Menjawab Tuduhan Idahram :
*TENTANG JULUKAN WAHABI DAN PENAMAAN SALAFI*
________________________📖
🌐 https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/08/13/menjawab-tuduhan-idahram-tentang-julukan-wahabi-penamaan-salafi/
🖊️ Ditulis oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah*
```MENGKRITISI ISTILAH WAHABI```
Kata Wahabi, *Wahabisme ( الوهابي )* adalah sebuah kata yang dimunculkan oleh orang-orang yang tidak menyukai dakwah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah._ Beliau sendiri, sebagai orang yang menyerukan dakwahnya, demikian pula murid-murid beliau, tidak pernah menamakan diri dengan Wahabi.
Ini sekaligus sebagai bantahan terhadap saudara Idahram yang taklid buta kepada Al-Buthi (tokoh Ikhwanul Muslimin) yang menuduh bahwa, nama wahabi pada akhirnya diganti menjadi salafi setelah mengalami kegagalan. (Sejarah Berdarah…, hal. 27).
Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memang tidak pernah menamakan diri dengan wahabi, terlebih dari sisi bahasa dan istilah penamaan wahabi yang tidak tepat.
*》 Seorang Ulama Al-Azhar Mesir, Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi rahimahullah berkata :*
“Penisbatan nama wahabi kepada beliau salah menurut bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah *Muhammadiyyah (bukan wahabiyah),* karena nama beliau Muhammad bukan Abdul Wahhab.” [Lihat Majmu’atur Rosaail At-Taujihat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’ (3/240) ]
*❓ Lalu siapakah yang pertama memunculkan penamaan ini?*
Sejarah mencatat, *istilah wahabi pertama kali disematkan kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah oleh penjajah Inggris,* ketika mereka mendapatkan perlawanan yang keras dari para mujahid India yang terpengaruh oleh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Fakta sejarah ini diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Manzhur An-Nu’mani dalam Di’ayaat Mukatstsafah Diddu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal 105-106, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 310. Fakta ini juga merupakan bukti permusuhan Inggris terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Penjajah Inggris-lah yang pertama menamakan ulama Doeband di India dengan Wahabi karena kerasnya pertentangan mereka terhadap penjajah dan pengaruh dakwah Syaikh Muhammad bin abdul Wahhab rahimahullah pada mujahidin di India.
Fenomena ini juga sekaligus bantahan terhadap tuduhan saudara Idahram bahwa ulama pengikut Wahabi tidak pernah berjihad melawan penjajahan Barat Yahudi dan Kristen (pada hal. 68).
Walhamdulillah, penjajahan Barat tidak pernah benar-benar memasuki daratan Najd, Makkah, Madinah dan sekitarnya yang dikuasai Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pengikut-pengikutnya. Sedang pada zaman beliau, kesyirikan dan bid’ah benar-benar tersebar di wilayahnya, beliau pun sibuk memberantas kesyirikan dan bid’ah, karena hal itu akan menghalangi kaum muslimin dari pertolongan Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_ maka bagaimana mungkin mengajak kaum muslimin berjihad?!
*Dan jihad itu sendiri hukumnya bisa fardhu ‘ain dan bisa pula fardhu kifayah.* Di antara bentuk jihad yang fardhu ‘ain adalah kewajiban jihad bagi penduduk suatu negeri apabila musuh telah masuk di wilayah mereka, sedangkan bagi kaum muslimin di wilayah lainnya hukumnya fardhu kifayah. Maka jelaslah tuduhan tidak berjihad melawan Barat hanya sekedar mencari-cari kesalahan tanpa ada penelitian yang mendalam.
Meskipun kenyataan yang sebenarnya, pada tahun 1806 H, orang-orang Qawasim yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sudah pernah menyerang bahkan mengalahkan serta mengusir pasukan Inggris di perairan Teluk. [Lihat kitab Al-Jadidah fi Tarikh Al-Utsmaniyyin, hal. 158 dan Tarikh Al-Ahsaa As-Siyasi, Dr. Muhammad ‘Araabi, hal. 42-43, sebagaimana dalam Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuyudh wa Asbaabus Suquth, karya Ash-Shalabi, softcopy dari http://www.slaaby.com].
Maka fakta ini juga sebagai bantahan terhadap tuduhan dusta saudara Idahram bahwa Dir’iyyah bekerjasama dengan Inggris untuk melemahkan khilafah (pada hal. 120). Justru Inggris sangat senang dengan jatuhnya Dir’iyyah (ibukota Saudi yang pertama) ke tangan Turki ketika Ibrahim Basya menyerang Dir’iyyah [lihat fakta sejarah ini dalam kitab Dirosat fi Tarikh Al-Khalij Al-‘Arabi Al-Hadits wal Mu’ashir, 1/198, sebagaimana dalam Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuhudh wa Asbaabus Suquth, karya Ash-Shalabi, softcopy dari http://www.slaaby.com]. Inilah sesungguhnya sebab terbesar jatuhnya khilafah Turki Utsmani, yaitu kejahatan mereka menyerang ahlut tauhid was sunnah.
Istilah wahabi inipun, segera dijadikan senjata oleh para pelaku bid’ah dan syirik yang gerah terhadap dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, tujuan mereka tidak lain untuk menjatuhkan dakwah beliau.
*》 Syaikh Mas’ud An-Nadwi rahimahullah berkata :*
“Sesungguhnya di antara dusta yang paling jelas atas dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah penamaan wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang memiliki kepentingan, telah berhasil mencitrakan penamaan wahabi ini seakan suatu agama di luar Islam. Orang-orang Inggris, Turki dan Mesir (ketika itu) menjadikan istilah wahabi sebagai momok yang menakutkan.
Setiap kali bangkit satu gerakan (perlawanan) Islam di dunia Islam pada dua abad yang lalu, dan orang-orang Eropa melihatnya sebagai sebuah ancaman atas kepentingan mereka, maka dengan segera mereka kait-kaitkan gerakan tersebut dengan wahabi yang berasal dari Najd.”
Istilah wahabi ini memang di telinga orang awam lebih dapat mencitrakan kejelekan dibandingkan istilah muhammadi, walaupun hakikatnya istilah muhammadi yang lebih tepat, karena nama Syaikh adalah Muhammad sama dengan Nabi kita yang mulia, sedangkan Abdul Wahhab adalah nama bapaknya dan Wahhab (الوهاب ) itu sendiri adalah nama Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ yang agung.
*》 Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berfirman :*
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً, إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
_“(Mereka berdoa): Ya Rabb Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia).”_ (QS. Ali-Imran: 8)
أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ
_“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Rabbmu yang Maha Perkasa lagi Maha pemberi?”_ (QS. Shaad: 9)
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
_“Ia berkata: Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.”_ (QS. Shaad: 35)
Ayat-ayat di atas jelas, bahwa Al-Wahhab adalah salah satu nama Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ yang berarti memberi.
Hanya karena di kalangan orang awam nama Allah Al-Wahhab kurang begitu diketahui lalu dengan licik dan tanpa adab kepada Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_ mereka gunakan nama-Nya untuk memberi kesan buruk terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
_“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”_ (QS. Shaad: 67)
*》 Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata :*
“Orang-orang itu telah terbiasa menyebut istilah wahabi bagi setiap orang yang menyelisihi kebiasaan, keyakinan dan bid’ah-bid’ah mereka. Meskipun keyakinan-keyakinan mereka itu rusak, menyelisihi Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadist yang shahih, juga menyelisihi dakwah kepada tauhid dan ajakan untuk berdoa hanya kepada Allah yang satu saja, tidak kepada selain-Nya.
