Maulid Nabi Menurut 4 Madzhab
Oleh : Al Ustadz Ammi Nur Baits
Bagaimana pendapat ulama imam 4 madzhab tentang peringatan maulid Navi ? seperti Imam Asy-Syafii…
Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kita semua mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita semua memuliakan beliau. Kami, anda, mereka, semua muslim sangat mencintai dan memuliakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang menjadi pertanyaan, apakah perayaan maulid Nabi merupakan cara benar untuk mengungkapkan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
Kita tidak tahu pasti kapan pertama kali maulid Nabi ini diadakan. Namun jika kita mengacu pada keterangan Al-Maqrizy dalam kitabnya Al-Khathat (1/490), maulid ini ada ketika zaman Daulah Fatimiyah, daulah Syi'ah yang berkuasa di Mesir. Mereka membuat banyak Maulid, mulai dari Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Fatimah, hingga maulid Hasan dan Husain. Dan Bani Fatimiyah berkuasa sekitar abad 4 H.
Al-Maqrizy adalah ulama ahli sejarah dari Mesir. Wafat tahun 845 H.
Mengenai siapa bani Fathimiyah, bisa anda pelajari di: Mengenal Kerajaan Syi'ah Daulah Fatimiyah.
Inilah yang menjadi alasan, kenapa para ulama ahlus sunnah yang menjumpai perayaan maulid Nabi, menginkari keberadaan perayaan ini. Karena pada hakekatnya, mereka yang merayakan peringatan maulid, melestarikan kebudayaan daulah Fatimiyah yang beraqidah Syi'ah bathiniyah.
Kita akan simak penuturan mereka,
[1] Keterangan Tajuddin Al-Fakihani (ulama Malikiyah w. 734 H),
لا أعلم لهذا المولد أصلاً في كتاب ولا سنة، ولا ينقل عمله عن أحد من علماء الأمة، الذين هم القدوة في الدين، المتمسكون بآثار المتقدمين، بل هو بِدعة أحدثها البطالون
"Saya tidak mengetahui adanya satupun dalil dari Al-Quran dan sunnah tentang maulid. Dan tidak ada nukilan dari seorangpun ulama ummat ini, yang mereka adalah panutan dalam agama, berpegang dengan prinsip pendahulunya. Bahkan peringatan ini adalah perbuatan bid’ah yang dibuat ahli bathil."
(Risalah Al-Maurid fi Hukmi Al-Maulid, hlm. 1).
[2] Keterangan As-Syathibi (w. 790 H)
فمعلوم أن إقامة المولد على الوصف المعهود بين الناس بدعة محدثة وكل بدعة ضلالة
"Semua paham bahwa mengadakan maulid seperti yang ada dimasyarakat dimasa ini adalah bid’ah, sesuatu yang baru dalam agama. Dan semua bid’ah adalah sesat."
(Fatawa As-Syatiby, hlm. 203).
[3] Keterangan As-Sakhawi (ulama Syafi'iyah dari Mesir, muridnya Ibnu Hajar Al-Asqalani),
أصل عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة
"Asal perayaan maulid As-Syarif (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak dinukil dari seorangpun dari ulama salaf yang hidup di tiga generasi terbaik."
(Al-Maurid Ar-Rawi fi Al-Maulid An-Nabawi, hlm. 12)
[4] Pujian As-Suyuthi terhadap keterangan Abu Amr bin Al-Alla’ (w. 154 H)
ولقد أحسن الإمام أبو عمرو بن العلاء حيث يقول: لا يزال الناس بخير ما تعجب من العجب – هذا مع أن الشهر الذي ولد فيه رسول الله وهو ربيع الأول هو بعينه الشهر الذي توفي فيه، فليس الفرح بأولى من الحزن فيه
"Sungguh benar yang dinyatakan Imam Abu Amr bin Al-Alla’, beliau mengatakan, “Masyarakat akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka masih merasa terheran. Mengingat bulan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rabi'ul Awal, yang ini juga merupakan bulan wafatnya beliau. Sementara bergembira dibulan ini karena kelahirannya, tidak lebih istimewa dari pada bersedih karena wafatnya beliau."
(Al-Hawi Lil Fatawa, 1/190).
Kebahagiaan mereka di tanggal 12 Rabi'ul awal dengan anggapan sebagai hari maulid, bertepatan dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu mana yang lebih dekat, peringatan kelahiran ataukah peringatan kematian.
[5] Keterangan Imam Ibnul Hajj (w. 737 H) menukil pernyataan Al-Allamah Al-Anshari :
فإن خلا – أي عمل المولد- منه – أي من السماع – وعمل طعاماً فقط، ونوى به المولد ودعا إليه الاخوان، وسلم من كل ما تقدم ذكره – أي من المفاسد- فهو بدعة بنفس نيته فقط، إذ إن ذلك زيادة
"Jika kegiatan maulid itu bersih dari semua suara-suara musik, hanya berisi kegiatan makan-makan, dengan niat maulid, mengundang rekan-rekan, dan bersih dari semua aktivitas terlarang yang tadi disebutkan, maka status perbuatan ini adalah bid’ah hanya sebatas niatnya. Karena semacam ini termasuk tambahan."
(Al- Madkhal, 2/312)
[6] Pengakuan tokoh Shufi, Yusuf Ar-Rifa’i,
Bahkan seorang tokoh Shufi Yusuf Hasyim Ar-Rifa’i menyatakan dalam kitabnya bahwa perayaan maulid, termasuk yang bentuknya berkumpul untuk mendengarkan pembacaan sirah nabawi, baru ada jauh setelah para imam madzhab meninggal dunia. Yusuf Ar-Rifa’i mengatakan,
إن اجتماع الناس على سماع قصة المولد النبوي الشريف، أمر استحدث بعد عصر النبوة، بل ما ظهر إلا في أوائل القرن السادس الهجري
"Orang berkumpul untuk mendengarkan pembacaan kisah maulid As-Syarif, adalah amalan baru setelah zaman kenabian. Bahkan kegiatan ini belum semarak kecuali diawal abad ke-6 hijriyah."
Ar-Rad Al-Muhkim Al-Mani’, hlm. 153).
[7] Keterangan Muhammad Rasyid Ridha :
هذه الموالد بدعة بلا نزاع، وأول من ابتدع الاجتماع لقراءة قصة المولد أحد ملوك الشراكسة بمصر
"Peringatan maulid ini statusnya bid’ah tanpa ada perbedaan diantara ulama. Sementara orang pertama yang membuat bid’ah kumpul-kumpul untuk menceritakan kisah Maulid adalah salah satu raja Circassians di Mesir."
(Al-Manar, 17/111)
Maulid Menurut Ulama 4 Madzhab.
Lalu bagaimana pandangan para ulama imam madzhab, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad terkait peringatan maulid ?
Jawabannya :
Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan keterangan dari mereka tentang maulid, sementara peringatan maulid belum pernah ada dizaman mereka.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh : Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Read more https://konsultasisyariah.com/26137-perayaan-maulid-menurut-ulama-madzhab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar