Jumat, 31 Desember 2021

Begadang Menunggu Masuknya Tahun Baru


 Ini amalan yang biasa terjadi di bulan Desember, di mana sebagian manusia rela begadang dan tidak tidur hingga pukul 12.00 hanya sekadar untuk menunggu masuknya tahun baru. Dari sisi manfaat, maka amalan ini tidak memberikan manfaat, baik dari sisi kesehatan atau dari sisi keimanan, atau dari sisi sisi yang lain


Begadang tanpa ada kepentingan yang syari dibenci oleh Nabi ﷺ. Selain tidak bermanfaat, kegiatan begadang ini terkadang menyebabkan seseorang Muslim meninggalkan Salat Shubuh, karena mereka tidak tidur sampai menjelang Shubuh, dan tertidur ketika adzan berkumandang.


Mereka pun meninggalkan kewajiban melaksanakan Shalat Shubuh dalam kondisi seperti itu. Terkadang sebagian orang tidak merasa menyesal atau bersedih dengan meninggalkan kewajiban dari Allah ﷻ. Ini menunjukkan kelemahan kaum Muslimin di hadapan kebiasaan dan adat orang-orang kafir


Diriwayatkan dari Abi Barzah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا


"Rasulullah ﷺ membenci tidur sebelum Shalat Isya, dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” [HR. Bukhari, no. 568]


Ibnu Baththal rahimahullah menjelaskan


Nabi ﷺ tidak suka begadang setelah Shalat Isya, karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat Malam, dan khawatir jika sampai luput dari Salat Shubuh berjamaah


Syaikh Abdulah Al-Faqih berkata


فقد كان النبي صلى الله عليه وسلم ينام أول الليل بعد العشاء، إذ كان يكره النوم قبل العشاء والحديث بعدها


"Adalah kebiasaan Nabi ﷺ tidur di awal Malam setelah Shalat Isya, karena dimakruhkan tidur sebelum Shalat Isya, dan berbincang-bincang setelahnya.” [Fatawa As-Syabakiyyah no. 251950]


'Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah Sjalat Isya. Beliau mengatakan:


"Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” [Syarh Al-Bukhari, Ibnu Baththal, 3:278, Asy-Syamilah]


Rasulullah ﷺ telah memberikan bimbingan kepada kaum Muslimin untuk tidak melakukan amalan-amalan yang sia-sia. Beliau ﷺ bersabda:


مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ


"Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.” [HR. Tirmidzi]


Semoga kita bisa menghindari segala amalan yang dibenci oleh Allah ﷻ di bulan Desember ini, dan menjadikan akhir dari tahun ini sebagai kebaikan yang dicintai oleh Allah ﷻ


______________


Dinukil dari: rumaysho.com


Sabtu, 25 Desember 2021

Hukum Seorang yang Sudah Bertaubat, Tapi Berkali-Kali Mengulangi Dosanya


 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah.


Pertanyaan : 


Apa hukum bertaubatnya seorang dari dosa lalu dia mengulangi dosanya kembali beberapa kali. kemudian dia bertaubat berkali-kali dan setelah itu dia bertaubat dengan jujur dan tidak lagi mengulangi dosa tersebut ?


Jawaban : 


Taubatnya orang ini sah, dan berbagai taubat yang pertama dan berbagai taubat yang terakhir semuanya sah. Karena setiap kali berbuat dosa kemudian bertaubat kepada Allah dari dosanya, dan dia menyempurnakan syarat-syarat taubatnya maka Allah akan menerima taubatnya. Maka jika nafsunya mengajaknya lalu dia  melakukan dosa kembali lalu dia bertaubat kedua kali, tiga kali, empat kali. Berdasarkan firman Allah :


قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً


"Katakanlah : Wahai hambaKu yang telah melampaui batas, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah sesungguhnya Allah itu mengampuni dosa semuanya." (QS. Az-Zumar 53)


Akan tetapi yang penting taubatnya itu benar, hendaknya dia bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut, bukan taubat yang main-main, dalam keadaan dia berniat dalam hatinya untuk mengulangi dosa tersebut. 


Karena taubat demikian itu tidak benar, akan tetapi jika taubatnya benar, tatkala dia meninggalkan dosanya dia bertekad untuk tidak mengulanginya.


Maka sesungguhnya jika dia mengulangi kembali kali kedua, maka taubat pertamanya tidaklah gugur. Bahkan tabuat pertamanya tetap sah. Dan setiap kali dia berbuat dosa dan bertaubat, maka Allah tetap menerima taubatnya.


يتوب ثم يعود إلى نفس الذنب


السؤال:


ما حكم توبة من تاب من ذنب ثم رجع إلى ذلك الذنب مرات عديدة، ثم تاب كذلك مرات عديدة وبعد ذلك منَّ الله عليه بالتوبة الصادقة، ولم يرجع إلى هذا الذنب؟


أفتونا وفقكم الله.


الجواب:


توبة هذا المذنب صحيحة. التوبات الأولى والتوبات الأخيرة كلها صحيحة؛ لأنه كلما أذنب ذنباً ثم تاب إلى الله منه واستكمل شروط التوبة في حقه قبل الله يقبل توبته، فإذا دعته نفسه مرة أخرى وفعله فليتب ثانياً، وثالثاً ورابعاً؛ لقول الله تعالى: ﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً﴾ [الزمر:53] لكن المهم أن تكون التوبة صادقة، وأن يكون عازماً على ألا يعود إلى هذا الذنب، وليست التوبة مهزهزة بأن يتوب وهو في قلبه نية للعودة إلى الذنب، فإن هذه التوبة ليست صحيحة، لكن إذا كانت توبة صحيحة وكان حين ترك الذنب عازماً على ألا يعود إليه فإنه إذا عاد إليه مرة ثانية لا تنهدم توبته الأولى، بل توبته الأولى صحيحة، وكلما أذنب وتاب تاب الله عليه.


____________


Sumber: https://binothaimeen.net/content/173


Dinukil dari: https://mahad-arridhwan.com


Sabtu, 18 Desember 2021

Solusi Menghindari RIBA Pada Arisan


 Akad asli dari Arisan adalah Qordh (Hutang) bukan tabungan, Mengapa?


Karena arisan adalah saling mengumpulkan uang dalam jumlah tertentu dan uang yang terkumpul tadi diberikan secara bergilir kepada seluruh anggota arisan, dengan ketentuan setiap anggota wajib membayar uang dengan jumlah tertentu setiap jangka waktu tertentu hingga masa yang telah ditentukan.


Arisan itu bukan menabung, Mengapa?


Karena jika arisan itu adalah tabungan maka tidak ada paksaan atau keharusan untuk rutin melakukan pembayaran dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Menabung pastilah sesuai keinginan kita, berapapun kita mau menabung dan kapan saja kita menabung maka tidak ada yang bisa mengatur atau memaksa kita untuk menabung.


Mengapa Akadnya Menjadi Qordh (Hutang)?


Karena pada dasarnya jika kita mendapatkan atau memenangkan kocokan undian arisan misalnya 5 juta dari 10 orang yang ikut arisan (@500 ribu) maka sejatinya uang kita hanya 500 ribu, yang 4,5 juta itu adalah uang dari 9 orang lainnya yang dipinjamkan kepada kita.


Kenapa Dikatakan Dipinjami atau Dihutangkan?


Ya, karena Anda wajib membayar 500 ribu dicicil di bulan berikutnya sampai dengan hutang Anda telah terbayarkan seluruhnya. Karena akadnya adalah saling berhutang satu dengan yang lainnya, maka oleh karenanya terlarang masing-masing pihak mendapatkan manfaat dari akad hutang tersebut.


Makan-Makan Ditempat Arisan


Makan-makan ditempat yang mendapatkan arisan, artinya kita makan-makan ditempat yang mendapatkan hutang (pihak yang berhutang). Ia mendapatkan hutang 4,5 juta, jika dikurangi makan-makan misalnya habis 500 ribu, maka sejatinya dia hanya mendapatkan hutang 4 juta, tapi nanti ia wajib mengembalikan 4,5 juta. (Ada tambahan atau manfaat dari Hutang).


Sekarang mana dalilnya kalau memberikan tambahan atas hutang adalah RIBA?


1. Ada hadits yang berbunyi,


كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً, فَهُوَ رِبًا


“Setiap utang piutang yang ditarik manfaat di dalamnya, maka itu adalah riba.” (Diriwayatkan oleh Al Harits bin Abi Usamah. Sanadnya terputus sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram. Begitu pula hadits ini punya penguat dari Fadholah bin ‘Ubaid dikeluarkan oleh Al Baihaqi)


Walaupun hadits diatas dha’if (lemah) namun kandungannya benar karena dikuatkan oleh kata sepakat para ulama.


Ulama sepakat semua hutang yang memberikan kemanfaatan maka itu adalah haram dan riba, seperti dinukilkan oleh Ibnu al-Mundzir dalam kitab al-Ijma’, halaman ke-120 dan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni 6/346.


Ibnul Mundzir rahimahullah berkata,


أجمع العلماء على أن المسلف إذا شرط عشر السلف هدية أو زيادة فأسلفه على ذلك أن أخذه الزيادة ربا


“Para ulama sepakat bahwa jika seseorang yang meminjamkan utang dengan mempersyaratkan 10% dari utangan sebagai hadiah atau tambahan, lalu ia meminjamkannya dengan mengambil tambahan tersebut, maka itu adalah riba.” (Al Ijma’, hal. 99, dinukil dari Minhatul ‘Allam, 6: 276).


Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,


وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ


“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)


2. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (2432):


حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ قَالَ: حَدَّثَنِي عُتْبَةُ بْنُ حُمَيْدٍ الضَّبِّيُّ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي إِسْحَاقَ الْهُنَائِيِّ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ: الرَّجُلُ مِنَّا يُقْرِضُ أَخَاهُ الْمَالَ فَيُهْدِي لَهُ؟ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا، فَأَهْدَى لَهُ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى الدَّابَّةِ، فَلَا يَرْكَبْهَا وَلَا يَقْبَلْهُ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ جَرَى بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ»


“Hisyam bin Ammar menuturkan kepada kami, Ismail bin Ayyasy menuturkan kepada kami, Utbah bin Humaid Adh Dhibbi menuturkan kepada kami, dari Yahya bin Abi Ishaq Al Huna-i, ia berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik: Bolehkah seseorang di antara kami yang berhutang kepada saudaranya lalu ia memberikan hadiah kepadanya? Maka Anas bin Malik mengatakan: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:


‘Jika seseorang di antara kalian memberikan hutang, lalu si penghutang memberikan hadiah kepadanya, atau memboncengnya dengan hewan tunggangan, maka jangan mau dibonceng dan jangan terima hadiahnya. Kecuali jika hal itu memang sudah biasa terjadi di antara mereka‘”..


Dari kedua hadist diatas dapat kita simpulkan bahwa tambahan manfaat atau hadiah dari Hutang akan menjadi RIBA apabila :

Dipersyaratkan di awal hutang piutang. Diberikan sebelum hutang piutang selesai (memberikan manfaat atau hadiah saat masih berlangsungnya hutang piutang).


Nah, mari kita lihat akad Arisan kita, jelaslah saat arisan kita melakukan hutang-piutang dan ada ketentuan :


"Yang dapat arisan (yang berhutang) harus menjamu makan-makan di rumahnya untuk pertemuan arisan bulan depan."


Ini jelas mensyaratkan manfaat atau tambahan di depan akad arisan (hutang piutang). Dan ini jelas adalah Riba.


Manfaat yang didapatkan berupa makan-makan yang dilakukan sebelum arisan beres, artinya manfaat tambahan kita terima pada saat pihak yang berhutang belum melunasi pembayaran hutangnya (belum beres masa arisannya). Ini jelas, makan-makan tersebut mengandung Riba.


Apakah Islam itu Angel (susah sulit), Njlimet, Ribet??


Jawabannya ada di dalam Al Qur’an,


فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ‌ يُسْرً‌ا – إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ‌ يُسْرً‌ا


“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah : 5-6)


Solusi Supaya Arisan Terhindar Dari Riba :


Uang makan-makan dipisah dari uang arisan yang dikocok sebagai akad hutang piutangnya.


Tidak ada syarat yang dapat arisan bulan ini akan ngunduh arisan bulan depannya. (Akan ketempatan arisan plus makan-makan di rumahnya).


Lebih baik lagi apabila dalam arisan tersebut ada acara makan makan nya bisa di adakan di Rumah makan atau resto dan masing masing anggota arisan bayar masing masing atas apa yang dia makan.


Lha kalo segini saja kita masih merasa ribet, apa nggak takut nanti kita ribet di akhirat?? 


Semoga kita terhindar dari debu Riba di akhir zaman ini. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, 


“Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa, yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung, akan terkena debunya.” (HR. Nasa`i, no. 4455)


Wallahu ‘alam.


___________


Artikel ini sebagai pembahasan dan penjelasan dari fatwa Dr. Erwandi Tarmizi, MA tentang Arisan pada video dibawah ini:

https://youtu.be/eE2KAnSypvM


Dinukil dari: https://sekolahmuamalah.com



Jumat, 17 Desember 2021

Memasukkan Orang ke Group WhatsApp Tanpa Izin


 Memasukan orang ke dalam group WhatsApp atau semisalnya tanpa izin adalah perbuatan yang kurang beradab. Karena bisa jadi orang yang dimasukkan itu tidak ridha dan merasa terganggu. 


Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 


الْمُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسانِهِ ويَدِهِ


"Seorang Muslim yang sejati adalah yang kaum Muslimin merasa selamat dari gangguan lisannya dan tangannya" (HR. Bukhari no.6484, Muslim no. 41).


Dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 


أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ ؟ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ، وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ


“Maukah aku kabarkan kalian tentang ciri seorang mukmin? Yaitu orang yang orang lain merasa aman dari gangguannya terhadap harta dan jiwanya. Dan muslim, adalah orang yang orang lain merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Ibnu Majah no. 3934, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 549).


Maka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain merasa terganggu. Termasuk di dalamnya, memasukkan orang ke grup tanpa izin. Ini adalah akhlak yang buruk. Kecuali ada prasangka kuat bahwa ia akan ridha jika dimasukkan tanpa izin.


Demikian juga tidak boleh melakukan hal seperti ini walaupun alasannya untuk dakwah. Ingatlah kaidah:


الغاية لا تبرر الوسيلة


"Tujuan baik tidak menghalalkan segala cara".


Ingat juga hadits Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam:


إنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإحْسَانَ علَى كُلِّ شيءٍ


"Sesungguhnya Allah ta'ala mewajibkan ihsan (cara yang baik) dalam segala sesuatu" (HR. Muslim no. 1955, dari sahabat Syaddad bin Aus radhiallahu 'anhu).


Maka andaikan ingin memasukkan orang ke grup, hendaknya dengan cara yang baik.


Selain itu, jika ingin mendakwahkan orang lain dan menyebarkan ilmu, jangan lupa adab! Jangan sampai niat ingin berdakwah namun tidak punya adab.


Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:


علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد


“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” (Adabul Imla’ wal Istimla’ [hal. 2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [hal. 10]).


Semoga Allah ta'ala memberi taufik.


________________


@fawaid_kangaswad


Doa ketika melihat yang disukai dan tidak disukai


 Dari 'Aisyah radhiallahu'anhu, beliau berkata:


كان إذا رأى ما يحب قال : الحمدُ للهِ الذي بنعمتِه تتمُّ الصالحاتُ ، و إذا رأى ما يكره قال : الحمدُ للهِ على كلِّ حالٍ


"Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam jika melihat sesuatu yang beliau sukai, beliau mengucapkan: 


Alhamdulillaah alladzi bini'matihi tatimmus shaalihaat


"Segala puji bagi Allah yang atas nikmat-Nya amalan-amalan shalih bisa disempurnakan"


Dan jika melihat sesuatu yang tidak beliau sukai, beliau mengucapkan: 


Alhamdulillah 'ala kulli haal


"Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan"


(HR. Ibnu Majah no.3803, Ath Thabarani dalam Al Ausath no.6663, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami' no. 4727 dan Silsilah Ash Shahihah no.265).


_____________


@fawaid_kangaswad



Selasa, 07 Desember 2021

Hukum Jual Beli di Teras Masjid


 Pertanyaan:


Apakah teras luar masjid termasuk masjid yang kita dilarang berjualan di situ? Dan apa batasan suatu itu termasuk bagian dari masjid? Tolong dijawab, ustadz, karena di tempat ana terjadi konflik tentang masalah tersebut. Jazakallahu khairan.


Jawaban:


Tidak diragukan lagi bahwa masjid didirikan untuk menegakkan peribadahan kepada Allah Ta’ala; ber-tasbih, mendirikan shalat, membaca kalam Ilahi, dan berdoa kepada-Nya,


فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ رِجَالُُ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَاْلأَبْصَار


“Di rumah-rumah yang di sana Allah telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, di sana ber-tasbih (menyucikan)-Nya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. an-Nur: 36-37).


Pada ayat ini dijelaskan bahwa masjid adalah tempat untuk menegakkan ibadah kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan bahwa orang-orang yang benar-benar menegakkan peribadatan kepada-Nya tidaklah menjadi terlalaikan atau tersibukkan dari peribatannya hanya karena mengurusi perniagaan dan pekerjaannya. Apalagi sampai menjadikan masjid sebagai tempat untuk berniaga.


إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجِلَّ وَتاصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ


“Sesungguhnya, masjid-masjid ini hanyalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, shalat, dan bacaan al-Qur’an.” (HR. Muslim, no. 285).


Demikianlah karakter orang-orang yang memakmurkan rumah-rumah Allah. Tidak heran bila Allah Ta’ala memuji orang-orang yang menggunakan masjid sesuai fungsinya dengan berfirman,


إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُوْلاَئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ


“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. at-Taubah: 18)

Sebagai konsekuensi dari ini, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari berniaga di dalam masjid. Beliau bersabda,


إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُم مَنْ يُنْشِدُ فِيْهِ ضَالَةً فَقُولُوا: لاَ رَدَّ الههُ عَلَيْكَ


“Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.’ Dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.’” (HR. at-Tirmidzi, no. 1321, dan oleh al-Albani dinyatakan sebagai hadits shahih dalam Irwa’ul Ghalil, 5/134, no. 1295).


Dahulu, Atha’ bin Yasar bila menjumpai orang yang hendak berjualan di dalam masjid, beliau menghardiknya dengan berkata, “Hendaknya engkau pergi ke pasar dunia, sedangkan ini adalah pasar akhirat.” (HR. Imam Malik dalam al-Muwaththa’, 2/244, no. 601).


Berdasarkan ini semua, banyak ulama yang mengharamkan jual-beli di dalam masjid.


Adapun teras masjid yang ada di sekeliling masjid, bila berada dalam satu kompleks (areal) dengan masjid –karena masuk dalam batas pagar masjid–, maka tidak diragukan hukum masjid berlaku padanya. Hal ini karena para ulama telah menggariskan satu kaidah yang menyatakan,


الْحَرِيْمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيْمٌ لَهُ


“Sekelilingnya sesuatu memliki hukum yang sama dengan hukum yang berlaku pada sesuatu tersebut.” (Al-Asybah wan Nazha’ir: 240, as-Suyuthi).