Aku pernah membacakan kepada seorang syaikh (sufi), hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang ada dalam Al-Arba’in An-Nawawiyah, yaitu sabda Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam,_
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِالله
```“Apabila kamu mau meminta (doa) maka mintalah kepada Allah.”``` [HR. Al-Imam At-Tirmidzi]
*》 Sangat mengagumkan penjelasan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika beliau berkata :*
‘Kemudian apabila hajat yang diminta oleh seseorang itu bukanlah suatu hajat yang bisa dikabulkan oleh makhluk, seperti meminta hidayah, ilmu, kesembuhan penyakit dan kesehatan, maka hendaklah minta kepada Allah _Subhanahu wa Ta’ala._ Memintanya kepada makhluk dan bergantung kepadanya adalah suatu yang tercela.’
Maka aku katakan kepada syaikh ini, bahwa hadits ini dan penjelasan Al-Imam An-Nawawi bermakna tidak boleh meminta tolong (doa) kepada selain Allah _Subhanahu wa Ta’ala._
*》 Maka Syaikh itu berkata, ‘Bahkan boleh.’*
*Aku katakan, ‘Apa dalilmu?’*
Dia pun marah dan berkata dengan suara keras, ‘Sungguh bibiku telah berdoa, wahai Syaikh Sa’ad (padahal Syaikh Sa’ad sudah dikubur di masjidnya, dia minta tolong (berdoa) kepada Syaikh Sa’ad),
Maka aku bertanya kepada bibiku, ‘apakah Syaikh Sa’ad bisa memberi manfaat kepadamu?’
Bibiku berkata, ‘Aku berdoa kepada Syaikh Sa’ad, lalu beliau meneruskannya kepada Allah, hingga menyembuhkan aku.’
Aku katakan kepada Syaikh ini, ‘Sungguh engkau seorang yang pintar, banyak membaca buku, lalu kenapa engkau mengambil aqidahmu dari bibimu yang jahil?’
Dia berkata, ‘Engkau memiliki pemikiran Wahabi, engkau pergi melaksanakan umroh lalu kembali dengan membawa buku-buku Wahabi’.”
Demikianlah, mereka menamakan Wahabi terhadap ajaran tauhid dan sunnah yang menyelisihi kesyirikan dan bid’ah mereka.
مَّا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
_“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.”_ (QS. Al-Kahfi: 5)
*🔲 TENTANG PENAMAAN SALAFI*
Saudara Idahram mengklaim nama salafi hanyalah upaya ganti baju para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (pada hal. 27). Menurutnya, penamaan salafi itu sendiri muncul pertama kali di Mesir setelah penjajahan Inggris (pada hal. 29)
Pembaca yang budiman, telah dimaklumi bersama bahwa salafi ( السلفي ) itu bermakna pengikut generasi salaf ( السلف ), sedangkan yang dimaksud dengan generasi Salaf adalah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan para shahabatnya. Dan ummat Islam tidak berbeda pendapat akan keharusan meneladani Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan para shahabatnya, sehingga muncul istilah salafi untuk membedakan para pengikut Salaf dengan golongan yang menyimpang dari jalan Salaf.
Sama halnya dengan penamaan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, penamaan ini secara nash, juga tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun demikian tidak ada yang mencela penamaan ini, bahkan ulama memunculkan penamaan ini demi untuk membedakan golongan yang benar dan golongan yang menyimpang dari sunnah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan para shahabat. Golongan inilah golongan yang selamat (al-firqotun najiyah) yang dimaksudkan oleh Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dalam hadits,
و تفترق أمتي على ثلاث و سبعين ملة كلهم في النار إلا ملة و احدة ما أنا عليه و أصحابي
```“Dan akan berpecah ummatku menjadi 73 millah, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu yang mengikuti aku dan para sahabatku.”``` [HR. Al-Imam At-Tirmidzi]
Dalam riwayat lain,
إن أمتي ستفترق على اثنتين و سبعين كلها في النار إلا و هي الجماعة
```“Sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu al-jama’ah.”```
*》 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam kitabnya Risalah Ila Ahlil Qosim :*
“Aku berkeyakinan seperti yang diyakini oleh golongan yang selamat (al-firqotun najiyah), yaitu golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, aku beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian dan aku beriman kepada takdir Allah, baik dan buruknya.”
*》 Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata :*
```“Mazhab kami dalam ushuluddin adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan jalan beragama kami adalah jalan salaf.”```
Pembaca yang budiman, demikian hakikat ajaran Salafi yang mereka namakan Wahabi, sebenarnya *Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sama sekali tidak membawa ajaran baru,* melainkan ajaran generasi salaf. Adapun klaim saudara Idahram bahwa penamaan salafi baru muncul setelah penjajahan Inggris di Mesir, ini adalah kebohongan publik demi untuk menggiring opini seakan-akan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah ajaran baru.
*Mari kita lihat penyebutan nama salafi dari kitab-kitab ulama dahulu.*
1. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Ad-Daruquthni, “Orang ini (yaitu, Ad-Daruquthni) tak pernah masuk ke dalam ilmu kalam dan jidal, dan tidak pula terjun ke dalamnya, bahkan ia adalah salafi.” [Siyar A’lam An-Nubala’ (16/457) [
2. Al-Imam Ad-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Bahroni, “Dia adalah seorang yang taat beragama, orangnya baik lagi salafi.” [Mu’jam Asy-Syuyukh (2/280) ]
3. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Sholahuddin Abdur Rahman bin Utsman bin Musa Al-Kurdi Asy-Syafi’i, “Dia adalah seorang salafi bagus aqidahnya.” [Tadzkiroh Al-Huffazh (4/1431) ]
4. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdullah Ibnul Muzhoffar bin Abi Nashr bin Habatillah, “Dia adalah seorang yang tsiqoh (terpercaya), sholeh, lagi salafi.” [Tarikh Al-Islam (1/4236)[
5. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Al-Qodhi Abul Hasan Umar bin Ali Al-Qurosyi Abil Barokat Ad-Dimasyqi, “Dia adalah seorang waro’, sholeh, beragama, lagi salafi.” [Tarikh Al-Islam (1/4849) ]
6. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdur Rahman bin Al-Khodhir bin Al-Hasan bin Abdan Al-Azdi, “Dia adalah seorang sunni, salafi, lagi atsari –semoga Allah merahmatinya-.” [Tarikh Al-Islam (1/4861) ]
7. Al-Imam Ash-Shofadi berkata tentang Al-Imam Tajuddin At-Tibrizi Asy-Syafi’i, “Dia adalah seorang salafi, lagi tegas menyatakan kebenaran.” [Al-Wafi fil Wafayat (1/2603)]
8. Al-Hafizh Ibnu Abdil Hadi rahimahullah berkata tentang gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Beliau senantiasa di atas hal itu (sibuk dengan ilmu) sebagai generasi penerus yang sholeh lagi salafi.” [Al-‘Uqud Ad-Durriyyah (ha. 21)[
Inilah penukilan terhadap penamaan salafi dari para ulama dahulu dalam memuji seorang yang berpegang teguh dengan ajaran Salaf. Jadi bukanlah suatu yang baru muncul di Mesir setelah penjajahan Inggris seperti yang diklaim oleh saudara Idahram.
🔸 ▬▬▬▬▬▬▬▬ 🔹
🖊️ Ditulis oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah* dalam buku *“Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan”* penerbit TooBagus cet. pertama. Bantahan terhadap buku *“Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.*
https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/08/13/menjawab-tuduhan-idahram-tentang-julukan-wahabi-penamaan-salafi/
Kamis, 28 Mei 2020
MENJAWAB TUDUHAN SAID AGIL SIRAJ
*MENJAWAB TUDUHAN SAID AGIL SIRAJ*
https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/07/25/menjawab-tuduhan-said-agil-siraj/
*Jawaban Terhadap Pak Prof yang Telah Merekomendasikan Buku Penuh Dusta “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Karya Syaikh Idahram Hadahullah*
Oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah*
*Jawaban Terhadap Prof. KH. Said Agil Siraj, M.A. (Ketua Umum PBNU)*
Sangat disayangkan, seorang profesor doktor yang bernama KH. Said Agil Siraj ikut-ikutan pula memberi kata pengantar dan menganjurkan untuk membaca buku yang sangat tidak ilmiah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikan fakta ini. Bahkan profesor memujinya sebagai karya ilmiah. Buku ini juga penuh dengan prasangka buruk terhadap negeri yang dibangun oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yaitu Kerajaan Saudi Arabia (KSA).
