerintah…”
(HR. Ibnu Majah 2972 dan dishahihkan al-Albani).
Menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai habib kita, dibolehkan. Hanya saja, jika anda ingin memposisikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang lebih istimewa lagi, sebutlah beliau dengan khalil.
Beberapa redaksi bacaan shalawat, seperti berikut ini,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيبِنَا مُـحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Habib kita Muhammad
Bisa kita ganti dengan yang lebih sempurna,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَخَلِيلِنَا مُحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Kholil kita Muhammad
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
By : Ustadz Ammi Nur Baits -
Tambahan Kata Habibunaa dalam Shalawat
PERTANYAAN
Bolehkah menambahkan habibinaa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalawat…?
JAWAB :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Sebelumnya kita akan mengenal istilah khalil [الخليل]. Ada beberapa tingkatan kedekatan antara seseorang dengan yang lainnya. Diantaranya adalah derajat al-Mahabbah [المحبة] dan al-Khullah [الخلة]. Orang yang berada di derajat al-Mahabbah disebut Habib, sementara orang yang berada di derajat al-Khullah disebut al-Khalil. Mungkin jika kita terjemahkan ke bahasa kita, al-Habib bisa diartikan kekasih, sementara al-Khalil diartikan kesayangan.
Antara Habib dan Khalil, Mana yang Lebih Dekat ?
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang memiliki Khalil selain Allah, sementara beliau boleh memiliki Habib di kalangan manusia. Berikut diantara dalilnya,
[1] Dari Jundab radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
“Aku mendengar, lima hari sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, beliau pernah berpesan,
إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً
“Sungguh aku menyatakan kesetiaanku kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil di antara kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil. Seandainya aku boleh menjadikan seorang khalil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil.”
(HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146).
Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh menjadikan manusia siapapun sebagai khalilnya, sampaipun orang yang terdekat, yaitu Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
[2] Dari Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيْكَ
“Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling anda cintai ?”
“Aisyah.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Dari kalangan lelaki ?” Tanya Amr.
“Ayahnya.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(HR. Turmudzi 4260, Ibnu Hibban 7107 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Hadits ini menegaskan bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam boleh memiliki habib (kekasih) dari kalangan shahabatnya.
Hadits-hadits ini menjadi dalil pendapat sebagian ulama bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. Karena itulah, hanya ada 2 manusia yang diangkat oleh Allah sebagai khalilnya, Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihis shalatu was sallam.
Allah ta'ala berfirman,
وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.”
(QS. An-Nisa: 125).
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai khalil.”
(HR. Muslim 1216 & Ibnu Majah 146)
Keterangan ini menguatkan kesimpulan bahwa khalil lebih istimewa dibandingkan habib. (Raudhatul Muhibbin, hlm. 49)
Karena itulah, dulu para shahabat menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan khalil, dan bukan habib. Diantaranya,
[1] Pernyataan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم-: لاَ تَشْرَبِ الْخَمْرَ فَإِنَّهَا مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ
Khalilku (Nabi) shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Jangan minum khamr, karena ini kunci semua kejahatan.”
(HR. Ibnu Majah 3496 dan dishahihkan al-Albani)
[2] Pernyataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Khalilku berwasiat kepadaku dengan 3 hal, agar jangan sampai aku tinggalkan sampai mati, ‘Puasa 3 hari tiap bulan…’
(HR. Bukhari 1178)
[3] Pernyataan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
أَوْصَانِى خَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَسْمَعَ وَأُطِيعَ
“Khalilku berpesan kepadaku, agar aku mendengar dan mentaati pemerintah…”
(HR. Ibnu Majah 2972 dan dishahihkan al-Albani).
Menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai habib kita, dibolehkan. Hanya saja, jika anda ingin memposisikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang lebih istimewa lagi, sebutlah beliau dengan khalil.
Beberapa redaksi bacaan shalawat, seperti berikut ini,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَحَبِيبِنَا مُـحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Habib kita Muhammad
Bisa kita ganti dengan yang lebih sempurna,
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَخَلِيلِنَا مُحَمَّدٍ
Ya Allah, berikanlah shalawat dan salam untuk Nabi kita dan Kholil kita Muhammad
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
CARA MEMBANGUNKAN SAHUR YANG BENAR
CARA MEMBANGUNKAN SAHUR YANG BENAR
By : Ustadz Ammi Nur Baits -
Aneka Acara Sahur
PERTANYAAN :
Assalaamu’alaikum, Ustadz, bagaimana hukum memutar kaset muratal Al-Qur'an atau lagu-lagu religi di pengeras suara masjid sekitar pukul 02.00 sampai masuk waktu Shubuh, dengan tujuan membangunkan orang-orang untuk sahur ?
Mohon disertakan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang shahih, serta perkataan para ulama.
Terima kasih
Jazakumullah khairan
JAWAB ::
Wa’alaikumussalam, Bismillah was shalatu was salam ‘ala rasulillah.
Cara membangunkan orang untuk sahur atau shalat Tahajud yang dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan demikian. Bukan dengan teriak-teriak ngundang orang: Sahuuuurr!!!, sahuuuurrr!!, atau menabuh kentongan, atau menyalakan murattal di masjid, atau bahkan lagu ‘religi’ nan penuh musik, yang justru mengotori masjid. Bukan demikian cara yang tepat. Justru ini semua akan sangat mengganggu orang yang shalat malam atau orang yang sedang istirahat.
Bagaimana dengan bacaan Alquran ? Bukankah ini satu hal yang baik ?
Benar, bacaan Al-Qur'an adalah satu hal yang baik, namun bukankah ketika Al-Qur'an diperdengarkan kita disyari'atkan untuk mendengarkannya ? Allah ta'ala berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan Al-Qur'an, perhatikanlah dan diamlah, agar kalian diberi rahmat.”
(QS. Al-A’raf: 204).
Apa yang bisa anda bayangkan ketika diperdengarkan Al-Qur'an kemudian malah ditinggal tidur ? Bukankah hal yang bijak, ketika kita tidak memaksa masyarakat untuk bangun demi mendengarkan Al-Qur'an ?
Hal ini pernah terjadi dizaman shahabat, mereka Tahajud dengan mengeraskan bacaan Al-Qur'an. Kemudian dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ini mengganggu.
BAGAIMANA CARA YANG BENAR ?
Cara yang benar adalah dengan adzan awal.
Adzan dimasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diwaktu pagi ada :
1. Adzan awal. Dilakukan sebelum terbit Fajar shodiq oleh Bilal bin Rabah.
2. Adzan Shubuh. Dilakukan setelah terbit Fajar Shubuh oleh shahabat Abdullah bin Ummi Maktum.
Jarak antara adzan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum tidak terlalu jauh. Karena itu, para shahabat yang mengakhirkan makan sahur masih bisa menjumpai adzannya Bilal.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ لِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ وَيُرْجِعَ قَائِمَكُمْ
“Sesungguhnya Bilal melakukan adzan di malam hari (sebelum Shubuh), untuk membangunkan orang yang tidur diantara kalian dan orang yang Tahajud bisa kembali istirahat (untuk persiapan Shubuh).”
(HR. Nasai, 2170)
Dalam riwayat yang lain:
لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ مِنْ سَحُورِهِ
“Jangan sampai adzan Bilal membuat kalian untuk menghentikan makan sahurnya…”
(HR. Bukhari 7247).
Dalam riwayat yang lain :
“إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم”
“Sesungguhnya Bilal melakukan adzan di malam hari (sebelum Shubuh). Makan dan minumlah kalian, sampai Ibnu Ummi Maktum Adzan.”
(HR. Muslim 1092).
Itulah yang sesuai sunnah. Adzan dua kali menjelang Shubuh dan ketika Shubuh dengan dua orang yang berbeda. Agar orang bisa perhatian dengan sahur atau shalat malam.
Allahu a’lam bish showab
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Read more https://konsultasisyariah.com/12903-cara-membangunkan-sahur-yang-benar.html
By : Ustadz Ammi Nur Baits -
Aneka Acara Sahur
PERTANYAAN :
Assalaamu’alaikum, Ustadz, bagaimana hukum memutar kaset muratal Al-Qur'an atau lagu-lagu religi di pengeras suara masjid sekitar pukul 02.00 sampai masuk waktu Shubuh, dengan tujuan membangunkan orang-orang untuk sahur ?
Mohon disertakan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang shahih, serta perkataan para ulama.
Terima kasih
Jazakumullah khairan
JAWAB ::
Wa’alaikumussalam, Bismillah was shalatu was salam ‘ala rasulillah.
Cara membangunkan orang untuk sahur atau shalat Tahajud yang dilakukan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan demikian. Bukan dengan teriak-teriak ngundang orang: Sahuuuurr!!!, sahuuuurrr!!, atau menabuh kentongan, atau menyalakan murattal di masjid, atau bahkan lagu ‘religi’ nan penuh musik, yang justru mengotori masjid. Bukan demikian cara yang tepat. Justru ini semua akan sangat mengganggu orang yang shalat malam atau orang yang sedang istirahat.
Bagaimana dengan bacaan Alquran ? Bukankah ini satu hal yang baik ?
Benar, bacaan Al-Qur'an adalah satu hal yang baik, namun bukankah ketika Al-Qur'an diperdengarkan kita disyari'atkan untuk mendengarkannya ? Allah ta'ala berfirman:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Apabila dibacakan Al-Qur'an, perhatikanlah dan diamlah, agar kalian diberi rahmat.”
(QS. Al-A’raf: 204).
Apa yang bisa anda bayangkan ketika diperdengarkan Al-Qur'an kemudian malah ditinggal tidur ? Bukankah hal yang bijak, ketika kita tidak memaksa masyarakat untuk bangun demi mendengarkan Al-Qur'an ?
Hal ini pernah terjadi dizaman shahabat, mereka Tahajud dengan mengeraskan bacaan Al-Qur'an. Kemudian dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ini mengganggu.
BAGAIMANA CARA YANG BENAR ?
Cara yang benar adalah dengan adzan awal.
Adzan dimasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diwaktu pagi ada :
1. Adzan awal. Dilakukan sebelum terbit Fajar shodiq oleh Bilal bin Rabah.
2. Adzan Shubuh. Dilakukan setelah terbit Fajar Shubuh oleh shahabat Abdullah bin Ummi Maktum.
Jarak antara adzan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum tidak terlalu jauh. Karena itu, para shahabat yang mengakhirkan makan sahur masih bisa menjumpai adzannya Bilal.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ لِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ وَيُرْجِعَ قَائِمَكُمْ
“Sesungguhnya Bilal melakukan adzan di malam hari (sebelum Shubuh), untuk membangunkan orang yang tidur diantara kalian dan orang yang Tahajud bisa kembali istirahat (untuk persiapan Shubuh).”
(HR. Nasai, 2170)
Dalam riwayat yang lain:
لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَذَانُ بِلاَلٍ مِنْ سَحُورِهِ
“Jangan sampai adzan Bilal membuat kalian untuk menghentikan makan sahurnya…”
(HR. Bukhari 7247).