Kaidah ini disarikan oleh para ulama ahli fikih dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ


“Sesungguhnya yang halal itu nyata, dan yang haram pun nyata. Sedangkan antara keduanya (halal dan haram) terdapat hal-hal yang diragukan (syubhat) yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka barangsiapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga keutuhan agama dan kehormatannya. Sedangkan barangsiapa yang terjatuh ke dalam hal-hal syubhat, niscaya ia terjatuh ke dalam hal haram. Perumpamaannya bagaikan seorang penggembala yang menggembala (gembalaannya) di sekitar wilayah terlarang (hutan lindung), tak lama lagi gembalaannya akan memasuki wilayah itu. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki wilayah terlarang. Ketahuilah, bahwa wilayah terlarang Allah adalah hal-hal yang Dia haramkan.” (HR. al-Bukhari, no. 52 dan Muslim, no. 1599).


Akan tetapi, bila teras tersebut berada di luar pagar masjid, atau terpisahkan dari masjid oleh jalan atau gang, maka hukum masjid tidak berlaku padanya. Demikianlah yang difatwakan oleh Komite Tetap Fatwa Kerajaan Arab Saudi yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, pada Fatwa no. 11967. 


Wallahu Ta’ala A’lam bishshawab.


****


Ditulis Oleh: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Bader  M.A hafizhahullah


Dinukil dari : konsultasisyariah.com


Sabtu, 04 Desember 2021

Laki-laki Dapat Bidadari di Surga, Wanita Dapat Siapa?


 Wanita Dapat Bidadara di Surga?

Adapun para wanita dunia…apakah mereka jika masuk surga akan mendapatkan bidadara sebagaimana para lelaki surga mendapatkan para bidadari??

Berikut beberapa perkara yang berkaitan dengan pertanyaan di atas:

Pertama : Jika para wanita dunia beriman dan beramal sholeh maka mereka juga akan mendapatkan kenikmatan para bidadara sebagaimana ditunjukan oleh keumuman ayat-ayat yang menegaskan bahwasanya bagi para penduduk surga segala apa yang mereka ingin dan hasratkan.

Seperti firman Allah ﷻ :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (٣١)

“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah ﷻ memberi Balasan kepada orang-orang yang bertakwa” (QS An-Nahl : 31)

لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ خَالِدِينَ كَانَ عَلَى رَبِّكَ وَعْدًا مَسْئُولا (١٦)

“Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya)” (QS Al-Furqoon : 16)

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (٣٤)

“Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah Balasan orang-orang yang berbuat baik” (QS Az-Zumar : 34)

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (٣٥)

“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS Qoof : 35)

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (٣١)

“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta” (QS Fushshilat : 31)

Dan diantara perkara yang sangat dihasratkan oleh manusia adalah kenikmatan berjimak. Dan kenikmatan surga bukanlah diciptakan dan disediakan oleh Allah ﷻ hanya untuk para lelaki saja akan tetapi kepada seluruh orang-orang yang bertakwa baik dari kalangan lelaki maupun wanita. Allah ﷻ berfirman

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.(QS An-Nisaa :124)

وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Ghoofir : 40)

Yang dimaksud dengan bidadara adalah dari kalangan lelaki dunia yang masuk surga (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53). Dan tentunya seorang lelaki yang masuk surga akan dimodifikasi tubuh dan parasnya oleh Allah ﷻ menjadi tampan dan elok sebagai bidadara (sebagaimana akan datang penjelasannya)

Kedua : Para ulama menjelaskan bahwa ada beberapa sebab kenapa sama sekali tidak disebutkan tentang bidadara bagi para wanita, diantaranya:

Karena para wanita asalnya merekalah yang dicari dan dikejar-kejar, bukan sebaliknya. (lihat Majmu’ Fatawaa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53) Jadi merupakan perkara yang kurang etis jika dikesankan bahwasanya para wanita mengejar-ngejar para bidadara
Dalam dalil-dalil disebutkan tentang keindahan tubuh para bidadari dengan agak detail, tentunya hal ini sangatlah kurang pas jika disebutkan tentang body atau keindahan tubuh para bidadara dihadapan para wanita, karena asalnya para wanita memiliki sifat malu yang sangat tinggi… malu untuk membaca atau mendengar, apalagi membicarakan keindahan tubuh para bidadari
Ketiga : Yang perlu diingat bahwasanya kenikmatan di surga sangatlah banyak dan tidak terbayangkan. Kenikmatan di surga bukanlah hanya kenikmatan jimak saja, akan tetapi masih terlalu banyak kenikmatan yang lain yang banyak dan bervariasi

Keempat : Para ulama juga menyebutkan bahwsanya para wanita dunia jika beriman dan beramal sholeh hingga masuk surga maka mereka akan lebih mulia dan lebih cantik dari para bidadari surga.

Hal ini dikarenakan karena para wanita dunia telah menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah ﷻ wajibkan kepada mereka, mereka menjalankan perintah Allah ﷻ dan menjauhi laranganNya dengan penuh kesabaran tatkala di dunia. Hal ini berbeda dengan para bidadari surga yang langsung diciptakan dewasa dan tanpa pembebanan tugas dari Allah, mereka diciptakan untuk disediakan bagi para lelaki penghuni surga. Ada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukan akan hal ini akan tetapi hadits-hadits tersebut lemah.

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

بَلْ نِسَاءُ الدُّنْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ

“Bahkan wanita dunia lebih afdol dari pada para bidadari” (HR At-Thobrooni dalam Al-Mu’jam Al-Kabiir no 780. Hadits ini dilemahkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaaid 7/255 dan juga Syaikh Al-Albani dalam Dho’if 2230)

Kelima : Para wanita dunia janganlah menyangka jika mereka masuk ke dalam surga lantas wajah mereka tidak berubah. Allah ﷻ akan mempercantik wajah-wajah mereka dengan secantik-cantiknya sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih bahwasanya tubuh para penghuni surga dimodifikasi oleh Allah ﷻ sehingga menjadi lebih besar dan lebih tampan dan cantik. (Lihat penjelasan tentang jasad tatkala kebangkitan merupakan modifikasi dari jasad yang ada di dunia di Majmuu Fataawa Ibni Taimiyyah 17/252 dan Syarh al-‘Aqidah at-Thohawiyah li Ibni Abi al-‘Iz al-Hanafi hal 277). Tubuh dan rupa para pnghuni surga menjadi muda dan besar serta tingginya 60 hasta, selain itu juga tubuh mereka bersih tidak ada kotorannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ آدَمَ

“Semua yang masuk surga seperti bentuknya Nabi Adam” (HR Al-Bukhari no 3326)

Dalam hadits yang lain

إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لاَ يَبُوْلُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ … وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِيْنُ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُوْرَةِ أَبِيْهِمْ آدَمَ سِتُّوْنَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ

“Sesungguhnya rombangan pertama yang masuk surga seperti rembulan yang bersinar di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang di langit, mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak membuang ludah, tidak beringus….istri-istri mereka adalah para bidadari, mereka semua dalam satu perangai, rupa mereka semua seperti rupa ayah mereka Nabi Adam, yang tingginya 60 hasta menjulang ke langit” (HR Al-Bukhari 3327)

Keenam : Meskipun dalam surga seorang lelaki bisa saja memiliki banyak bidadari, bahkan bisa jadi memiliki banyak istri yang dahulunya adalah istri-istrinya di dunia maka sama sekali tidak akan ada dalam hati-hati mereka rasa dengki dan rasa cemburu. Allah ﷻ telah berfirman ;

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٤٣)

Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah ﷻ tidak memberi Kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami, membawa kebenaran.” dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS Al-A’roof : 43)

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ (٤٧)

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS al-Hijr : 47)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُ سَاقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الْحَسَنِ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوْبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا

“Bagi setiap penghuni surga dua orang istri, terlihat sum-sum betisnya dari balik dagingnya karena indahnya, tidak ada perselisihan diantara mereka serta tidak ada permusuhan. Hati-hati mereka hati yang satu, mere bertasbih kepada Allah ﷻ pagi  dan petang” (HR Muslim no 2834)

Oleh karenanya jelas bahwa yang berlaku di dunia tidak sama dengan yang berlaku di akhirat. Jika di dunia poligami menimbulkan kesedihan dan kecemburuan sertap permusuhan maka tidaklah demikian tatkala di akhirat.

Yang seseorang yang masuk surga tidak akan sedih dan khawatir.

Ketujuh : Seorang wanita tidak keluar dari salah satu dari kondisi-kondisi berikut ini:

Pertama : Ia meninggal sebelum menikah. Maka wanita ini bisa jadi dinikahkan dengan lelaki dunia yang masuk surga yang akan menyenangkan hatinya (lihat Majmu Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبُ

“Tidak ada seorang yang membujang pun di surga” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1736 dan 2006)

Kedua : Ia meninggal setelah bercerai dan belum sempat menikah lagi, maka kondisi wanita ini sama dengan kondisi wanita pertama

Ketiga : Ia meninggal dalam keadaan bersuami, akan tetapi suaminya tidak masuk surga bersamanya. Kondisi wanita ini juga sama dengan kondisi wanita yang pertama dan yang kedua.

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang wanita jika masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak masuk surga, maka jika wanita ini masuk surga maka akan ada para lelaki dunia yang masuk surga yang belum menikah, maka bagi para lelaki tersebut para istri dari bidadari dan juga dari para wanita dunia –tentunya jika para lelaki tersebut berminat-” (Majmu’ Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/52)

Yang penting bahwasanya para wanita yang masuk surga pasti bersuami.

Keempat : Ia meninggal setelah menikah dengan suaminya. Maka di surga ia akan menjadi istri suaminya tersebut

Kelima : Suaminya lebih dahulu meninggal dan setelah itu ia tidak menikah lagi hingga meninggal dunia. Maka wanita ini juga kondisinya sama dengan wanita yang keempat, ia akan menjadi istri suaminya tersebut.

Keenam : Setelah suaminya meninggal iapun menikah lagi dengan lelaki lain, meskipun menikah berkali-kali, maka ia akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir.