Saya tidak tahu, apakah sang profesor lupa dengan jasa-jasa pemerintah Saudi Arabia terhadapnya, di mana profesor belajar dari tingkat S1 sampai meraih gelar doktor di universitas yang ada di Kerajaan Saudi Arabia yang dibiayai oleh pemerintah, bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya.
Berikut ini beberapa catatan terhadap kata pengantar sang Profesor.
*1. Tuduhan Profesor bahwa shahabat yang mulia Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ melakukan tipuan.*
Profesor berkata dalam kata pengantarnya, “Ketika Amr bin Ash melakukan tipuan dengan mengangkat Mushaf Al-Qur’an sebagai tanda perdamaian, Ali r.a. dan komandan pasukannya Malik Ibnu Asytar, tidak mempercayainya.” (Sejarah Berdarah…, hal. 13)
*Jawaban :*
Profesor yang terhormat, tidakkah Anda memiliki adab terhadap shahabat yang mulia Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ dengan menuduhnya telah melakukan tipuan?
Apakah anda lupa bagaimana jasa shahabat dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada generasi selanjutnya hingga hari ini kita bisa mengamalkan Islam?
Sulitkah bagi Anda untuk mendoakan Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ sebagaimana engkau lakukan untuk 'Ali _radhiallahu ‘anhu_?
Adapun aqidah kami, aqidah yang Anda sebut Wahabi, tidak seperti kaum Syi’ah yang mengkultuskan 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ dan membenci para shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ yang lainnya. Aqidah kami penuh cinta dan penghormatan kepada seluruh shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam._
》 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Al-Aqidah Al-Washitiyyah,
_*“DAN DI ANTARA PRINSIP AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH ADALAH SELAMATNYA HATI DAN LISAN MEREKA TERHADAP PARA SHAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.”*_
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin _rahimahullah_ dalam syarahnya mengatakan,
_*“SELAMATNYA HATI YAITU TIDAK MEMBENCI, TIDAK HASAD, TIDAK DENGKI DAN TIDAK SUKA TERHADAP SAHABAT. ADAPUN SELAMATNYA LISAN, YAITU TIDAK MENGUCAPKAN SESUATU YANG TIDAK LAYAK BAGI SAHABAT. MAKA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH BERSIH DARI PERBUATAN TERCELA ITU, HATI MEREKA PENUH DENGAN CINTA, PENGHORMATAN DAN PEMULIAAN TERHADAP PARA SAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.”*_
Demikianlah yang harus dilakukan generasi ummat lslam setelah shahabat, yaitu mendoakan generasi pendahulu mereka dan tidak membenci mereka.
》 Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berfirman,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
_“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Yaa Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Yaa Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”_ (QS. Al-Hasyr [59]: 10)
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Risalah Ila Ahlil Qosim,
“Aku mencintai para shahabat Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ aku hanya menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan keridhoan untuk mereka, memohon ampun untuk mereka, aku tidak berbicara tentang kejelekan-kejelekan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka dan aku meyakini keutamaan mereka, sebagai pengamalan dari firman Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
_“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Yaa Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Yaa Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”_ (QS. Al-Hasyr [59]: 10) [Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzhahullah, hal. 129-130]
Adapun tentang pertikaian dan perselisihan yang terjadi antara para shahabat _radhiallahu ‘anhu,_ seperti 'Ali dan Mu’awiyah yang melibatkan Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhum,_ berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Aqidah Al-Wasitiyyah,
“Ahlus Sunnah wal Jama’ah menahan diri dari pertikaian yang terjadi antara para shahabat. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa riwayat-riwayat tentang kejelekan para shahabat di antaranya ada yang dusta, ada yang ditambah, dikurangi dan dirubah-rubah sehingga tidak seperti kisah yang sebenarnya.
Dan yang benar (pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dalam masalah pertikaian para shahabat, bahwa mereka diberikan pemaafan, sebab para shahabat adalah mujtahid yang benar mendapat dua pahala dan yang salah mendapat satu pahala.”
Apakah Profesor tidak mengindahkan himbauan Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ untuk tidak mecela shahabatnya?
*》 Sungguh Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ telah mengingatkan:*
لَا تَسُبُّو أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَ لَا نَصِيفَهُ
```“Janganlah kalian mencerca sahabatku, janganlah kalian mencerca shahabatku, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan seorang dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai segenggam emas yang disedekahkan oleh shahabatku, tidak pula separuhnya.”``` (HR. Al-Imam Muslim)
Kenyataan ini adalah bukti penyimpangan aqidah dan kecondongan kepada Syi’ah yang ada dalam buku ini, karena memang kolompok Syi’ah yang ajarannya penuh dengan kesyirikan dan bid’ah, yang paling banyak dirugikan dengan munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah._
Tidak terkecuali penulis buku Sejarah Berdarah ini yang cenderung mengakui Karbala sebagai “tanah suci” versi Syi’ah, walaupun kelihatannya saudara Idahram belum berani secara tegas membela Syi’ah dalam buku ini, sehingga Idahram tidak terang-terangan mengatakan bahwa Syi’ah-lah yang menjadikan Karbala sebagai kota suci.
Saudara Idahram berkata, “Ada sebagian ummat muslim yang menjadikannya sebagai salah satu kota suci.” (Sejarah Berdarah…, hal. 70)
Pembaca yang budiman, sebetulnya, ucapan Profesor, “Ali r.a. dan komandan pasukannya Malik Ibnu Asytar, tidak mempercayainya. Tapi karena didesak oleh sekelompok orang, akhirnya Ali r.a. pun menerima perdamaian itu,” juga mengandung celaan kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, karena mengandung tiga tuduhan:
*Pertama,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ tidak mempercayai seorang muslim yang jujur, Profesor pun tidak mampu mendatangkan bukti ilmiah atas tuduhan ini.
*Kedua,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ orang yang lemah, yang mudah didesak.
*Ketiga,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ seakan tidak mau melakukan perdamaian, padahal dengan itu pertumpahan darah antara kaum muslimin dapat dihentikan. Apakah engkau mengira 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ mau terus membunuh kaum muslimin?!
*2. Tuduhan Profesor bahwa Imam Muhammad bin Su’ud dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memisahkan diri dari Khilafah Utsmani (Sekaligus jawaban terhadap tuduhan Syaikh Idahram bahwa Wahabi bekerjasama dengan Inggris)*
Profesor berkata –dengan tanpa bukti sedikitpun-, “Tapi awal abad ke-18, Gubernur Najd, Muhammad Ibnu Su’ud, yang didukung seorang ulama bernama Muhammad bin Abdul Wahhab memisahkan diri dari khalifah Utsmani.” (Sejarah Berdarah…, hal. 15)
*Jawaban:*
Sangat disayangkan seorang profesor berbicara tanpa sedikit pun memberikan bukti, bahkan bukti-bukti sejarah menuturkan bahwa Najd memang tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Khilafah 'Utsmani sebagaimana akan kami paparkan in syaa Allah.
Tidak jauh beda dengan tuduhan dusta saudara Idahram, “Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani”. (Sejarah Berdarah…, hal. 120)
*Ternyata (pada hal. 121), yang dijadikan bukti oleh Idahram adalah arsip sejarah milik orang-orang kafir Inggris.*
Padahal dalam sejarah Islam, jangankan kepada orang-orang kafir, berita orang-orang muslim yang fasik saja tidak boleh kita percayai begitu saja.
Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
_“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”_ (QS. Al-Hujurat: 6)
》 Al-Imam Muslim _rahimahullah_ berkata tentang makna ayat di atas dalam Muqaddimah Shahihnya,
_*“KABAR YANG BERASAL DARI ORANG FASIK ITU JATUH, TIDAK BOLEH DITERIMA. DAN PERSAKSIAN SEORANG YANG TIDAK ADIL (YAITU TIDAK BERIMAN DAN BERTAKWA) TERTOLAK.”*_
》 Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ juga telah memperingatkan,
كَفَى بِلْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
```“Cukupklah seorang dianggap pendusta, jika dia menceritakan setiap yang dia dengarkan.”``` (HR. Al-Imam Muslim)[8]
Pembaca yang budiman, menjawab tuduhan dusta ini kami nukilkan dulu bagaimana pandangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ terhadap usaha memisahkan diri atau merongrong kepemimpinan kaum muslimin. Beliau _rahimahullah_ berkata dalam Risalah Ila Ahlil Qosim,
“Aku memandang wajibnya mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin, apakah itu pemimpin yang baik maupun jahat, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan."
Dan siapa yang memimpin khilafah dan manusia bersatu dalam kepemimpinannya, mereka ridho kepadanya, meskipun dia mengalahkan mereka dengan pedang sampai menjadi khilafah, maka wajib taat kepadanya dan haram memisahkan diri (memberontak) kepadanya.”
Beliau _rahimahullah_ juga berkata dalam kitabnya Sittatu Ushulin ‘Azhimah Mufidah,
“Di antara kesempurnaan persatuan kaum muslimin adalah mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun yang memimpin kita adalah seorang budak habasyi (Etiopia).”
Beliau _rahimahullah_ juga berkata tentang perangai Jahiliyah dalam kitabnya Masail Jahiliyyah,
“Anggapan kaum jahiliyyah bahwa menyelisihi pemimpin, tidak mendengar dan taat kepadanya adalah sebuah keutamaan, sedangkan mendengar dan taat kepadanya adalah kehinaan dan kerendahan, maka Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ menyelisihi mereka, beliau memerintahkan untuk mendengar, taat dan menasehati pemimpin.”
Inilah sesungguhnya pandangan beliau terhadap pemberontakan terhadap penguasa muslim, bahwa hal itu diharamkan dalam Islam. Adapun tentang bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin, beliau rahimahullah berkata dalam risalah Nawaqidul Islam,
“Pembatal keislaman yang kedelapan, bekerjasama dengan kaum musyrikin dan tolong-menolong dengan mereka dalam memerangi kaum muslimin."
Bagi orang yang adil dan obyektif, penukilan langsung dari kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ di atas sebenarnya sudah cukup sebagai bantahan terhadap mereka yang menuduh beliau memberontak kepada khalifah Turki 'Utsmani dengan bantuan orang-orang kafir Inggris. Namun untuk lebih dapat membungkam kedustaan mereka, berikut ini kami nukilkan fakta sejarah bahwa wilayah Najd tidak termasuk wilayah kekuasaan Turki Utsmani ketika itu.
Prof. Dr. Shalih Al-‘Abud –semoga Allah menjaganya- memaparkan hasil penelitian beliau,
“Najd bukanlah termasuk dalam wilayah kekuasaan daulah Utsmaniyah, penguasa Utsmani tidak pernah melakukan perluasan sampai ke Najd, tidak pula para penguasa Utsmani pernah datang ke Najd. Pasukan Turki tidak pernah menembus Najd sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Bukti atas kenyataan sejarah ini adalah sebuah studi menyeluruh terhadap pembagian admisnistrasi wilayah daulah Utsmaniyyah, dari sebuah dokumen Turki yang berjudul, “Undang-undang Utsmani yang mencakup daftar perbendaharaan negeri”, ditulis oleh Yamin Ali Afandi, petugas dan penjaga daftar Al-Khaqoni pada tahun 1018 H yang bertepatan dengan 1608 M. Dari dokumen ini jelas bahwa sejak awal abad ke-11 Hijriah, daulah Utsmaniyah terbagi 32 distrik, di antaranya 14 distrik wilayah Arab dan negeri Najd tidaklah termasuk wilayahnya kecuali Ahsaa, jika kita menganggapnya sebagai Najd.”
Pada akhirnya Ahsaa pun lepas karena pemberontakan Bani Khalid yang menganut Syi’ah pada tahun 1080 H, yang pada akhirnya juga Bani Khalid berusaha memerangi Dir’iyyah dan berhasil dikalahkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pasukannya. Dalam ensiklopedi sejarah Muqotil min Ash-Shoro’, tercatat 7 kali penyerangan Bani Khalid dari Ahsaa ke Dir’iyyah, Qosim dan daerah-daerah yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Tujuh penyerangan ini terjadi pada tahun 1172 H, 1178 H, 1188 H, 1192 H, 1193 H, 1195 H, dan 1197 H. Pada tahun 1198 H Dir’iyyah baru melakukan serangan pembalasan atas kejahatan mereka.
Pada tahun 1207 H, Dir’iyyah bisa menguasai Ahsaa dan menerima permohonan damai mereka, sehingga dibuatlah perjanjian damai. Adapun sebagian pemimpin Bani Khalid ini lari ke Kuwait dan berhasil membangun kekuatan di sana, maka pada tahun 1208 H Dir’iyyah pun mengejar Bani Khalid sampai ke Kuwait.
Menurut Ensiklopedi Sejarah Al-Muqotil min Ash-Shohro’, yang ditulis oleh 10 pakar sejarah, sebagaimana dalam website resminya, bahwa penyerangan Dir’iyyah pertama terhadap Bani Khalid di Kuwait itu terjadi pada tahun 1208 H, berbeda dengan klaim saudara Idahram, pada tahun 1205 H (pada hal. 95)
Dan pada tahun 1208 H, Ahsaa juga mengkhianati perjanjian damai dengan membunuh para pemimpin, pengurus baitul maal dan penasihat yang ditugaskan Dir’iyyah di Ahsaa. Maka Dir’iyyah pun kembali menyerang Ahsaa untuk membalas (qishash) para pembunuh.
Pada tahun 1210 H, Ahsaa kembali memberontak, namun berhasil dipadamkan oleh Dir’iyyah. Inilah rangkaian kejadian penyerangan Ahsaa dan Kuwait yang sebenarnya, tidak sekedar penggalan-penggalan sejarah yang dibuat saudara Idahram (pada hal. 91-93) dan penyerangan Kuwait (pada hal. 95-96).
Jadi jelaslah kalau ternyata buku yang diberi kata pengantar oleh sang profesor ini tidak lebih dari sebuah karya yang sangat tidak ilmiyah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikan fakta.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
_“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”_ (QS. Al-Ahzab: 58)
*3. Profesor menyesalkan pembongkaran terhadap situs-situs sejarah dan meratakan kuburan*
Profesor berkata, “Begitu masuk Mekkah, mereka langsung meratakan semua kuburan, termasuk kuburannya Siti Khadijah, Abdullah bin Zubaer, Asma binti Abu Bakar, kuburan para shahabat, dan semua kuburan ulama.” (Sejarah Berdarah…, hal. 15)
Lalu dengan sangat berlebihan profesor mengatakan –yang lagi-lagi Profesor berbicara tanpa bukti-,
“Situs-situ sejarah perkembangan Islam juga dibongkar: rumah paman Nabi Saw…” (Sejarah Berdarah…, hal. 16)
Saudara Idahram pun tak ketinggalan, Idahram berkata,
“Kemudian, mereka menghancurkan kubah di Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (isteri-isteri Nabi, anak dan keturunannya) serta perkuburan kaum muslimin.” (Sejarah Berdarah…, hal. 86)
Idahram juga berkata,
“Sebelum kehadiran mereka, penginggalan bersejarah itu terjaga dengan rapi…” (Sejarah Berdarah…” hal. 105)
*Jawaban:*
Profesor yang terhormat, menjaga tauhid jauh lebih penting dari sekedar menjaga situs-situs sejarah Islam, sehingga Islam tidak melarang sedikit pun penghancuran tempat-tempat bersejarah demi untuk menjaga tauhid. Tentunya selama itu bukan tempat yang dilarang untuk dihancurkan. Buktinya pemerintah Saudi tidak pernah menhancurkan ka’bah, hajar aswad maupun maqam Ibrahim _‘Alaihissalam._
Jangankan rumah atau kubah kuburan yang hanya sebuah benda mati, bahkan sebuah pohon yang merupakan makhluk hidup dan saksi sejarah perjuangan Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ pada peristiwa Bai’atur Ridhwan (bahkan pohon ini disebut dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits), ditebang oleh Khilafah Ar-Rasyid 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu,_ ketika beliau mendengar adanya sebagian orang yang mulai melakukan napak tilas sejarah ke pohon tersebut.