Dalam riwayat yang lain :
“إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى يؤذن ابن أم مكتوم”
“Sesungguhnya Bilal melakukan adzan di malam hari (sebelum Shubuh). Makan dan minumlah kalian, sampai Ibnu Ummi Maktum Adzan.”
(HR. Muslim 1092).
Itulah yang sesuai sunnah. Adzan dua kali menjelang Shubuh dan ketika Shubuh dengan dua orang yang berbeda. Agar orang bisa perhatian dengan sahur atau shalat malam.
Allahu a’lam bish showab
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Read more https://konsultasisyariah.com/12903-cara-membangunkan-sahur-yang-benar.html
TERNYATA ISRAEL NAMA NABI YA'QUB ALAIHISSALAM
TERNYATA ISRAEL NAMA NABI YA'QUB ALAIHISSALAM
PERTANYAAN:
Ustadz apa benar Israel nama nabi Yakub Alaihissalam?
JAWAB :
Bismillah, walhamdulillah was sholaatu wassalaam ‘ala Rasuulillah, waba’du.
Nama Israel, beberapa kali disebut dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah pada ayat-ayat berikut,
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا ﴿٥٧﴾أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّـهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَـٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩
"Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis."
(QS. Maryam : 56-57).
Juga firman Allah ta’ala,
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ ۗ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
"Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar.”
(QS. Ali Imran : 93).
Dan masih banyak lagi ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan nama Israel.
Lantas siapa Israel yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut ?
Mari kita simak penjelasan berikut…
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu pernah berkisah, “Saya pernah hadir di kumpulan orang-orang Yahudi. Lalu Nabi bertanya kepada mereka,
هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسَرَائِيلَ يَعْقُوب ؟
“Tahukah kalian bahwa Israel adalah nama Ya’qub.?”
Mereka menjawan, “Iya benar..”
Kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
اللَّهُمَّ اشْهَدْ
“Ya Allah saksikanlah..”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Imam Tirmidzi menilai hadis ini hasan)
Imam Syaukani rahimahullah menegaskan,
اتفق المفسرون على أنإسرائيل هو يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم عليهم السلام، ومعناه عبد الله، لأن “إسر” في لغتهم هو العبد، و”إيل” هو الله، قيل: إن له اسمين، وقيل: إسرائيل لقب له
"Seluruh ahli tafsir sepakat, bahwa Israel adalah Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim ‘alaihissalam. Maknanya adalah hamba Allah, karena isra dalam bahasa mereka artinya adalah hamba, dan el artinya Allah.
Ada ulama yang menerangkan, bahwa Nabi Ya’qub memiliki dua nama (yakni : Yaqub dan Israel).
Ada pula yang menjelaskan, Israel adalah julukan untuk beliau.
(Fathul Qadir 1/77, tafsir surat Al-Baqarah ayat 40-42).
Dari sini jelaslah, bahwa ternyata Israel adalah nama Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, yang maknanya adalah hamba Allah. Dalam bahasa ummat Islam disebut Abdullah.
Barangkali kemudian muncul pertanyaan, bolehkah menamai anak dengan nama Israel ? Karena kita tahu, ternyata maknanya sangat indah, nama salah seorang Nabi, dan bahkan semakna dengan nama yang paling dicintai Allah, yaitu Abdullah (hamba Allah). Nabi shallallahua’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ أَسمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبدُاللَّهِ وَ عَبدُ الرَّحْمَنِ
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
(HR. Muslim no. 2132)
Jawabannya, untuk zaman ini, sebaiknya tidak menamai anak dengan Israel. Pertimbangannya adalah, nama ini dikhawatirkan menjadi sebab anak tersebut mendapatkan intimidasi atau aniaya. Mengingat Israel pada saat ini terkenal untuk sebutan negara zionis, yang telah merampas bumi pertiwi saudara kita di Palestina.
Ketika mendengar nama Israel, orang banyak yang tidak memahaminya sebagai nama Nabi Ya'qub alaihissalam, atau bahkan banyak yang tidak tahu. Yang pertama terbetik dalam pikiran kebanyakan orang, ketika mendengar nama Israel adalah negeri zionis, penjajah saudara seiman kita di negeri Palestina.
Seyogyanya para orangtua, memberikan nama-nama yang indah maknanya untuk buah hatinya, dan orang-orang menyukainya.
Penjelasan selengkapnya di: https://islamqa.info/ar/114466
Wallahu a’lam bish showab.
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori, Lc
Sumber: http://konsultasisyariah.com
PERTANYAAN:
Ustadz apa benar Israel nama nabi Yakub Alaihissalam?
JAWAB :
Bismillah, walhamdulillah was sholaatu wassalaam ‘ala Rasuulillah, waba’du.
Nama Israel, beberapa kali disebut dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah pada ayat-ayat berikut,
وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا ﴿٥٧﴾أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّـهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَـٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا ۩
"Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis."
(QS. Maryam : 56-57).
Juga firman Allah ta’ala,
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَىٰ نَفْسِهِ مِن قَبْلِ أَن تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ ۗ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
"Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar.”
(QS. Ali Imran : 93).
Dan masih banyak lagi ayat dalam Al-Qur'an yang menyebutkan nama Israel.
Lantas siapa Israel yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut ?
Mari kita simak penjelasan berikut…
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu pernah berkisah, “Saya pernah hadir di kumpulan orang-orang Yahudi. Lalu Nabi bertanya kepada mereka,
هَلْ تَعْلَمُونَ أَنَّ إِسَرَائِيلَ يَعْقُوب ؟
“Tahukah kalian bahwa Israel adalah nama Ya’qub.?”
Mereka menjawan, “Iya benar..”
Kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
اللَّهُمَّ اشْهَدْ
“Ya Allah saksikanlah..”
(HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Imam Tirmidzi menilai hadis ini hasan)
Imam Syaukani rahimahullah menegaskan,
اتفق المفسرون على أنإسرائيل هو يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم عليهم السلام، ومعناه عبد الله، لأن “إسر” في لغتهم هو العبد، و”إيل” هو الله، قيل: إن له اسمين، وقيل: إسرائيل لقب له
"Seluruh ahli tafsir sepakat, bahwa Israel adalah Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim ‘alaihissalam. Maknanya adalah hamba Allah, karena isra dalam bahasa mereka artinya adalah hamba, dan el artinya Allah.
Ada ulama yang menerangkan, bahwa Nabi Ya’qub memiliki dua nama (yakni : Yaqub dan Israel).
Ada pula yang menjelaskan, Israel adalah julukan untuk beliau.
(Fathul Qadir 1/77, tafsir surat Al-Baqarah ayat 40-42).
Dari sini jelaslah, bahwa ternyata Israel adalah nama Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, yang maknanya adalah hamba Allah. Dalam bahasa ummat Islam disebut Abdullah.
Barangkali kemudian muncul pertanyaan, bolehkah menamai anak dengan nama Israel ? Karena kita tahu, ternyata maknanya sangat indah, nama salah seorang Nabi, dan bahkan semakna dengan nama yang paling dicintai Allah, yaitu Abdullah (hamba Allah). Nabi shallallahua’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَحَبَّ أَسمَائِكُمْ إِلَى اللَّهِ عَبدُاللَّهِ وَ عَبدُ الرَّحْمَنِ
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”
(HR. Muslim no. 2132)
Jawabannya, untuk zaman ini, sebaiknya tidak menamai anak dengan Israel. Pertimbangannya adalah, nama ini dikhawatirkan menjadi sebab anak tersebut mendapatkan intimidasi atau aniaya. Mengingat Israel pada saat ini terkenal untuk sebutan negara zionis, yang telah merampas bumi pertiwi saudara kita di Palestina.
Ketika mendengar nama Israel, orang banyak yang tidak memahaminya sebagai nama Nabi Ya'qub alaihissalam, atau bahkan banyak yang tidak tahu. Yang pertama terbetik dalam pikiran kebanyakan orang, ketika mendengar nama Israel adalah negeri zionis, penjajah saudara seiman kita di negeri Palestina.
Seyogyanya para orangtua, memberikan nama-nama yang indah maknanya untuk buah hatinya, dan orang-orang menyukainya.
Penjelasan selengkapnya di: https://islamqa.info/ar/114466
Wallahu a’lam bish showab.
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori, Lc
Sumber: http://konsultasisyariah.com
Jumat, 27 April 2018
BANGUN KESIANGAN, BOLEHKAH SHOLAT SUNNAH QOBLIYAH DI QODHO ?
BANGUN KESIANGAN, BOLEHKAH SHOLAT SUNNAH FAJAR DI QODHO ?
PERTANYAAN :
Bolehkan kita melakukan shalat qoblia Shubuh setelah shalat Shubuh ?
Jawab :
Bismillah. Washolaatu was Salam ‘ala Rasulillah, wa ba’d.
Sholat sunnah Fajar memiliki keutamaan yang besar. Dalam hadits diterangkan bahwa pahala sholat ini lebih baik daripada dunia seisinya. Wajar bila seorang muslim merasa rugi bila terluputkan dari dua rakaat ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at Fajar (sholat qobliyah Shubuh) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.”
(HR. Muslim, dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha).
Namun tidak perlu berkecil hati saat terlewat melakukannya sebelum sholat Shubuh. Karena masih ada kesempatan untuk melakukan shalat sunnah Fajar meskipun telah lewat dari waktu asalnya (yakni, sebelum shalat Shubuh setelah terbit Fajar shodiq).
Bagi yang tidak bisa melakukan sholat sunnah Fajar sebelum Shubuh, maka bisa meng-qodho’nya pada dua waktu berikut :
[1] Setelah melakukan sholat Shubuh.
[2] Setelah terbit matahari.
Sebagaimana keterangan dalam hadits berikut :
Dari Muhammad bin Ibrahim, dari kekeknya yang bernama Qois beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar (dari rumah beliau) lalu iqamah dikumandangkan. Akupun melakukan shalat Shubuh bersama beliau. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu dan mendapatiku sedang shalat. Beliau lantas bersabda,
َ مَهْلًا يَا قَيْسُ أَصَلَاتَانِ مَعًا ؟
“Tunggu ya Qois ! Apakah kamu mengerjakan dua shalat bersama kami ?”
Aku lalu menjawab, “Aku belum mengerjakan dua rakaat sebelum Fajar ya Rasulullah.”
Lalu beliau bersabda,
فَلَا إِذَنْ
“Kalau begitu silahkan.”
(HR. Tirmidzi ).
Hadits ini menerangkan bolehnya meng-qodho’ sholat sunnah Fajar setelah melakukan sholat Shubuh. Seperti yang dilakukan oleh shahabat Qois, dan Nabi mempersilakan beliau.
Kemudian hadits lain yang menerangkan boleh meng-qodho’nya setelah terbit Fajar adalah berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
نام عن ركعتي الفجر فقضاهما بعد ما طلعت الشمس
“Siapa yg tertidur dari melakukan dua raka’at Fajar, maka hendaklah ia meng-qodo’ nya setelah terbit matahari.” (HR. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Syaikh Albani).
Namun yang lebih afdol ditunda sampai terbit matahari. Karena meng-qodho’nya setelah terbit matahari berdasarkan pada perintah langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Adapun melakukannya setelah sholat Shubuh, hanya berdasar pada persetujuan (taqrir) beliau (sebagaimana keterangan dalam dua hadits di atas). Sementara dalil yang bersumber dari perintah langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lebih kuat daripada yang hanya berisi persetujuan beliau.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menfatwakan,
إذا لم يتيسر للمسلم أداء سنة الفجر قبل الصلاة ، فإنه يخير بين أدائها بعد الصلاة أو تأجيلها إلى ما بعد ارتفاع الشمس ، لأن السنة قد ثبتت عن النبي صلى الله عليه وسلم بالأمرين جميعا، لكن تأجيلها أفضل إلى ما بعد ارتفاع الشمس لأمر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك ، أما فعلها بعد الصلاة فقد ثبت من تقريره عليه الصلاة والسلام ما يدل على ذلك.
“Bila seorang muslim terluputkan dari melakukan sunnah Fajar sebelum sholat Shubuh, maka dia boleh melakukannya setelah setelah sholat atau menundanya sampai terbit matahari. Dua pilihan ini ada dalilnya dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Akan tetapi menundanya sampai terbit matahari itu lebih afdol. Berdasarkan pada perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk melakukannya pada waktu tersebut. Adapun melakukannya setelah sholat Shubuh, itu berdasarkan persetujuan beliau ‘alaisshalatu wa sallam.”
(Majmu’ Fatawa, Ibnu Baz 11/373).
Wallahu a'lam bish showab.
Madinah An Nabawiyah, 12 Rajab 1437 H
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshari, Lc
https://konsultasisyariah.com/27692-qadha-shalat-sunah-fajar-setelah-sholat-subuh.html
PERTANYAAN :
Bolehkan kita melakukan shalat qoblia Shubuh setelah shalat Shubuh ?
Jawab :
Bismillah. Washolaatu was Salam ‘ala Rasulillah, wa ba’d.
Sholat sunnah Fajar memiliki keutamaan yang besar. Dalam hadits diterangkan bahwa pahala sholat ini lebih baik daripada dunia seisinya. Wajar bila seorang muslim merasa rugi bila terluputkan dari dua rakaat ini.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at Fajar (sholat qobliyah Shubuh) itu lebih baik dari dunia dan seisinya.”
(HR. Muslim, dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha).
Namun tidak perlu berkecil hati saat terlewat melakukannya sebelum sholat Shubuh. Karena masih ada kesempatan untuk melakukan shalat sunnah Fajar meskipun telah lewat dari waktu asalnya (yakni, sebelum shalat Shubuh setelah terbit Fajar shodiq).
Bagi yang tidak bisa melakukan sholat sunnah Fajar sebelum Shubuh, maka bisa meng-qodho’nya pada dua waktu berikut :
[1] Setelah melakukan sholat Shubuh.
[2] Setelah terbit matahari.
Sebagaimana keterangan dalam hadits berikut :
Dari Muhammad bin Ibrahim, dari kekeknya yang bernama Qois beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar (dari rumah beliau) lalu iqamah dikumandangkan. Akupun melakukan shalat Shubuh bersama beliau. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu dan mendapatiku sedang shalat. Beliau lantas bersabda,
َ مَهْلًا يَا قَيْسُ أَصَلَاتَانِ مَعًا ؟
“Tunggu ya Qois ! Apakah kamu mengerjakan dua shalat bersama kami ?”
Aku lalu menjawab, “Aku belum mengerjakan dua rakaat sebelum Fajar ya Rasulullah.”
Lalu beliau bersabda,
فَلَا إِذَنْ
“Kalau begitu silahkan.”
(HR. Tirmidzi ).
Hadits ini menerangkan bolehnya meng-qodho’ sholat sunnah Fajar setelah melakukan sholat Shubuh. Seperti yang dilakukan oleh shahabat Qois, dan Nabi mempersilakan beliau.
Kemudian hadits lain yang menerangkan boleh meng-qodho’nya setelah terbit Fajar adalah berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
نام عن ركعتي الفجر فقضاهما بعد ما طلعت الشمس
“Siapa yg tertidur dari melakukan dua raka’at Fajar, maka hendaklah ia meng-qodo’ nya setelah terbit matahari.” (HR. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Syaikh Albani).
Namun yang lebih afdol ditunda sampai terbit matahari. Karena meng-qodho’nya setelah terbit matahari berdasarkan pada perintah langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Adapun melakukannya setelah sholat Shubuh, hanya berdasar pada persetujuan (taqrir) beliau (sebagaimana keterangan dalam dua hadits di atas). Sementara dalil yang bersumber dari perintah langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lebih kuat daripada yang hanya berisi persetujuan beliau.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah menfatwakan,
إذا لم يتيسر للمسلم أداء سنة الفجر قبل الصلاة ، فإنه يخير بين أدائها بعد الصلاة أو تأجيلها إلى ما بعد ارتفاع الشمس ، لأن السنة قد ثبتت عن النبي صلى الله عليه وسلم بالأمرين جميعا، لكن تأجيلها أفضل إلى ما بعد ارتفاع الشمس لأمر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك ، أما فعلها بعد الصلاة فقد ثبت من تقريره عليه الصلاة والسلام ما يدل على ذلك.
“Bila seorang muslim terluputkan dari melakukan sunnah Fajar sebelum sholat Shubuh, maka dia boleh melakukannya setelah setelah sholat atau menundanya sampai terbit matahari. Dua pilihan ini ada dalilnya dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Akan tetapi menundanya sampai terbit matahari itu lebih afdol. Berdasarkan pada perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk melakukannya pada waktu tersebut. Adapun melakukannya setelah sholat Shubuh, itu berdasarkan persetujuan beliau ‘alaisshalatu wa sallam.”
(Majmu’ Fatawa, Ibnu Baz 11/373).
Wallahu a'lam bish showab.
Madinah An Nabawiyah, 12 Rajab 1437 H
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshari, Lc
https://konsultasisyariah.com/27692-qadha-shalat-sunah-fajar-setelah-sholat-subuh.html
Rabu, 25 April 2018
BIOGRAFI SINGKAT IMAM AHMAD BIN HAMBAL RAHIMAHULLAH
BIOGRAFI SINGKAT IMAM AHMAD BIN HAMBAL RAHIMAHULLAH
Namanya : Ahmad bin Hanbal.
Arab: أحمد بن حنبل
Nama kunyah : Abu Abdillah
Lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi bin Idris/Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.
Dikenal juga sebagai Imam Hambali (madzhab Imam Ahmad bin Hambal).
Lahir : di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. pada tanggal 20 Rabi'ul awwal tahun164 Hijriah (27 November 780 Masehi)
Wafat : di Baghdad (Irak) pada hari Jum'at tanggal 12 Rabi'ul Awwal 241 Hijriyah (4 Agustus 855 Masehi) usia 77 tahun. dimakamkan di pemakaman al-Harb
Aliran : Sunni Hambali
Minat utama : Fiqh
Gagasan penting : Evolusi Fiqh
AWAL MULA NENUNTUT ILMU
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam.
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini, ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, shaleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits.
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan tentang diri Imam Ahmad bin Hambal :
"Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan disana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal".
Abdur Rozzaq Bin Hammam rahimahullah yang juga salah seorang guru Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata :
"Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal".
KEADAAN FISIK
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi rahimahullah bercerita :
"Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan dia tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”
KELUARGA
Dia menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia memiliki anak-anak yang shalih dari istri-istinya, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
KECERDASAN
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, ayahku pernah bercerita :
“Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku :
“Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti ku beritahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah rahimahullah pernah ditanya :
“Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya ? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal ?” Dia menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu ?” dia menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena dia hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
PUJIAN ULAMA
Abu Ja’far rahimahullah berkata:
“Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya.”
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
“Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqh, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi rahimahullah berkata :
“Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Abdullah bin al-Maimuni rahimahullah berkata :
"Tidak ada yang lebih mulia yang pernah dilihat oleh mataku, selain Imam Ahmad bin Hambal. Tidak ada seorangpun dari ahli hadits yang paling mengagungkan larangan-larangan Allah dan Sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam jika benar menurutnya, dan tidak ada seseorangpun yang lebih kuat dalam mengikutinya selain dari Ahmad."
Abu Bakar as-Sijistani rahimahullah berkata :
"Aku pernah bertemu dengan 200 guru-guru ilmu, tidak ada satupun yang menyerupai Imam Ahmad bin Hambal. Dia betul-betul menyelami ilmu, dan jika disebutkan suatu ilmu, dia ahlinya."
Abdul Wahhab Al-Warraq rahimahullah berkata :
"Abu Abdullah adalah pemimpin kami, dia adalah orang yang matang dalam ilmu. Jika aku berada dihadapan Allah kelak, dan aku ditanya, "Siapa orang yang kamu ikuti ?" aku akan katakan, "Aku mengikuti Ahmad bin Hambal." Sungguh Imam Ahmad bin Hambal telah teruji keilmuannya selama 10 tahun tentang Islam."
KEZUHUDANNYA
Dia memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang dia keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga dia pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
WARA' DAN MENJAGA HARGA DIRI
Abu Isma’il At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan,
“Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk dia, namun dia menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun dia tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun dia juga tidak mau menerimanya."
TAWADHU' DENGAN KEBAIKANNYA
Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata :
“Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Dia (Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan :
“Saya ingin bersembunyi di lembah Mekkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Al Marrudzi rahimahullah berkata :
“Saya belum pernah melihat orang fakir disuatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad bin Hambal, dia perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), dia bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memukau kharismanya”.
Dia pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam ?” dia (Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
SABAR DALAM MENUNTUT ILMU
Tatkala dia pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Mekkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzaq”.
HATI-HATI DALAM BERFATWA
Zakariya bin Yahya rahimahullah pernah bertanya kepada dia, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti ? Apakah cukup seratus ribu hadits ? Dia menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits ?” dia menjawab. “Saya harap demikian”.
KELURUSAN AQIDAHNYA SEBAGAI STANDAR KEBENARAN
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi rahimahullah mengatakan :
“Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”.
Sufyan bin Waki’ rahimahullah juga berkata :
“Ahmad disisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela dia maka dia adalah orang fasik”.
MASA FITNAH
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah dia wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Pada masa Khalifah Al Ma’mun, orang-orang Jahmiyyah berhasil menjadikan paham Jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun Imam Ahmad bin Hambal menjawab :
“Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”.
(HR. Bukhari 12/281).
Lalu dia (Imam Ahmad bin Hambal) menegaskan :
“Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan Imam Ahmad bun Hambal dalam menghadapi cobaan yang menderanya di gambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim :
"Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, Imam Ahmad bin Hambal masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
AHLI HADITS SEKALIGUS JUGA AHLI FIQH
Ibnu ‘Aqil rahimahullah berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain !!"