Tatkala Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu melamar Ummu Dardaa’ maka Ummu Dardaa’pun menolak lamarannya dan berkata, “Aku mendengar Abu Darda’ (suaminya yang telah meninggal-pen) berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Seorang wanita bagi suaminya yang terakhir”.

Dan aku tidak ingin pengganti bagi Abu Dardaa'” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Hudzaifah radhiallahu ‘anhu juga pernah berkata kepada istrinya:

إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تَزَوَّجِي بَعْدِي فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي الدُّنْيَا فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجَهُ فِي الْجَنَّةِ

“Jika kau ingin menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi setelah aku meninggal, karena seorang wanita di surga akan menjadi istri bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karenanya Allah ﷻ mengharamkan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah lagi setelah meninggalnya Nabi, karena mereka adalah istri-istri Nabi di surga” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Kedelapan : Jika perkaranya adalah sebaliknya, yaitu seorang wanita dunia bermaksiat dan membangkang kepada suaminya maka ia tentu akan kalah bersaing dengan para bidadari surga dan akan menyebabkannya terjerumus dalam neraka jahannam. Bahkan tatkala seorang wanita dunia menyakiti hati suaminya maka bidadari surga akan protes dengan perlakuannya sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا ؛ إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

“Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya di akhirat dari bidadari akan berkata, “Janganlah engka mengganggunya, semoga Allah ﷻ membinasakanmu. Sesungguhnya ia hanyalah tamu di sisimu, hampir-hampir lagi ia akan meninggalkanmu menuju kami” (HR At-Thirmidzi dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 173)

Penutup :

Akhirnya…bidadari adalah impian setiap lelaki mukmin…semoga para lelaki mukmin yang menjaga kemaluannya dan menundukan pandangannya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ akan dianugrahi oleh Allah ﷻ kelezatan memandang para bidadari.

Tidaklah penulis menjelaskan tentang pesona para bidadari kecuali agar pesona para bidadari tersebut lebih bisa membantu para lelaki beriman untuk menghadapi godaan-godaan syahwat dunia yang bersifat sementara dan sekejap. Jika jiwanya menyerunya untuk bermaksiat dengan memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ maka hendaknya ia hibur dirinya dengan pesona bidadari yang Allah ﷻ janjikan bagi para lelaki yang beriman dan bersabar

***

Ditulis Oleh : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA

Dinukil dari: https://firanda.com/

Wanita Dapat Bidadara di Surga?
Adapun para wanita dunia…apakah mereka jika masuk surga akan mendapatkan bidadara sebagaimana para lelaki surga mendapatkan para bidadari??

Berikut beberapa perkara yang berkaitan dengan pertanyaan di atas:

Pertama : Jika para wanita dunia beriman dan beramal sholeh maka mereka juga akan mendapatkan kenikmatan para bidadara sebagaimana ditunjukan oleh keumuman ayat-ayat yang menegaskan bahwasanya bagi para penduduk surga segala apa yang mereka ingin dan hasratkan.

Seperti firman Allah ﷻ :

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (٣١)

“(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah ﷻ memberi Balasan kepada orang-orang yang bertakwa” (QS An-Nahl : 31)

لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ خَالِدِينَ كَانَ عَلَى رَبِّكَ وَعْدًا مَسْئُولا (١٦)

“Bagi mereka di dalam surga itu apa yang mereka kehendaki, sedang mereka kekal (di dalamnya). (hal itu) adalah janji dari Tuhanmu yang patut dimohonkan (kepada-Nya)” (QS Al-Furqoon : 16)

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (٣٤)

“Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah Balasan orang-orang yang berbuat baik” (QS Az-Zumar : 34)

لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (٣٥)

“Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS Qoof : 35)

نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (٣١)

“Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta” (QS Fushshilat : 31)

Dan diantara perkara yang sangat dihasratkan oleh manusia adalah kenikmatan berjimak. Dan kenikmatan surga bukanlah diciptakan dan disediakan oleh Allah ﷻ hanya untuk para lelaki saja akan tetapi kepada seluruh orang-orang yang bertakwa baik dari kalangan lelaki maupun wanita. Allah ﷻ berfirman

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga.(QS An-Nisaa :124)

وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ

Dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Ghoofir : 40)

Yang dimaksud dengan bidadara adalah dari kalangan lelaki dunia yang masuk surga (lihat Majmu’ Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53). Dan tentunya seorang lelaki yang masuk surga akan dimodifikasi tubuh dan parasnya oleh Allah ﷻ menjadi tampan dan elok sebagai bidadara (sebagaimana akan datang penjelasannya)

Kedua : Para ulama menjelaskan bahwa ada beberapa sebab kenapa sama sekali tidak disebutkan tentang bidadara bagi para wanita, diantaranya:

Karena para wanita asalnya merekalah yang dicari dan dikejar-kejar, bukan sebaliknya. (lihat Majmu’ Fatawaa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53) Jadi merupakan perkara yang kurang etis jika dikesankan bahwasanya para wanita mengejar-ngejar para bidadara
Dalam dalil-dalil disebutkan tentang keindahan tubuh para bidadari dengan agak detail, tentunya hal ini sangatlah kurang pas jika disebutkan tentang body atau keindahan tubuh para bidadara dihadapan para wanita, karena asalnya para wanita memiliki sifat malu yang sangat tinggi… malu untuk membaca atau mendengar, apalagi membicarakan keindahan tubuh para bidadari
Ketiga : Yang perlu diingat bahwasanya kenikmatan di surga sangatlah banyak dan tidak terbayangkan. Kenikmatan di surga bukanlah hanya kenikmatan jimak saja, akan tetapi masih terlalu banyak kenikmatan yang lain yang banyak dan bervariasi

Keempat : Para ulama juga menyebutkan bahwsanya para wanita dunia jika beriman dan beramal sholeh hingga masuk surga maka mereka akan lebih mulia dan lebih cantik dari para bidadari surga.

Hal ini dikarenakan karena para wanita dunia telah menjalankan kewajiban-kewajiban yang Allah ﷻ wajibkan kepada mereka, mereka menjalankan perintah Allah ﷻ dan menjauhi laranganNya dengan penuh kesabaran tatkala di dunia. Hal ini berbeda dengan para bidadari surga yang langsung diciptakan dewasa dan tanpa pembebanan tugas dari Allah, mereka diciptakan untuk disediakan bagi para lelaki penghuni surga. Ada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukan akan hal ini akan tetapi hadits-hadits tersebut lemah.

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

بَلْ نِسَاءُ الدُّنْيَا أَفْضَلُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ

“Bahkan wanita dunia lebih afdol dari pada para bidadari” (HR At-Thobrooni dalam Al-Mu’jam Al-Kabiir no 780. Hadits ini dilemahkan oleh Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaaid 7/255 dan juga Syaikh Al-Albani dalam Dho’if 2230)

Kelima : Para wanita dunia janganlah menyangka jika mereka masuk ke dalam surga lantas wajah mereka tidak berubah. Allah ﷻ akan mempercantik wajah-wajah mereka dengan secantik-cantiknya sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahih bahwasanya tubuh para penghuni surga dimodifikasi oleh Allah ﷻ sehingga menjadi lebih besar dan lebih tampan dan cantik. (Lihat penjelasan tentang jasad tatkala kebangkitan merupakan modifikasi dari jasad yang ada di dunia di Majmuu Fataawa Ibni Taimiyyah 17/252 dan Syarh al-‘Aqidah at-Thohawiyah li Ibni Abi al-‘Iz al-Hanafi hal 277). Tubuh dan rupa para pnghuni surga menjadi muda dan besar serta tingginya 60 hasta, selain itu juga tubuh mereka bersih tidak ada kotorannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ آدَمَ

“Semua yang masuk surga seperti bentuknya Nabi Adam” (HR Al-Bukhari no 3326)

Dalam hadits yang lain

إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً لاَ يَبُوْلُوْنَ وَلاَ يَتَغَوَّطُوْنَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُوْنَ … وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِيْنُ عَلَى خُلُقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلَى صُوْرَةِ أَبِيْهِمْ آدَمَ سِتُّوْنَ ذِرَاعًا فِي السَّمَاءِ

“Sesungguhnya rombangan pertama yang masuk surga seperti rembulan yang bersinar di malam purnama, kemudian rombongan berikutnya seperti bintang yang paling terang di langit, mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak membuang ludah, tidak beringus….istri-istri mereka adalah para bidadari, mereka semua dalam satu perangai, rupa mereka semua seperti rupa ayah mereka Nabi Adam, yang tingginya 60 hasta menjulang ke langit” (HR Al-Bukhari 3327)

Keenam : Meskipun dalam surga seorang lelaki bisa saja memiliki banyak bidadari, bahkan bisa jadi memiliki banyak istri yang dahulunya adalah istri-istrinya di dunia maka sama sekali tidak akan ada dalam hati-hati mereka rasa dengki dan rasa cemburu. Allah ﷻ telah berfirman ;

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (٤٣)

Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menunjuki Kami kepada (surga) ini. dan Kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah ﷻ tidak memberi Kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami, membawa kebenaran.” dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS Al-A’roof : 43)

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ (٤٧)

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS al-Hijr : 47)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ يُرَى مُخُ سَاقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الْحَسَنِ لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ قُلُوْبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ يُسَبِّحُوْنَ اللهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا

“Bagi setiap penghuni surga dua orang istri, terlihat sum-sum betisnya dari balik dagingnya karena indahnya, tidak ada perselisihan diantara mereka serta tidak ada permusuhan. Hati-hati mereka hati yang satu, mere bertasbih kepada Allah ﷻ pagi  dan petang” (HR Muslim no 2834)

Oleh karenanya jelas bahwa yang berlaku di dunia tidak sama dengan yang berlaku di akhirat. Jika di dunia poligami menimbulkan kesedihan dan kecemburuan sertap permusuhan maka tidaklah demikian tatkala di akhirat.