》 Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ menyebutkan tentang pohon ini dalam Al-Qur’an:
لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
_“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”_ (QS. Al-Fath: 18)
》 Juga disebutkan oleh Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dalam hadits,
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
```“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang berbai’at di bawah pohon itu.”``` (HR. Al-Imam At-Tirmidzi)
Namun ternyata, pohon yang sangat bersejarah itu ditebang oleh 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu._
Apa sebab beliau menebangnya?
Apakah karena di situ terjadi kesyirikan?
*Jawabannya,* belum terjadi kesyirikan di situ. Beliau menebangnya hanya karena khawatir jangan sampai pohon tersebut kelak dijadikan tempat kesyirikan. Padahal, orang-orang yang datang ke sana tidak melakukan kejahatan, yang mereka lakukan hanyalah sholat di bawah pohon itu.
》 Al-Imam Ibnu Wadhdhah _rahimahullah_ menuturkan,
سَمِعْتُ عِيْسَى بْنَ يُيْنُسَ يَقُيْلُ; أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الخطابِ رَضي اللە عَنْەُ بقطعِ الشَّجَرَةِ التي بوْيعَ تَحْتَهَا النَّبيُّ صلى اللە عليە و سلم٬ فقطعَهَا٬ لَأَنَّ النّاس كانوْا يذْهَبُوْنَ فيصلوْنَ تَحْتهَا٬ فخافَ عَليْهِمُ الفِتْنة
“Aku mendengar Isa bin Yunus berkata, 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu_ memerintahkan untuk memotong pohon yang di bawahnya Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dibai’at, maka dipotonglah. Hal itu dilakukan karena orang-orang pergi ke pohon itu untuk sholat di bawahnya, maka beliau khawatir mereka akan ditimpa fitnah (syirik).”
Adapun menghancurkan kubah-kubah di kuburan dan meratakannya, inilah salah satu isu mereka untuk memberi kesan jelek terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah._ Dalam hal ini, mereka memanfaatkan keawaman sebagian besar kaum muslimin yang tidak mengetahui hakikat permasalahan ini.
Padahal, meratakan kuburan yang ditinggikan memang perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan telah diamalkan dengan baik oleh shahabat dan tabi’in. Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisabur _rahimahullah_ meriwayatkan:
عَنْ أَبِى الهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَال قَال لِى عَلىُّ بْنُ أَبِى طَالِبِ أَلَّا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْەِ رَسُلُ اللە صلى اللە عليە و سلم أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَشْتَهُ وَ لَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
“Dari Abul Hayyaj Al-Asadi rahimahullah, beliau berkata, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata kepadaku, akan aku utus engkau sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku; janganlah engkau biarkan sebuah patung (dalam riwayat lain: gambar bernyawa) kecuali engkau hancurkan dan tidak pula kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau ratakan.” (HR. Al-Imam Muslim)
Sebagaimana Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ juga melarang kaum muslimin membangun kuburan, seperti dalam hadits,
نهى رسول الله صلى اللە عليە و سلم أن يجصص القبر و أن يقعد عليه و أن يبنى عليه
_*“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengapur kuburan, duduk di atasnya dan dibangun di atasnya.”*_ (HR. Al-Imam Muslim
》 Pembesar ulama Syafi’iyyah, Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i _rahimahullah_ berkata,
_*“ADAPUN MEMBANGUN DI ATAS KUBURAN, APABILA TANAH PEKUBURAN MILIK ORANG YANG MEMBANGUNNYA MAKA HAL ITU MAKRUH[19] DAN JIKA DI PEKUBURAN UMUM MAKA HARAM,HAL SEPERTI INI DINASHKAN OLEH ASY-SYAFI’I DAN ULAMA SYAFI’IYYAH.*_
》 Berkata Al-Imam Syafi’I dalam Al-Umm,
_*DAN AKU MELIHAT PARA IMAM DI MAKKAH MEMERINTAHKAN UNTUK MENGHANCURKAN KUBURAN YANG DIBANGUN. ADAPUN DALIL YANG MENDUKUNG PENGHANCURAN KUBURAN ADALAH SABDA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (KEPADA ALI BIN ABI THALIB RADHIALLAHU ‘ANHU) :*_
لَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
_*“Dan tidaklah ada kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan”.*_”
Pembaca yang budiman, ternyata menghancurkan dan meratakan kuburan memang perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ diamalkan oleh shahabat dan tabi’in, juga dianjurkan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam An-Nawawi serta diperintahkan oleh para imam Makkah yang hidup di zaman Al-Imam Asy-Syafi’i.
Walhamdulillah, ketika para pelaku syirik dan bid’ah membangun kembali kuburan-kuburan di Makkah, Madinah dan sekitarnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ dan pasukannya mengancurkan bangunan-bangunan itu kembali setelah sekian lama diagungkan dan disembah oleh sebagian orang. Jadi pantas kalau banyak ulama menggelari beliau sebagai Mujaddid (pembaharu).
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Utsman Asy-Syawi _rahimahullah_ menceritakan kisah yang terjadi pada tahun 1343 H, yaitu penghancuran kuburan di kota Makkah yang telah dijadikan arena kesyirikan oleh sebagian orang, beliau berkata,
“Ketika kami selesai melakukan umroh, kami segera menghancurkan kubah-kubah (kuburan), dan kami dapati sesuatu yang sangat berat untuk diceritakan, berada pada kubah yang dibangun di atas kuburan Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha. Di antaranya kami dapati sebuah surat permohonan (doa) yang berbunyi,
_*‘WAHAI KHADIJAH, WAHAI UMMUL MUKMININ, KAMI DATANG BERZIARAH KEPADAMU, KAMI BERDIRI DI PINTUMU, MAKA JANGANLAH ENGKAU MENOLAK KAMI SEHINGGA KAMI MERUGI, BERILAH SYAFAA’AT KEPADA KAMI, AGAR SAMPAI KEPADA MUHAMMAD, AGAR SAMPAI KEPADA JIBRIL, AGAR SAMPAI KEPADA ALLAH’.*_
_*KAMI JUGA MENDAPATI KUBURAN TERSEBUT KAMBING SESAJEN UNTUK MENDEKATKAN DIRI (TAQARRUB) KEPADA KHADIJAH RADHIALLAHU ‘ANHA.”*_
Tidak diragukan lagi, berdoa kepada selain Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ dan menyembelih untuk selain-Nya adalah perbuatan syirik, sebab do’a dan menyembelih adalah ibadah, maka mempersembahkan doa dan sembelihan kepada selain Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berarti beribadah kepada selainNya. Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Doa itu adalah ibadah. Lalu Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ membaca firman Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_ “Dan Rabbmu telah berfirman, berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (doa) kepadaku, mereka akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (HR. Al-Imam Abu Daud dan Al-Imam At-Tirmidzi)
》 Beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
لَعَنَ الله مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
“Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ melaknat orang yang menyembelih untuk selainNya.” (HR. Al-Imam Muslim)[24]
Inilah sesungguhnya salah satu sebab pertikaian yang terjadi antara Ahlus Sunnah dan Ahlul Bid’ah, ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ menguasai suatu negeri maka misi utama beliau dalam penguasaan negeri itu untuk melaksanakan perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ di antaranya menhancurkan kuburan-kuburan yang diringgikan, dan sebabnya pun jelas, bahwa pengagungan terhadap kuburan telah mengantarkan sebagian orang kepada penyembahan terhadap kuburan tersebut, maka Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersikap tegas dalam permasalahan ini.