GURU-GURU IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Mekkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya.
Di antara guru-gurunya adalah:
1. Ismail bin Ja’far.
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky.
3. Umari bin Abdillah bin Khalid.
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami.
5. Imam Syafi'i.
6. Waki’ bin Jarrah.
7. Ismail bin Ulayyah.
8. Sufyan bin ‘Uyainah.
9. Abdurrazaq.
10. Ibrahim bin Ma’qil.
MURID-MURID IMAM AHMAD BIN HAMBAL
1. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
2. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
3. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
AKHIR HAYAT
Imam Ahmad bin Hambal mulai sakit pada malam Rabu, dua hari dari bulan Rabi'ul Awwal tahun 241 Hijriyyah, ia sakit selama sembilan hari. Tatkala penyakitnya mulai parah dan warga sekitar mulai mengetahuinya, maka mereka menjenguknya siang dan malam.
Penyakitnya kian hari kian parah, pada hari Kamis dan sebelum wafat ia memberikan isyarat pada keluarganya agar ia diwudhu'kan, kemudian mereka pun mewudhu'kannya. Ketika berwudhu', Imam Ahmad sambil berdzikir dan memberikan isyarat kepada mereka agar menyela-nyela jarinya. Dia menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun di kota Baghdad. Ia dimakamkan di pemakaman al-Harb, jenazah dia dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
KARYA TULIS
Imam Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
KARYA-KARYA IMAM AHMAD BIN HAMBAL RAHIMAHULLAH.
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh.
4. Kitab at-Tarikh.
5. Kitab Hadits Syu'bah.
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an.
7. Kitab Jawabah al-Qur`an.
8. Kitab al-Manasik al-Kabir.
9. Kitab al-Manasik as-Saghir.
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik.
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman.
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah.
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul.
9. Kitab al-Fara'idh.
10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Referensi
1. Disadur dari Biografi singkat para 'Ulama ahli hadist Abu Rayyan"
2. Tarikhi Dawat-o-Azimat." Karya Maulana Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi"
3. Hayatul Aamam." Karya Syaikh Muhammad Hasan Al-Jamal
1. ^ http://muslim-canada.org/hanbalschool.html^
2. Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin 'Abdul Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di Arab Saudi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sumber : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
Ket : Telah melalui suntingan dengan sedikit penambahan untuk penyempurnaan namun tidak mengurangi isi dari sumber aslinya.
Di arsipkan oleh :
http://arie49.wordpress.com
Namanya : Ahmad bin Hanbal.
Arab: أحمد بن حنبل
Nama kunyah : Abu Abdillah
Lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi bin Idris/Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.
Dikenal juga sebagai Imam Hambali (madzhab Imam Ahmad bin Hambal).
Lahir : di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. pada tanggal 20 Rabi'ul awwal tahun164 Hijriah (27 November 780 Masehi)
Wafat : di Baghdad (Irak) pada hari Jum'at tanggal 12 Rabi'ul Awwal 241 Hijriyah (4 Agustus 855 Masehi) usia 77 tahun. dimakamkan di pemakaman al-Harb
Aliran : Sunni Hambali
Minat utama : Fiqh
Gagasan penting : Evolusi Fiqh
AWAL MULA NENUNTUT ILMU
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam.
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun, ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini, ia pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, shaleh, dan zuhud. Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits.
Imam Asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan tentang diri Imam Ahmad bin Hambal :
"Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya tinggalkan disana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal".
Abdur Rozzaq Bin Hammam rahimahullah yang juga salah seorang guru Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata :
"Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin Hanbal".
KEADAAN FISIK
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi rahimahullah bercerita :
"Saya pernah melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan dia tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”
KELUARGA
Dia menikah pada umur 40 tahun dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia memiliki anak-anak yang shalih dari istri-istinya, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih. Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
KECERDASAN
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, ayahku pernah bercerita :
“Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu saya telah hafal apa yang kudengar darinya”.
Abdullah, putranya yang lain mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku :
“Ambillah kitab mushannaf Waki’ mana saja yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti ku beritahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah rahimahullah pernah ditanya :
“Wahai Abu Zur’ah, siapakah yang lebih kuat hafalannya ? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal ?” Dia menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu ?” dia menjawab, “Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi, karena dia hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta hadits”.
PUJIAN ULAMA
Abu Ja’far rahimahullah berkata:
“Ahmad bin Hambal manusia yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta menghormatinya.”
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
“Ahmad bin Hambal imam dalam delapan hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqh, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.
Ibrahim Al Harbi rahimahullah berkata :
“Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
Abdullah bin al-Maimuni rahimahullah berkata :
"Tidak ada yang lebih mulia yang pernah dilihat oleh mataku, selain Imam Ahmad bin Hambal. Tidak ada seorangpun dari ahli hadits yang paling mengagungkan larangan-larangan Allah dan Sunnah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam jika benar menurutnya, dan tidak ada seseorangpun yang lebih kuat dalam mengikutinya selain dari Ahmad."
Abu Bakar as-Sijistani rahimahullah berkata :
"Aku pernah bertemu dengan 200 guru-guru ilmu, tidak ada satupun yang menyerupai Imam Ahmad bin Hambal. Dia betul-betul menyelami ilmu, dan jika disebutkan suatu ilmu, dia ahlinya."
Abdul Wahhab Al-Warraq rahimahullah berkata :
"Abu Abdullah adalah pemimpin kami, dia adalah orang yang matang dalam ilmu. Jika aku berada dihadapan Allah kelak, dan aku ditanya, "Siapa orang yang kamu ikuti ?" aku akan katakan, "Aku mengikuti Ahmad bin Hambal." Sungguh Imam Ahmad bin Hambal telah teruji keilmuannya selama 10 tahun tentang Islam."