Yang seseorang yang masuk surga tidak akan sedih dan khawatir.

Ketujuh : Seorang wanita tidak keluar dari salah satu dari kondisi-kondisi berikut ini:

Pertama : Ia meninggal sebelum menikah. Maka wanita ini bisa jadi dinikahkan dengan lelaki dunia yang masuk surga yang akan menyenangkan hatinya (lihat Majmu Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/53). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبُ

“Tidak ada seorang yang membujang pun di surga” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1736 dan 2006)

Kedua : Ia meninggal setelah bercerai dan belum sempat menikah lagi, maka kondisi wanita ini sama dengan kondisi wanita pertama

Ketiga : Ia meninggal dalam keadaan bersuami, akan tetapi suaminya tidak masuk surga bersamanya. Kondisi wanita ini juga sama dengan kondisi wanita yang pertama dan yang kedua.

Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Seorang wanita jika masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak masuk surga, maka jika wanita ini masuk surga maka akan ada para lelaki dunia yang masuk surga yang belum menikah, maka bagi para lelaki tersebut para istri dari bidadari dan juga dari para wanita dunia –tentunya jika para lelaki tersebut berminat-” (Majmu’ Fatawa Syaikh al-‘Utsaimin 2/52)

Yang penting bahwasanya para wanita yang masuk surga pasti bersuami.

Keempat : Ia meninggal setelah menikah dengan suaminya. Maka di surga ia akan menjadi istri suaminya tersebut

Kelima : Suaminya lebih dahulu meninggal dan setelah itu ia tidak menikah lagi hingga meninggal dunia. Maka wanita ini juga kondisinya sama dengan wanita yang keempat, ia akan menjadi istri suaminya tersebut.

Keenam : Setelah suaminya meninggal iapun menikah lagi dengan lelaki lain, meskipun menikah berkali-kali, maka ia akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir.

Tatkala Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu melamar Ummu Dardaa’ maka Ummu Dardaa’pun menolak lamarannya dan berkata, “Aku mendengar Abu Darda’ (suaminya yang telah meninggal-pen) berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Seorang wanita bagi suaminya yang terakhir”.

Dan aku tidak ingin pengganti bagi Abu Dardaa'” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Hudzaifah radhiallahu ‘anhu juga pernah berkata kepada istrinya:

إِنْ شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تَزَوَّجِي بَعْدِي فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي الدُّنْيَا فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجَهُ فِي الْجَنَّةِ

“Jika kau ingin menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi setelah aku meninggal, karena seorang wanita di surga akan menjadi istri bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karenanya Allah ﷻ mengharamkan istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikah lagi setelah meninggalnya Nabi, karena mereka adalah istri-istri Nabi di surga” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1281)

Kedelapan : Jika perkaranya adalah sebaliknya, yaitu seorang wanita dunia bermaksiat dan membangkang kepada suaminya maka ia tentu akan kalah bersaing dengan para bidadari surga dan akan menyebabkannya terjerumus dalam neraka jahannam. Bahkan tatkala seorang wanita dunia menyakiti hati suaminya maka bidadari surga akan protes dengan perlakuannya sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا ؛ إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ قَاتَلَكِ اللهُ ؛ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

“Tidaklah seorang wanita menyakiti suaminya di dunia kecuali istrinya di akhirat dari bidadari akan berkata, “Janganlah engka mengganggunya, semoga Allah ﷻ membinasakanmu. Sesungguhnya ia hanyalah tamu di sisimu, hampir-hampir lagi ia akan meninggalkanmu menuju kami” (HR At-Thirmidzi dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 173)

Penutup :

Akhirnya…bidadari adalah impian setiap lelaki mukmin…semoga para lelaki mukmin yang menjaga kemaluannya dan menundukan pandangannya dari melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ akan dianugrahi oleh Allah ﷻ kelezatan memandang para bidadari.

Tidaklah penulis menjelaskan tentang pesona para bidadari kecuali agar pesona para bidadari tersebut lebih bisa membantu para lelaki beriman untuk menghadapi godaan-godaan syahwat dunia yang bersifat sementara dan sekejap. Jika jiwanya menyerunya untuk bermaksiat dengan memandang hal-hal yang diharamkan oleh Allah ﷻ maka hendaknya ia hibur dirinya dengan pesona bidadari yang Allah ﷻ janjikan bagi para lelaki yang beriman dan bersabar

***

Ditulis Oleh : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA

Dinukil dari: https://firanda.com/

Rabu, 01 Desember 2021

Mengirim Karangan Bunga Sebagai Tanda Duka Cita, Bolehkah?


 Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, 


Mengirim karangan bunga bagi mayit, baik itu mayit Muslim, apalagi non-Muslim, maka hukumnya – sejauh yang saya ketahui dan fahami – adalah TIDAK BOLEH. Setidaknya dibenci (MAKRUH), jika tidak mau dikatakan haram.


Alasannya:


- Takziyah itu bagian dari ibadah, yang sepatutnya kita meniru cara Nabi ﷺ dalam bertakziyah. Sedangkan Nabi ﷺ tidak pernah bertakziyah dengan mengirimkan bunga, padahal di zaman beliau ﷺ ada bunga. Demikian pula dengan para sahabat. Karena itu, perbuatan ini berpotensi masuk ke dalam amaliyah bid'ah. 


- Mengirimkan karangan bunga itu bukan merupakan kebiasaan Islam, namun kebiasaan orang kafir. Karena itu hal ini termasuk perbuatan tasyabbuh (meniru-niru) perbuatan orang kafir yang dilarang Nabi ﷺ.


- Keluarga mayit tidaklah butuh dengan karangan bunga atau yang semisal. Bahkan karangan tersebut cenderung menjadi sampah tidak berguna, yang hanya menghabiskan tempat. Sehingga tidak malah membantu, namun malah menyusahkan.


- Karangan bunga itu tidak murah dan tidak begitu berguna, sehingga perbuatan ini termasuk tabdzir atau membuang-buang harta.


- Seringkali dalam karangan bunga dituliskan kata fihak yang mengirimkan, seperti “Yang turut berduka cita, Fulan.” Perbuatan seperti ini berpotensi melahirkan rasa pamer, ingin dilihat (riya’) atau ingin didengar (sumah). Bahkan bisa jadi menimbulkan rasa sombong, berbangga diri dan melampaui batas, lantaran ingin menunjukkan status dan strata sosial.


DLL


Wallahu a’lam


****


Di tulis Oleh: Ustadz Abu Salma Muhammad hafizhahullah




Senin, 29 November 2021

Apakah Makmum yang Lupa Dalam Shalat Harus Sujud Sahwi?


 Bagi makmum yang lupa dalam shalatnya maka tidak perlu melakukan sujud sahwi, kecuali dia mengikuti imam yang melakukan sujud sahwi, sebagaimana yang dijelaskan oleh RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam,


إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ


“Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk semuanya” (HR. Bukhari no. 378 dan Muslim no. 412)


Dan juga disebabkan karena sujud sahwi hukumnya wajib bukan rukun, dan wajib akan gugur karena mengikuti imam, contohnya ketika ada makmum masbuk yang masuk pada raka’at kedua, maka gugur baginya untuk tasyahhud awal, karena tasyahhud awal baginya ada pada raka’at ketiga yang dilakukan imam, maka wajib baginya untuk bangkit bersama imam. (Lihat: Asy-Syarhul Mumti’ ‘Alaa Zaadil Mustaqni’ 3/387)


***


Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, M.A


Di nukil dari: https://firanda.com


Artikel ini terbit di website dan aplikasi Bekal Islam

Versi web : Panduan Tata Cara Sholat Lengkap


Sabtu, 27 November 2021

Hukum Melakukan Hubungan Suami lstri Tapi Istri Belum Mandi Wajib Setelah Haid


 Pada dasarnya, hubungan intim terlarang dilakukan saat seorang wanita masih dalam masa haidh, berdasarkan firman Allah ﷻ:


(ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض ولا تقربوهن حتى يطهرن فإذا تطهرن فأتوهن…)


“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh, katakanlah “itu adalah sesuatu yang kotor”, karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci, apabila mereka telah suci, campurilah mereka…” (QS. Al-Baqarah: 222).


Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:


ونهي عن قربانهن بالجماع ما دام الحيض موجودا, ومفهومه حله إذا انقطع


“dan (Allah ﷻ) melarang untuk mendekati mereka (para istri) dengan melakukan jima’ (hubungan badan) selama haid masih ada, dan bisa dipahami bahwa: jika haid telah selesai maka kembali menjadi halal” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim: 1/439).


Setelah selesai masa haid dan berhenti darahnya, maka seorang wanita diwajibkan untuk melakukan mandi untuk menyucikan dirinya. Agar ia kembali bisa melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditinggalkan selama masa haidh, seperti sholat, puasa, dan melayani suaminya dengan berhubungan badan.


Maka mayoritas para ulama seperti Madzhab Maliki, Mazhab Syafi’I, Madzhab Hambali dan lainnya menjadikan mandi wajib setelah haid sebagai syarat dibolehkannya melakukan hubungan intim, sebagaimana Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan:


أن وطع الحائض قبل الغسل حرام, وإن انقطع دمها في قول أكثر أهل العلم


“Bahwa sesungguhnya berhubungan intim dengan wanita yang sedang haid sebelum melakukan mandi wajib hukumnya haram, walaupun darah haid nya telah berhenti, sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ahli ilmu” (Al-Mughni: 1/384).


Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan:


لا يجوز وطء الحائض والنفساء حتى يغتسلا, فإن عدمت الماء أو خافت الضرر باستعمالها الماء لمرض أو برد شديد تتيمم, وتوطأ بعد ذلك, بقوله تعالى: (ولا تقربوهن حتى يطهرن) أي ينقطع الدم, (فإذا تطهرن): اي اغتسلن بالماء.


“Tidak boleh behubungan intim dengan wanita haid dan nifas sampai melakukan mandi wajid, apabila air tidak ada atau wanita tersebut ditakutkan terjadinya bahaya jika menggunakan air karena sakit atau dingin yang sangat maka hendaklah ia ber-tayammum, dan dibolehkan melakukan hubungan intim setelah itu, berdasarkan firman Allah Ta’ala: “dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci” yaitu: berhentinya darah haid, “Maka apabila mereka telah suci” yaitu: mereka telah melakukan mandi wajib”. (Majmuatul Fatawa: 11/359).


Ketika menafsirkan firman Allah:


(فإذا تطهرن فأتوهن)


“Apabila mereka telah bersuci maka campurilah mereka.”


Para Ulama Tafsir dari kalangan sahabat seprti Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma mengatakan:


إذا اغتسلن…. فشرط لأباحة الوطء شرطين: انقطاع الدم والاغتسال, فلا يباح إلا بهما


“(Yaitu) apabila mereka telah melakukan mandi wajib”, Maka beliau (Ibnu Abbas) mensyaratkan bolehnya melakukan hubungan intim dengan 2 syarat; 1. Berhentinya darah haid, 2. Mandi wajib, maka tidak dibolehkan melakukan hubungan intim keculi jika dua syarat tersebut sudah terpenuhi”. (Al-Mughni: 2/384).


Namun Madzhab Hanafi dalam hal ini menyatakan pendapat yang berbeda:


“قالو: يحل للرجل أن يأتي امرأته حتى انقطع دم الحيض والنفاس لأكثر مدة الحيض وهي عشرة أيام كاملة, ولأكثر مدة النفاس, وهي أربعون يوما, وإن لم تغتسل.


“Mereka berkata: Dibolehkan bagi laki-laki mendatangi istrinya jika telah berhenti darah haid dan nifas yaitu setelah berlalunya batasan waktu terlama haid 10 hari, dan waktu terlama untuk nifas 40 hari, walaupun belum melakukan mandi wajib” (Al-Fiqhu ‘alal Mazahibil ‘Arba’ah: 73).


Hanya saja, mayoritas para ulama menyatakan bahwa pendapat madzhab Hanafi di sini sangat lemah, dan yang rajihnya adalah pendapat yang mengatakan bahwa mandi wajib merupakan syarat bolehnya mencampuri istri setelah berhenti darah haidnya, sehingga jika sepasang suami dan istri melakukan hubungan badan sebelum syarat ini terpenuhi maka hukumnya haram.


Wallahu A’lam.


***


Ditulis oleh: ️Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom  حفظه الله تعالى


Dinukil dari: konsultasisyariah.com


___________

Apa itu Hadits Qudsi?


 Ungkapan hadits Qudsi terdiri dari dua kata, hadits dan Qudsi.

Hadits [Arab: الحديث]: segala yang dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, persetujuan, atau karakter beliau.

Qudsi [Arab: القدسي] secara bahasa diambil dari kata Qudus, yang artinya suci. Disebut hadist Qudsi, karena perkataan ini dinisbahkan kepada Allah, Al-Quddus, Dzat Yang Maha Suci.

Hadits Qudsi secara Istilah

Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadits Qudsi

Al-Jurjani mengatakan,

الحديث القدسي هو من حيث المعنى من عند الله تعالى ومن حيث اللفظ من رسول الله صلى الله عليه وسلم فهو ما أخبر الله تعالى به نبيه بإلهام أو بالمنام فأخبر عليه السلام عن ذلك المعنى بعبارة نفسه فالقرآن مفضل عليه لأن لفظه منزل أيضا

"Hadits Qudsi adalah hadits yang secara makna datang dari Allah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga hadits Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan hal itu dengan ungkapan beliau sendiri. Untuk itu, Al-Qur'an lebih utama dibanding hadits Qudsi, karena Allah juga menurunkan redaksinya.." (at-Ta’rifat, hlm. 133)

Sementara al-Munawi memberikan pengertian,

الحديث القدسي إخبار الله تعالى نبيه عليه الصلاة والسلام معناه بإلهام أو بالمنام فأخبر النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك المعنى بعبارة نفسه

"Hadits Qudsi adalah berita yang Allah sampaikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam secara makna dalam bentuk ilham atau mimpi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan berita ‘makna’ itu dengan redaksi beliau." (Faidhul Qodir, 4/468).

Demikian pendapat mayoritas ulama mengenai hadits Qudsi, yang jika kita simpulkan bahwa hadits Qudsi adalah hadits yang maknanyadiriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah, sementara redaksinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan inilah yang membedakan antara hadits Qudsi dengan Al-Qur'an. Dimana Al-Qur'an adalah kalam Allah, yang redaksi berikut maknanya dari Allah ta’ala.

Kemudian, ada ulama yang menyampaikan pendapat berbeda dalam mendefinisikan hadis qudsi. Diantaranya Az-Zarqani. Menurut Az-Zarqani, hadits Qudsi redaksi dan maknanya keduanya dari Allah. Sementara hadits Nabawi (hadits biasa), maknanya berdasarkan wahyu dalam kasus di luar ijtihad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara redaksi hadis t dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Az-Zarqani mengatakan,

الحديث القدسي أُوحيت ألفاظه من الله على المشهور والحديث النبوي أوحيت معانيه في غير ما اجتهد فيه الرسول والألفاظ من الرسول

"Hadits Qudsi redaksinya diwahyukan dari Allah – menurut pendapat yang masyhur – sedangkan hadits Nabawi, makna diwahyukan dari Allah untuk selain kasus ijtihad Rasulullah, sementara redaksinya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam." (Manahil al-Urfan, 1/37)

Berdasarkan keterangan az-Zarqani, baik Al-Qur'an maupun hadits Qudsi, keduanya adalah firman Allah. Yang membedakannya adalah dalam masalah statusnya. Hadits Qudsi tidak memiliki keistimewaan khusus sebagaimana Al-Qur'an. (simak: Manahil al-Urfan, 1/37)

Beda Hadits Qudsi Dengan Al-Qur'an

Terlepas dari perbedaan ulama dalam mendefinisikan hadits Qudsi, ada beberapa poin penting yang membedakan antara hadits Qudsi dengan Al-Qur'an, diantaranya,

Al-Qur'an: turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Jibril sebagai wahyu

Hadits Qudsi: tidak harus melalui Jibril. Artinya, bisa melalui Jibril dan bisa tidak melalui Jibril, misalnya dalam bentuk ilham atau mimpi.

Al-Qur'an: sifatnya Qath’i Tsubut (pasti keabsahannya), karena semuanya diriwayatkan kaum muslimin turun-temurun secara mutawatir.Karena itu, tidak ada istilah ayat Al-Qur'an yang diragukan keabsahannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits Qudsi: Tidak ada jaminan keabsahannya. Karena itu, ada Hadits Qudsi yang shahih, ada yang dha'if, dan bahkan ada yang palsu.

Al-Qur'an: Membacanya bernilai pahala setiap huruf. Orang yang membaca satu huruf Al-Qur'an mendapat 10 pahala.

Hadits Qudsi: Semata membaca tidak bernilai pahala. Kecuali jika diniati untuk mempelajari, sehinga bernilai ibadah pada kegiatan mempelajarinya.

Al-Qur'an: Teks dan maknanya merupakan mukjizat. Karena itu, tidak ada satupun makhluk yang bisa membuat 1 surat yang semisal Al-Qur'an.

Hadits Qudsi: Teks dan maknanya bukan mukjizat. Sehingga bisa saja seseorang membuat hadits Qudsi palsu.

Al-Qur'an: Bersifat sakral, sehingga orang yang mengingkari satu huruf saja statusnya kafir.

Hadits Qudsi: Tidak sakral, sehingga mengikuti kajian hadits pada umumnya. Karena itu, bisa saja orang tidak menerima hadits Qudsi, mengingat status perawinya yang tidak bisa diterima.

Al-Qur'an: Tidak boleh disampaikan berdasarkan maknanya tanpa teks aslinya persis seperti yang Allah firmankan. Tidak boleh ada tambahan atau pengurangan satu hurufpun.

Hadits Qudsi: Boleh disampaikan secara makna.

Al-Qur'an: Menjadi mukjizat yang Allah gunakan untuk menantang manusia, terutama masyarakat arab.

Hadits Qudsi: Tidak digunakan sebagai tantangan kepada makhluk Allah lainnya.

Istilah Lain Hadits Qudsi

Beberapa ulama menyebut Hadits Qudsi dengan selain istilah yang umumnya dikenal masyarakat. Ada yang menyebutnya Hadits Ilahiatau Hadits Rabbani. Semacam ini hanya istilah, yang hakekatnya sama, yaitu hadits yang dinisbahkan kepada Allah.

Diantara ulama yang menggunakan istilah hadits ilahi adalah Syaikhul Islam sebagaimana beberapa keterangan beliau di Majmu’ Fatawa dan Minhaj as-Sunnah. Demikian pula al-Hafidz Ibnu Hajar.

Dalam salah satu pernyataannya, Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,

الأحاديث الإلهية: وهي تحتمل أن يكون المصطفى صلى الله عليه وسلم أخذها عن الله تعالى بلا واسطة أو بواسطة

"Hadits Ilahi ada kemungkinan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dari Allah tanpa perantara atau melalui perantara." (Faidhul Qodir, 4/468).

Sementara ulama yang menggunakan istilah hadits Rabbani diantaranya adalah Jalaluddin Al-Mahalli, salah satu penulis tafsir Jalalain. Dalam salah satu pernyataannya,

الْأَحَادِيثَ الرَّبَّانِيَّةَ كَحَدِيثِ الصَّحِيحَيْنِ: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

"Hadits Rabbani itu seperti hadits yang disebutkan dalam dua kitab shahih: “Saya sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku." (Hasyiyah al-Atthar ’ala Syarh al-Mahalli).