فَاعْتَبِرُوا يَٰأُوْلِى البْصَٰرِ
_“Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.”_ (QS. Al-Hasyr: 2)
*Footnote :*
1. Penulisan shalawat dan doa radhiallahu ‘anhu dengan disingkat menjadi *“saw” dan “ra”* itu juga *bukan cara yang baik.* Profesor dan penulis buku ini sudah terbiasa menyingkat shalawat dan doa. Bagaimana pandangan ulama dalam masalah ini?
》 Al-Imam As-Sakhawi _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, “Dan dan jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, yaitu menjadikannya dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Al-Kattani dan *orang-orang jahil dari kalangan ‘ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam.”*
》 Al-Imam As-Suyuthi Asy-Syafi’i _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, *“Dibenci menyingkat tulisan shalawat, sebagaimana dijelaskan dalam Syarah Muslim dan kitab lainnya.”* [Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah (2/339)]
2. *Seorang penulis, memang sempat mencurigai Profesor sebagai penganut Syi’ah yang tidak terang-terangan.* Dalam buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (hal. 119) terdapat sebuah bab khusus membahas paham sesat profesor yang mirip Syi’ah, yaitu “Tak Mengaku Syi’ah Sambil Mengkafirkan Shahabat.” Penulisnya berkata, “Model menyakiti hati bahkan mengkafirkan para shahabat ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang yang terang-terangan mengaku Syi’ah. Bahkan di Indonesia, orang yang mengaku Sunni padahal rumahnya dipasangi gambar Khomeini besar (konon kini dicopot, menurut sumber Media Dakwah) pun menulis makalah yang sangat lancang mengkafirkan para shahabat. Dialah Dr. Said Agil Siraj.”
Penulis yang sama, dalam buku Ada Pemurtadan di IAIN juga memasukkan Sang Profesor dalam daftar *“Sosok-sosok Nyeleneh, Banyak yang di UIN dan IAIN.”* Penulisnya berkata (pada hal. 98), “Said Aqil Siraj dosen pasca sarjana UIN Jakarta dan tokoh NU – Nahdatul Ulama – yang pernah bersuara sangat aneh dan menyakiti para shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bahwa orang Arab sepeninggal Nabi Muhammad _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ mereka murtad kecuali hanya orang-orang Arab Quraisy, itupun tidak keluarnya dari Islam bukan karena agama tetapi karena suku/kabilah. Dengan tulisannya di makalah yang sangat menyakiti para sahabat Nabi Muhammad _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ itu maka Aqil Siraj dikafirkan oleh belasan ulama dan ada gagasan untuk diusulkan ke almamaternya, Universitas Ummul Quro Makkah, agar gelar dotornya dicabut; namun malah Aqil Siraj menantang silahkan dicabut, sekalian gelar hajinya yang telah ia jalani belasan kali silahkan dicabut. Lancangnya Said Agil Siradj melontarkan tuduhan…”
3. Syarhul Aqidah Al-Washitiyyah, 2/247-248
4. Syarhul Aqidah Al-Washitiyyah, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, 2/285-287
5. HR. Al-Imam Muslim no. 6651 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
6. Mereka yang menjadikan berita-berita orang kafir untuk menghantam kaum muslimin tak ubahnya seperti yang dikatakan penyair:
“Siapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil baginya. Maka burung itu akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing.”
7. Shahih Muslim, 1/6
8. HR. Al-Imam Muslim no. 7 dari Hafsh bin ‘Ashim radhiallahu ‘anhu.
9. Maksud beliau _rahimahullah,_ jika perintah itu merupakan maksiat kepada Allah maka tidak boleh ditaati, namun tetap wajib taat pada perintah lain yang bukan kemaksiatan kepada Allah _Subhanahu wa Ta’ala._
10. Lihat Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 47
11. Silsilah Syarhil Rosaail, hal. 34.
12. Lihat Syarhu Masaail Jahiliyyah, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 47
13. Lihat Silsilah Syarhil Rosaail, hal. 231.
14. Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam Al-Islamy, 1/27, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawi’in, Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Al-Abdul Lathif, hal. 303-304.
15. HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata, hadits ini Hasan Shahih dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 7680.
16. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ wan Nahyu ‘Anha, sebagaimana dalam Fathul Majid Syarah Kitab At-Tauhid Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan ta’liq Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, hal. 255.
17. HR. Al-Imam Muslim no. 2287 dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
18. HR. Al-Imam Muslim no. 2289 dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma.
19. Yang lebih tepat –wallahu A’lam-, hukumnya juga haram, karena keumuman dalil dan tidak ada dalil yang memperkecualikan kuburan yang dibangun oleh pemilik tanah pekuburan.
20. Syarah Muslim, 7/27
21. Apakah kalian akan menuduh Imam Syafi’i dan Imam Nawawi sebagai Wahabi?! Bukankah Wahabi yang lebih layak berbangga –andaikan boleh saling membanggakan diri- dengan madzhab Syafi’i?!
22. Al-Qoulul Asad, Qof (3), sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 421.
23. HR. Abu Daud no. 1481 dan At-Tirmidzi no. 3247 dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud, no. 1329.
24. HR. Al-Imam Muslim no. 5239, 5240, 5241 dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
_____________________
Ditulis oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray _hafidzhahullah_* dalam buku *“Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan”* penerbit TooBagus cet. pertama. Bantahan terhadap buku *“Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”* karya Syaikh Idahram hadahullah.
Al Akh Rizky Abu Salman berkata : NB: Tulisan beliau di blog ini sudah mendapat persetujuan dari beliau Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah.
Baca selengkapnya : https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/07/25/menjawab-tuduhan-said-agil-siraj/
Sumber : http://rizkytulus.wordpress.com/
https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/07/25/menjawab-tuduhan-said-agil-siraj/
*Jawaban Terhadap Pak Prof yang Telah Merekomendasikan Buku Penuh Dusta “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Karya Syaikh Idahram Hadahullah*
Oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah*
*Jawaban Terhadap Prof. KH. Said Agil Siraj, M.A. (Ketua Umum PBNU)*
Sangat disayangkan, seorang profesor doktor yang bernama KH. Said Agil Siraj ikut-ikutan pula memberi kata pengantar dan menganjurkan untuk membaca buku yang sangat tidak ilmiah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikan fakta ini. Bahkan profesor memujinya sebagai karya ilmiah. Buku ini juga penuh dengan prasangka buruk terhadap negeri yang dibangun oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yaitu Kerajaan Saudi Arabia (KSA).
Saya tidak tahu, apakah sang profesor lupa dengan jasa-jasa pemerintah Saudi Arabia terhadapnya, di mana profesor belajar dari tingkat S1 sampai meraih gelar doktor di universitas yang ada di Kerajaan Saudi Arabia yang dibiayai oleh pemerintah, bagaikan kacang yang lupa akan kulitnya.
Berikut ini beberapa catatan terhadap kata pengantar sang Profesor.
*1. Tuduhan Profesor bahwa shahabat yang mulia Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ melakukan tipuan.*
Profesor berkata dalam kata pengantarnya, “Ketika Amr bin Ash melakukan tipuan dengan mengangkat Mushaf Al-Qur’an sebagai tanda perdamaian, Ali r.a. dan komandan pasukannya Malik Ibnu Asytar, tidak mempercayainya.” (Sejarah Berdarah…, hal. 13)
*Jawaban :*
Profesor yang terhormat, tidakkah Anda memiliki adab terhadap shahabat yang mulia Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ dengan menuduhnya telah melakukan tipuan?