KEZUHUDANNYA
Dia memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang dia keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Kadang juga dia pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
WARA' DAN MENJAGA HARGA DIRI
Abu Isma’il At-Tirmidzi rahimahullah mengatakan,
“Datang seorang lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk dia, namun dia menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus dinar kepada Imam Ahmad namun dia tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada yang memberi tiga ribu dinar, namun dia juga tidak mau menerimanya."
TAWADHU' DENGAN KEBAIKANNYA
Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata :
“Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Dia (Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan :
“Saya ingin bersembunyi di lembah Mekkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”.
Al Marrudzi rahimahullah berkata :
“Saya belum pernah melihat orang fakir disuatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad bin Hambal, dia perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), dia bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memukau kharismanya”.
Dia pernah bermuka masam karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam ?” dia (Imam Ahmad bin Hambal) mengatakan, “Jangan begitu tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
SABAR DALAM MENUNTUT ILMU
Tatkala dia pulang dari tempat Abdurrazzaq yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Mekkah dalam keadaan sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzaq”.
HATI-HATI DALAM BERFATWA
Zakariya bin Yahya rahimahullah pernah bertanya kepada dia, “Berapa hadits yang harus dikuasai oleh seseorang hingga bisa menjadi mufti ? Apakah cukup seratus ribu hadits ? Dia menjawab, “Tidak cukup”. Hingga akhirnya ia berkata, “Apakah cukup lima ratus ribu hadits ?” dia menjawab. “Saya harap demikian”.
KELURUSAN AQIDAHNYA SEBAGAI STANDAR KEBENARAN
Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauruqi rahimahullah mengatakan :
“Siapa saja yang kamu ketahui mencela Imam Ahmad maka ragukanlah agamanya”.
Sufyan bin Waki’ rahimahullah juga berkata :
“Ahmad disisi kami adalah cobaan, barangsiapa mencela dia maka dia adalah orang fasik”.
MASA FITNAH
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah dia wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Pada masa Khalifah Al Ma’mun, orang-orang Jahmiyyah berhasil menjadikan paham Jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja. Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun Imam Ahmad bin Hambal menjawab :
“Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”.
(HR. Bukhari 12/281).
Lalu dia (Imam Ahmad bin Hambal) menegaskan :
“Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan Imam Ahmad bun Hambal dalam menghadapi cobaan yang menderanya di gambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim :
"Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, Imam Ahmad bin Hambal masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya. Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
AHLI HADITS SEKALIGUS JUGA AHLI FIQH
Ibnu ‘Aqil rahimahullah berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan dia lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Demi Allah, dia dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ dia menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan dia setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain !!"
GURU-GURU IMAM AHMAD BIN HAMBAL
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Mekkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya.
Di antara guru-gurunya adalah:
1. Ismail bin Ja’far.
2. Abbad bin Abbad Al-Ataky.
3. Umari bin Abdillah bin Khalid.
4. Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami.
5. Imam Syafi'i.
6. Waki’ bin Jarrah.
7. Ismail bin Ulayyah.
8. Sufyan bin ‘Uyainah.
9. Abdurrazaq.
10. Ibrahim bin Ma’qil.
MURID-MURID IMAM AHMAD BIN HAMBAL
1. Putranya, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal
2. Putranya, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal
3. Keponakannya, Hambal bin Ishaq
AKHIR HAYAT
Imam Ahmad bin Hambal mulai sakit pada malam Rabu, dua hari dari bulan Rabi'ul Awwal tahun 241 Hijriyyah, ia sakit selama sembilan hari. Tatkala penyakitnya mulai parah dan warga sekitar mulai mengetahuinya, maka mereka menjenguknya siang dan malam.
Penyakitnya kian hari kian parah, pada hari Kamis dan sebelum wafat ia memberikan isyarat pada keluarganya agar ia diwudhu'kan, kemudian mereka pun mewudhu'kannya. Ketika berwudhu', Imam Ahmad sambil berdzikir dan memberikan isyarat kepada mereka agar menyela-nyela jarinya. Dia menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun di kota Baghdad. Ia dimakamkan di pemakaman al-Harb, jenazah dia dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
KARYA TULIS
Imam Ahmad bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
KARYA-KARYA IMAM AHMAD BIN HAMBAL RAHIMAHULLAH.
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh.
4. Kitab at-Tarikh.
5. Kitab Hadits Syu'bah.
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an.
7. Kitab Jawabah al-Qur`an.
8. Kitab al-Manasik al-Kabir.
9. Kitab al-Manasik as-Saghir.
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik.
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman.
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah.
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul.
9. Kitab al-Fara'idh.
10. Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Referensi
1. Disadur dari Biografi singkat para 'Ulama ahli hadist Abu Rayyan"
2. Tarikhi Dawat-o-Azimat." Karya Maulana Sayyid Abul Hasan Ali Nadwi"
3. Hayatul Aamam." Karya Syaikh Muhammad Hasan Al-Jamal
1. ^ http://muslim-canada.org/hanbalschool.html^
2. Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin 'Abdul Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di Arab Saudi
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sumber : https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ahmad_bin_Hanbal
Ket : Telah melalui suntingan dengan sedikit penambahan untuk penyempurnaan namun tidak mengurangi isi dari sumber aslinya.
Di arsipkan oleh :
http://arie49.wordpress.com
Langganan:
Postingan (Atom)