Allahu a’lam.

***

Di Tulis Oleh ; Ammi Nur Baits, ST, BA Hafizhahullah

Dinukil dari : konsultasisyariah.com

___________



Resmi, Arab Saudi Larang Selfie Saat Umroh Atau Naik Haji, ini Hukum Selfie Saat Naik Haji Dalam lslam  


 Bismillah Alhamdulillah akhirnya Pemerintah Arab Saudi melarang selfie dan rekam video di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi 


Pemerintah Arab Saudi melarang jamaah yang datang ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi melakukan selfie dan merekam video, semoga ini memberikan kebaikan kepada jamaah yang datang ke dua tempat suci ini, yakni menjauhkan diri dari riya' dan ujub dalam amal ibadah yang jika dilakukan dapat menghapus pahala amal ibadah di lokasi ini, 


Allahu a'lam.


Jadi ingat hal ini pernah dibahas oleh Syaikh Ruhaili hafizhahullah ta'ala, yakni kebiasaan jamaah umroh dan haji Indonesia yang hobi selfie disaat menjalankan amalannya.


Bagi yang hobby selfie dan ingin umroh atau haji mulailah rubah kebiasaan anda mulai sekarang dengan tidak bermudah-mudah berselfie ria.


Hukum Selfie


Pertanyaan:

Banyak banget sekarang hobby selfy, mohon dijelaskan apa hukum selfie?


Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras seseorang ujub terhadap dirinya. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.


Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 


ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ 

 شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ 


"Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya." (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan dishaihkan al-Albani)


Di saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha merahasiakan diri kebalikan dari menonjolkan diri.


Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


 إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ 


"Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri." (HR. Muslim 7621).


Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan prinsip di atas. Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub. Meskipun tidak semua orang yang selfie itu ujub, namun terkadang perasaan lebih sulit dikendalikan.


Karena itu, sebagai mukmin yang menyadari bahaya ujub, tidak selayaknya semacam ini dilakukan. 


Allahu a’lam.


****


Di Tulis Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits, ST, BA hafidzhahullah


Di nukil dari: https://www.fotodakwah.com



Selasa, 23 November 2021

Mengapa Matahari & Bulan Dimasukkan Ke Neraka Kelak?


 Matahari dan bulan di hari akhir nanti memang akan dimasukkan ke dalam neraka. Hal ini telah ditegaskan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ مُكَوَّرَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Matahari dan rembulan seolah-olah seperti sapi jantan yang digulung ke dalam Neraka pada hari kiamat.” [HR Ath-Thahawi dalam “Al-muhalla bil-Atsar” (1/96), dan dishahihkan oleh Al-Albani di Silsilah Ash-Shahihah (124)]

Salah satu tafsirannya sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Khatthabi,

“Keberadaannya di neraka bukanlah maksudnya karena disiksa. Akan tetapi celaan terhadap orang-orang yang dahulu menyembah matahari dan rembulan ketika di dunia, agar mereka mengetahui bahwa peribadatan mereka pada keduanya adalah bathil.” (Fathul Bari, 6/215)

Matahari dan bulan dimasukkan ke neraka bukan untuk disiksa, sebagaimana malaikat-malaikat penjaga neraka juga ada di dalam neraka bukan untuk disiksa. Keadaan ini semisal dengan batu dan berhala-berhala yang mereka sembah yang ikut dimasukkan ke dalam neraka sebagai bentuk menghinakan dan mempermalukan mereka agar semakin menyesali perbuatan-perbuatan mereka di dunia dahulu.

Allah ta'ala berfirman,

اِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ حَصَبُ جَهَنَّمَۗ اَنْتُمْ لَهَا وَارِدُوْنَ

“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahanam. Kamu (pasti) masuk ke dalamnya.” (QS Al-Anbiya’ : 98)

Keberadaan matahari dan bulan di dalam neraka justru akan menambah siksaan batin bagi para penyembahnya. Ibarat seseorang yang kita puji-puji, kita selalu berbuat baik kepadanya ternyata di belakang kita dia malah mengolok-olok dan menjelek-jelekkan kita, maka sakit hati yang kita rasakan justru semakin menyakitkan.

Demikianlah keadaan yang dirasakan oleh penghuni neraka tatkala melihat ternyata sesembahan-sesembahan mereka dahulu menjadi bahan bakar yang semakin menambah panasnya neraka.

***

Artikel www.muslimafiyah.com

Penulis: Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK

Matahari dan bulan di hari akhir nanti memang akan dimasukkan ke dalam neraka. Hal ini telah ditegaskan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda,

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ مُكَوَّرَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Matahari dan rembulan seolah-olah seperti sapi jantan yang digulung ke dalam Neraka pada hari kiamat.” [HR Ath-Thahawi dalam “Al-muhalla bil-Atsar” (1/96), dan dishahihkan oleh Al-Albani di Silsilah Ash-Shahihah (124)]

Salah satu tafsirannya sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Khatthabi,

“Keberadaannya di neraka bukanlah maksudnya karena disiksa. Akan tetapi celaan terhadap orang-orang yang dahulu menyembah matahari dan rembulan ketika di dunia, agar mereka mengetahui bahwa peribadatan mereka pada keduanya adalah bathil.” (Fathul Bari, 6/215)

Matahari dan bulan dimasukkan ke neraka bukan untuk disiksa, sebagaimana malaikat-malaikat penjaga neraka juga ada di dalam neraka bukan untuk disiksa. Keadaan ini semisal dengan batu dan berhala-berhala yang mereka sembah yang ikut dimasukkan ke dalam neraka sebagai bentuk menghinakan dan mempermalukan mereka agar semakin menyesali perbuatan-perbuatan mereka di dunia dahulu.

Allah ta'ala berfirman,

اِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ حَصَبُ جَهَنَّمَۗ اَنْتُمْ لَهَا وَارِدُوْنَ

“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahanam. Kamu (pasti) masuk ke dalamnya.” (QS Al-Anbiya’ : 98)

Keberadaan matahari dan bulan di dalam neraka justru akan menambah siksaan batin bagi para penyembahnya. Ibarat seseorang yang kita puji-puji, kita selalu berbuat baik kepadanya ternyata di belakang kita dia malah mengolok-olok dan menjelek-jelekkan kita, maka sakit hati yang kita rasakan justru semakin menyakitkan.

Demikianlah keadaan yang dirasakan oleh penghuni neraka tatkala melihat ternyata sesembahan-sesembahan mereka dahulu menjadi bahan bakar yang semakin menambah panasnya neraka.

***

Artikel www.muslimafiyah.com

Penulis: Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK

Mengapa Siksa Kubur Tidak Bisa Didengar oleh Manusia?

 

Hikmahnya antara lain disebutkan oleh Syaikh Al-'Allamah Al-Utsaimin,


1). Nabi ﷺ telah mengisyaratkan dalam sabdanya, "Kalau saja kalian tidak saling menguburkan maka aku akan berdoa kepada Allah agar memperdengarkannya kepada kalian.” 


2). Demi menutup aib si mayyit yang berdosa sehingga tidak dipergunjingkan.


3). Dirahasiakannya siksa kubur agar keluarganya tidak sedih berkepanjangan.


4). Tidak mempermalukan keluarganya dengan dikatakan, "Lihat anakmu disiksa", "Bapakmu disiksa", "Saudaramu disiksa", atau kalimat yang serupa.


5). Manusia akan binasa jika mendengarnya karena teriakan orang yang disiksa di kuburnya bukan hal yang ringan.


6). Apabila manusia mendengarnya maka beriman dengan siksa kubur merupakan keimanan terhadap sesuatu yang tampak, tidak lagi beriman terhadap hal yang gaib sehingga luput darinya maslahat ujian. 


Karena manusia akan beriman dengan perkara yang disaksikannya secara pasti. 


Apabila hal tersebut tersembunyi darinya dan mereka tidak mengetahuinya kecuali melalui jalan berita maka inilah hakikat beriman terhadap hal yang gaib.


(Majmu' Fatawa 8/482)

Minggu, 14 November 2021

BACAAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM PADA SHALAT WITIR

 



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ba’du


Pada shalat Witir yang tiga rakaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa membaca surah Al-A’la, Al-Kafirun, dan Al-Ikhlas. Pada rakaat pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah Al-A’la, pada rakaat kedua beliau membaca surah Al-Kafirun, dan pada rakaat ketiga beliau membaca surah Al-Ikhlas.


Sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, disebutkan:


“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Witir tiga rakaat dengan membaca: Sabbihisma rabbikal a’laa, qul yaa ayyuhal kaafiruun, dan qul huwallaahu ahad.” (HR. Ahmad (I/299), At-Tirmidzi (no. 462), An-Nasa’i (III/236), Ibnu Majah (no. 1172), dan selainnya)


Terkadang pada rakaat ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahnya dengan surah Al-Falaq dan surah An-Naas. Sebagaimana hadis dari Abdul Aziz bin Juraij, ia berkata, kami pernah bertanya kepada Aisyah: “Dengan membaca surah apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Witir?” 'Aisyah radhiallahu ‘anha menjawab


كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ اْلأُوْلَى : سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى، وَفِي رَكْعَةِ الثَّانِيَةِ :قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ ، وَفِي الثَّالِثَةِ : قُلْ هُوَ اللهُ أَحَد، وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ


"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada rakaat pertama dengan surat Al-A’laa, pada rakaat kedua dengan surat Al-Kafirun dan pada rakaat ketiga dengan surat Al-Ikhlas dan dua surat Mu’awidzatain (surat Al-Falaq dan surat An-Naas).” (HR. At-Tirmidzi dalam kitab Sunannya hadits no. 462 dan dihasankannya dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, (hadits no. 2432). Syaikh Albani rahimahullah berkata: Hadits ini shahih) (Lihat Shahiih Sunan At-Tirmidzi, (I/144))


******


Sumber: permatasunnah.com



Sabtu, 13 November 2021

MENGAMBIL UPAH DARI MENCUKUR JENGGOT ADALAH HARAM.