Apakah anda lupa bagaimana jasa shahabat dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada generasi selanjutnya hingga hari ini kita bisa mengamalkan Islam?
Sulitkah bagi Anda untuk mendoakan Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhu_ sebagaimana engkau lakukan untuk 'Ali _radhiallahu ‘anhu_?
Adapun aqidah kami, aqidah yang Anda sebut Wahabi, tidak seperti kaum Syi’ah yang mengkultuskan 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ dan membenci para shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ yang lainnya. Aqidah kami penuh cinta dan penghormatan kepada seluruh shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam._
》 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Al-Aqidah Al-Washitiyyah,
_*“DAN DI ANTARA PRINSIP AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH ADALAH SELAMATNYA HATI DAN LISAN MEREKA TERHADAP PARA SHAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.”*_
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin _rahimahullah_ dalam syarahnya mengatakan,
_*“SELAMATNYA HATI YAITU TIDAK MEMBENCI, TIDAK HASAD, TIDAK DENGKI DAN TIDAK SUKA TERHADAP SAHABAT. ADAPUN SELAMATNYA LISAN, YAITU TIDAK MENGUCAPKAN SESUATU YANG TIDAK LAYAK BAGI SAHABAT. MAKA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH BERSIH DARI PERBUATAN TERCELA ITU, HATI MEREKA PENUH DENGAN CINTA, PENGHORMATAN DAN PEMULIAAN TERHADAP PARA SAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.”*_
Demikianlah yang harus dilakukan generasi ummat lslam setelah shahabat, yaitu mendoakan generasi pendahulu mereka dan tidak membenci mereka.
》 Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berfirman,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
_“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Yaa Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Yaa Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”_ (QS. Al-Hasyr [59]: 10)
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Risalah Ila Ahlil Qosim,
“Aku mencintai para shahabat Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ aku hanya menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan keridhoan untuk mereka, memohon ampun untuk mereka, aku tidak berbicara tentang kejelekan-kejelekan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka dan aku meyakini keutamaan mereka, sebagai pengamalan dari firman Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
_“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Yaa Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Yaa Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”_ (QS. Al-Hasyr [59]: 10) [Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzhahullah, hal. 129-130]
Adapun tentang pertikaian dan perselisihan yang terjadi antara para shahabat _radhiallahu ‘anhu,_ seperti 'Ali dan Mu’awiyah yang melibatkan Amr bin Ash _radhiallahu ‘anhum,_ berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al-Aqidah Al-Wasitiyyah,
“Ahlus Sunnah wal Jama’ah menahan diri dari pertikaian yang terjadi antara para shahabat. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa riwayat-riwayat tentang kejelekan para shahabat di antaranya ada yang dusta, ada yang ditambah, dikurangi dan dirubah-rubah sehingga tidak seperti kisah yang sebenarnya.
Dan yang benar (pendapat Ahlus Sunnah wal Jama’ah) dalam masalah pertikaian para shahabat, bahwa mereka diberikan pemaafan, sebab para shahabat adalah mujtahid yang benar mendapat dua pahala dan yang salah mendapat satu pahala.”
Apakah Profesor tidak mengindahkan himbauan Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ untuk tidak mecela shahabatnya?
*》 Sungguh Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ telah mengingatkan:*
لَا تَسُبُّو أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَ لَا نَصِيفَهُ
```“Janganlah kalian mencerca sahabatku, janganlah kalian mencerca shahabatku, demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, andaikan seorang dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai segenggam emas yang disedekahkan oleh shahabatku, tidak pula separuhnya.”``` (HR. Al-Imam Muslim)
Kenyataan ini adalah bukti penyimpangan aqidah dan kecondongan kepada Syi’ah yang ada dalam buku ini, karena memang kolompok Syi’ah yang ajarannya penuh dengan kesyirikan dan bid’ah, yang paling banyak dirugikan dengan munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah._
Tidak terkecuali penulis buku Sejarah Berdarah ini yang cenderung mengakui Karbala sebagai “tanah suci” versi Syi’ah, walaupun kelihatannya saudara Idahram belum berani secara tegas membela Syi’ah dalam buku ini, sehingga Idahram tidak terang-terangan mengatakan bahwa Syi’ah-lah yang menjadikan Karbala sebagai kota suci.
Saudara Idahram berkata, “Ada sebagian ummat muslim yang menjadikannya sebagai salah satu kota suci.” (Sejarah Berdarah…, hal. 70)
Pembaca yang budiman, sebetulnya, ucapan Profesor, “Ali r.a. dan komandan pasukannya Malik Ibnu Asytar, tidak mempercayainya. Tapi karena didesak oleh sekelompok orang, akhirnya Ali r.a. pun menerima perdamaian itu,” juga mengandung celaan kepada Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, karena mengandung tiga tuduhan:
*Pertama,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ tidak mempercayai seorang muslim yang jujur, Profesor pun tidak mampu mendatangkan bukti ilmiah atas tuduhan ini.
*Kedua,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ orang yang lemah, yang mudah didesak.
*Ketiga,* 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ seakan tidak mau melakukan perdamaian, padahal dengan itu pertumpahan darah antara kaum muslimin dapat dihentikan. Apakah engkau mengira 'Ali _radhiallahu ‘anhu_ mau terus membunuh kaum muslimin?!
*2. Tuduhan Profesor bahwa Imam Muhammad bin Su’ud dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memisahkan diri dari Khilafah Utsmani (Sekaligus jawaban terhadap tuduhan Syaikh Idahram bahwa Wahabi bekerjasama dengan Inggris)*
Profesor berkata –dengan tanpa bukti sedikitpun-, “Tapi awal abad ke-18, Gubernur Najd, Muhammad Ibnu Su’ud, yang didukung seorang ulama bernama Muhammad bin Abdul Wahhab memisahkan diri dari khalifah Utsmani.” (Sejarah Berdarah…, hal. 15)
*Jawaban:*
Sangat disayangkan seorang profesor berbicara tanpa sedikit pun memberikan bukti, bahkan bukti-bukti sejarah menuturkan bahwa Najd memang tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Khilafah 'Utsmani sebagaimana akan kami paparkan in syaa Allah.
Tidak jauh beda dengan tuduhan dusta saudara Idahram, “Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani”. (Sejarah Berdarah…, hal. 120)
*Ternyata (pada hal. 121), yang dijadikan bukti oleh Idahram adalah arsip sejarah milik orang-orang kafir Inggris.*
Padahal dalam sejarah Islam, jangankan kepada orang-orang kafir, berita orang-orang muslim yang fasik saja tidak boleh kita percayai begitu saja.
Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
_“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”_ (QS. Al-Hujurat: 6)
》 Al-Imam Muslim _rahimahullah_ berkata tentang makna ayat di atas dalam Muqaddimah Shahihnya,
_*“KABAR YANG BERASAL DARI ORANG FASIK ITU JATUH, TIDAK BOLEH DITERIMA. DAN PERSAKSIAN SEORANG YANG TIDAK ADIL (YAITU TIDAK BERIMAN DAN BERTAKWA) TERTOLAK.”*_
》 Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ juga telah memperingatkan,
كَفَى بِلْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
```“Cukupklah seorang dianggap pendusta, jika dia menceritakan setiap yang dia dengarkan.”``` (HR. Al-Imam Muslim)[8]
Pembaca yang budiman, menjawab tuduhan dusta ini kami nukilkan dulu bagaimana pandangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ terhadap usaha memisahkan diri atau merongrong kepemimpinan kaum muslimin. Beliau _rahimahullah_ berkata dalam Risalah Ila Ahlil Qosim,
“Aku memandang wajibnya mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin, apakah itu pemimpin yang baik maupun jahat, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan."