 Fadhilah As-Syaikh Ibnu Baaz rahimahulllah:


Pertanyaan:


Sebagian pemilik salon cukur rambut mereka mencukur jenggot sebagian orang maka apa hukum harta yang mereka ambil dengan sebab pekerjaan mereka?


Jawaban:


Mencukur jenggot dan memangkasnya adalah diharamkan dan kemungkaran yang nyata, tidak boleh bagi seorang muslim melakukannya dan tidak boleh membantu atas itu, dan mengambil upah atas yang demikian adalah haram dan hasil yang haram, wajib bagi yang melakukannya untuk bertaubat kepada Allah darinya dan tidak mengulanginya, dan bersedekah disebabkan oleh apa yang dia dapatkan dari usahanya itu apabila dia mengetahui hukum Allah ta'ala tentang haramnya mencukur jenggot, dan jika dia jahil (tidak tahu) maka tidak ada dosa baginya atas apa yang telah lalu, dan wajib atasnya untuk waspada terhadap yang demikian di masa mendatang; berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla tentang memakan riba:


(فَمَن جَاۤءَهُۥ مَوۡعِظَةࣱ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥۤ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِیهَا خَـٰلِدُونَ) [سورة البقرة: 275]


"... Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.* Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah: 275)


Dan di dalam dua kitab Shahih, dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, dari nabi ﷺ bersabda:


«قُصُّوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى خَالِفُوا المُشْرِكِينَ»


"Cukurlah kumis-kumis kalian, biarkanlah jenggot-jenggot kalian (memanjang), dan selisihilah kaum musyrikin".


Dan di dalam shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari nabi ﷺ bersabda:


«جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ»

"Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah kaum Majusi."


Maka yang wajib bagi setiap muslim untuk menjalankan perintah Allah dalam membiarkan jenggot dan memeliharanya, dan mencukur kumis dan memotongnya, dan tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk tertipu dengan banyaknya orang yang menyelisihi sunnah ini dan menampakkan di hadapan Allah kemaksiatan.


Kita memohon kepada Allah hidayah bagi kaum muslimin pada setiap apa yang mengandung keridhaan-Nya, dan membantu mereka untuk taat kepada-Nya dan taat kepada Rasul-Nya ﷺ, dan agar mengaruniakan orang yang menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya berupa taubat nashuh kepada Tuhannya, dan bergegas kepada ketaatan kepada-Nya dan menjalankan perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya ﷺ, sesungguhnya Dia maha mendengar lagi maha dekat. |«


***


 http://binbaz.org.sa/fatawa/2011 

--------------

أخذ الأجرة على حلق اللحى حرام - لفضيلة الشيخ ابن باز رحمه الله 

▃▃▃▃▃▃▃


السؤال: 

 بعض أصحاب صالونات الحلاقة يحلقون لحى بعض الناس فما حكم المال الذي يأخذونه بسبب عملهم؟ 

  

 الجواب:  

 حلق اللحى وقصها محرم ومنكر ظاهر، لا يجوز للمسلم فعله ولا الإعانة عليه، وأخذ الأجرة على ذلك حرام وسحت، يجب على من فعل ذلك التوبة إلى الله منه وعدم العودة إليه، والصدقة بما دخل عليه من ذلك إذا كان يعلم حكم الله سبحانه في تحريم حلق اللحى، فإن كان جاهلاً فلا حرج عليه فيما سلف، وعليه الحذر من ذلك مستقبلاً؛ لقول الله عز وجل في أكلة الربا: فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[1]، وفي الصحيحين، عن ابن عمر رضي الله عنهما، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((قصوا الشوارب وأعفوا اللحى خالفوا المشركين)) وفي صحيح البخاري، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((قصوا الشوارب ووفروا اللحى خالفوا المشركين)) وفي صحيح مسلم، عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((جزوا الشوارب وأرخوا اللحى خالفوا المجوس)) فالواجب على كل مسلم أن يمتثل أمر الله في إعفاء لحيته وتوفيرها، وقص الشارب وإحفائه، ولا ينبغي للمسلم أن يغتر بكثرة من خالف هذه السنة وبارز ربه بالمعصية.


_____________


Rabu, 10 November 2021

7 Kelakuan Negatif Suami

 *7 Kelakuan Negatif Suami*


💔 Hati seorang istri amat terluka dengan tujuh kelakuan negatif suami sebagai berikut:


1. Pengkhianatan ranjang.

2. Pemberian gelar buruk.

3. Perkataan kasar.

4. Keluyuran berkepanjangan.

5. Ketidakadilan ketika poligami.

6. Kecemburuan over dosis.

7. Pemangkasan uang belanja. 

 

✏️ Status Ustadz Zainal Abidin, Lc., M.M  حفظه الله تعالى.


🗓 Diterbitkan Selasa, 14 Agustus  2020


📱 TG: @tausiyahbimbinganislam


_____________

Sabtu, 16 Oktober 2021

KAMI JUGA PUNYA DALIL

 

Kami Juga Punya Dalil !


Ketahuilah, bahwa sebagian saudara-saudara kita kaum Muslimin yang membolehkan untuk mengadakan perayaan maulid Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam, mereka mengaku mempunyai Dalil-dalil atau Hujjah atau Argumentasi, yang mendukung atau menunjukkan bolehnya melakukan perayaan Maulid tersebut.


Atau dengan kata lain, mereka mengatakan : *"Kami Juga Punya Dalil" tentang dibolehkannya mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.


*Benarkah ?*


Ya, benar ! Mereka juga punya dalil.


Tetapi, kalau kita perhatikan dalil-dalil mereka tersebut dalam permasalahan ini, maka semua dalil tersebut tidak terlepas dari 4 (empat) keadaan, yaitu :


1. Ayat-ayat atau hadits yang dijadikan dalil tersebut adalah shahih, tetapi tidak tepat dalam pendalilan, alias keliru, dan cenderung dipaksa-paksakan, untuk mendukung argumentasi mereka.


2. Hadits-hadits yang dijadikan dalil, kebanyakannya Dha’if (lemah), sangat lemah, bahkan ada yang Maudhu’ (palsu), yang itu semua tidak layak dijadikan dalil.


3. Mereka juga menukilkan perkataan atau pendapat sebagian ulama untuk dijadikan dalil, padahal perkataan atau pendapat para ulama itu bukan sebagai dalil, jika menyelisihi dalil-dalil yang shahih dari Al-Qur’an maupun dari As-Sunnah.


Pokoknya yang penting ada ulama yang berfatwa membolehkan, ada dalil yang mendukungnya ataupun tidak, maka para ulama itu akan diikuti dengan cara membabi buta (taqlid), dan dijadikan senjata untuk mendukung pendapat mereka.


4. Seringkali pula, mereka *membuat-buat alasan-alasan yang dipaksakan*, untuk mencapai tujuan/keinginan mereka yang rusak tersebut, yaitu tetap menginginkan diadakannya Maulid, meskipun jelas-jelas bukan perkara yang disyari’atkan dalam agama lslam ini.  


Demikian itulah keadaannya dan kenyataannya, dari dalil-dalil yang mereka gunakan.


Dan insya Allah, akan kita sebutkan sebagian dari dalil-dalil mereka tersebut, berikut jawaban dan bantahannya, sesuai dengan yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk menerangkannya.


Insya Allah, akan kami sebutkan dan jelaskan dalam pembahasan pada Fawaid yang berikutnya, secara berkala dan bersambung .....


Nas-alulloha At-Taufiq wal Istiqomah

Semoga bermanfaat bagi kita semuanya.


Di tulis oleh: Ustadz Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby


----------------

Rabu, 13 Oktober 2021

HUKUM MEMBUKA WAJAH MAYAT SAAT DI KUBURKAN


 Hukum Membuka Wajah Mayat Saat di Kuburkan


Syaikh Masyhur bin Hasan hafidzahullahu berkata:

"Sebagian orang melakukan hal itu pada mayat dan berhujjah dengan atsar-atsar yang sharih, tapi tidak shahih. Seperti, Atsar tabi'in Adh Dhohak yang berwasiat agar wajahnya dibuka".  [Dikeluarkan oleh ibnu abi Syaibah dalam Mushonnaf no 11795].

Namun sanadnya dho'if (lemah) karena ada perawi yang lemah yang bernama Juwaibir.

Juga berhujjah dengan riwayat ibnu 'Umar yang berkata: 

"Apabila kalian menurunkan aku ke liang lahat, maka tempelkan pipiku ke tanah."

Namun atsar ini tidak ditemukan sanadnya. Kalaupun misalnya shahih, akan tetapi tidak sharih menunjukkan membuka wajah. [Al Qoulul Mubin fii munkarotil janaiz hal. 460-461]

Lajnah Daaimah ditanya tentang hukum membuka wajah mayat saat dikuburkan. 

Mereka menjawab:

لا نعلم دليلا يدل على كشف وجه الميت في القبر، بل ظاهر الأدلة الشرعية يدل على أنه لا يكشف؛ ذكرا كان أو أنثى؛ لأن الأصل تغطية الوجه كسائر بدنه، إلا أن يكون الرجل محرما فلا يغطى

"Kami tidak mengetahui adanya dalil membuka wajah mayat di kubur, Justru lahiriyah dalil-dalil syariat menunjukkan tidak dibuka, baik laki-laki maupun wanita, Karena pada asalnya adalah ditutup wajahnya, sebagaimana badannya, Kecuali orang yang sedang berihram, maka tidak boleh ditutup." [Fatwa Lajnah Daaimah]

Allabu a'alam

Semoga bermanfaat

Di tulis oleh : Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc hafzhahullah ta'ala