Dan siapa yang memimpin khilafah dan manusia bersatu dalam kepemimpinannya, mereka ridho kepadanya, meskipun dia mengalahkan mereka dengan pedang sampai menjadi khilafah, maka wajib taat kepadanya dan haram memisahkan diri (memberontak) kepadanya.”
Beliau _rahimahullah_ juga berkata dalam kitabnya Sittatu Ushulin ‘Azhimah Mufidah,
“Di antara kesempurnaan persatuan kaum muslimin adalah mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun yang memimpin kita adalah seorang budak habasyi (Etiopia).”
Beliau _rahimahullah_ juga berkata tentang perangai Jahiliyah dalam kitabnya Masail Jahiliyyah,
“Anggapan kaum jahiliyyah bahwa menyelisihi pemimpin, tidak mendengar dan taat kepadanya adalah sebuah keutamaan, sedangkan mendengar dan taat kepadanya adalah kehinaan dan kerendahan, maka Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ menyelisihi mereka, beliau memerintahkan untuk mendengar, taat dan menasehati pemimpin.”
Inilah sesungguhnya pandangan beliau terhadap pemberontakan terhadap penguasa muslim, bahwa hal itu diharamkan dalam Islam. Adapun tentang bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin, beliau rahimahullah berkata dalam risalah Nawaqidul Islam,
“Pembatal keislaman yang kedelapan, bekerjasama dengan kaum musyrikin dan tolong-menolong dengan mereka dalam memerangi kaum muslimin."
Bagi orang yang adil dan obyektif, penukilan langsung dari kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ di atas sebenarnya sudah cukup sebagai bantahan terhadap mereka yang menuduh beliau memberontak kepada khalifah Turki 'Utsmani dengan bantuan orang-orang kafir Inggris. Namun untuk lebih dapat membungkam kedustaan mereka, berikut ini kami nukilkan fakta sejarah bahwa wilayah Najd tidak termasuk wilayah kekuasaan Turki Utsmani ketika itu.
Prof. Dr. Shalih Al-‘Abud –semoga Allah menjaganya- memaparkan hasil penelitian beliau,
“Najd bukanlah termasuk dalam wilayah kekuasaan daulah Utsmaniyah, penguasa Utsmani tidak pernah melakukan perluasan sampai ke Najd, tidak pula para penguasa Utsmani pernah datang ke Najd. Pasukan Turki tidak pernah menembus Najd sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Bukti atas kenyataan sejarah ini adalah sebuah studi menyeluruh terhadap pembagian admisnistrasi wilayah daulah Utsmaniyyah, dari sebuah dokumen Turki yang berjudul, “Undang-undang Utsmani yang mencakup daftar perbendaharaan negeri”, ditulis oleh Yamin Ali Afandi, petugas dan penjaga daftar Al-Khaqoni pada tahun 1018 H yang bertepatan dengan 1608 M. Dari dokumen ini jelas bahwa sejak awal abad ke-11 Hijriah, daulah Utsmaniyah terbagi 32 distrik, di antaranya 14 distrik wilayah Arab dan negeri Najd tidaklah termasuk wilayahnya kecuali Ahsaa, jika kita menganggapnya sebagai Najd.”
Pada akhirnya Ahsaa pun lepas karena pemberontakan Bani Khalid yang menganut Syi’ah pada tahun 1080 H, yang pada akhirnya juga Bani Khalid berusaha memerangi Dir’iyyah dan berhasil dikalahkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pasukannya. Dalam ensiklopedi sejarah Muqotil min Ash-Shoro’, tercatat 7 kali penyerangan Bani Khalid dari Ahsaa ke Dir’iyyah, Qosim dan daerah-daerah yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Tujuh penyerangan ini terjadi pada tahun 1172 H, 1178 H, 1188 H, 1192 H, 1193 H, 1195 H, dan 1197 H. Pada tahun 1198 H Dir’iyyah baru melakukan serangan pembalasan atas kejahatan mereka.
Pada tahun 1207 H, Dir’iyyah bisa menguasai Ahsaa dan menerima permohonan damai mereka, sehingga dibuatlah perjanjian damai. Adapun sebagian pemimpin Bani Khalid ini lari ke Kuwait dan berhasil membangun kekuatan di sana, maka pada tahun 1208 H Dir’iyyah pun mengejar Bani Khalid sampai ke Kuwait.
Menurut Ensiklopedi Sejarah Al-Muqotil min Ash-Shohro’, yang ditulis oleh 10 pakar sejarah, sebagaimana dalam website resminya, bahwa penyerangan Dir’iyyah pertama terhadap Bani Khalid di Kuwait itu terjadi pada tahun 1208 H, berbeda dengan klaim saudara Idahram, pada tahun 1205 H (pada hal. 95)
Dan pada tahun 1208 H, Ahsaa juga mengkhianati perjanjian damai dengan membunuh para pemimpin, pengurus baitul maal dan penasihat yang ditugaskan Dir’iyyah di Ahsaa. Maka Dir’iyyah pun kembali menyerang Ahsaa untuk membalas (qishash) para pembunuh.
Pada tahun 1210 H, Ahsaa kembali memberontak, namun berhasil dipadamkan oleh Dir’iyyah. Inilah rangkaian kejadian penyerangan Ahsaa dan Kuwait yang sebenarnya, tidak sekedar penggalan-penggalan sejarah yang dibuat saudara Idahram (pada hal. 91-93) dan penyerangan Kuwait (pada hal. 95-96).
Jadi jelaslah kalau ternyata buku yang diberi kata pengantar oleh sang profesor ini tidak lebih dari sebuah karya yang sangat tidak ilmiyah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikan fakta.
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
_“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”_ (QS. Al-Ahzab: 58)
*3. Profesor menyesalkan pembongkaran terhadap situs-situs sejarah dan meratakan kuburan*
Profesor berkata, “Begitu masuk Mekkah, mereka langsung meratakan semua kuburan, termasuk kuburannya Siti Khadijah, Abdullah bin Zubaer, Asma binti Abu Bakar, kuburan para shahabat, dan semua kuburan ulama.” (Sejarah Berdarah…, hal. 15)
Lalu dengan sangat berlebihan profesor mengatakan –yang lagi-lagi Profesor berbicara tanpa bukti-,
“Situs-situ sejarah perkembangan Islam juga dibongkar: rumah paman Nabi Saw…” (Sejarah Berdarah…, hal. 16)
Saudara Idahram pun tak ketinggalan, Idahram berkata,
“Kemudian, mereka menghancurkan kubah di Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (isteri-isteri Nabi, anak dan keturunannya) serta perkuburan kaum muslimin.” (Sejarah Berdarah…, hal. 86)
Idahram juga berkata,
“Sebelum kehadiran mereka, penginggalan bersejarah itu terjaga dengan rapi…” (Sejarah Berdarah…” hal. 105)
*Jawaban:*
Profesor yang terhormat, menjaga tauhid jauh lebih penting dari sekedar menjaga situs-situs sejarah Islam, sehingga Islam tidak melarang sedikit pun penghancuran tempat-tempat bersejarah demi untuk menjaga tauhid. Tentunya selama itu bukan tempat yang dilarang untuk dihancurkan. Buktinya pemerintah Saudi tidak pernah menhancurkan ka’bah, hajar aswad maupun maqam Ibrahim _‘Alaihissalam._
Jangankan rumah atau kubah kuburan yang hanya sebuah benda mati, bahkan sebuah pohon yang merupakan makhluk hidup dan saksi sejarah perjuangan Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ pada peristiwa Bai’atur Ridhwan (bahkan pohon ini disebut dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits), ditebang oleh Khilafah Ar-Rasyid 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu,_ ketika beliau mendengar adanya sebagian orang yang mulai melakukan napak tilas sejarah ke pohon tersebut.
》 Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ menyebutkan tentang pohon ini dalam Al-Qur’an:
لَّقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
_“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”_ (QS. Al-Fath: 18)
》 Juga disebutkan oleh Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dalam hadits,
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
```“Tidak akan masuk neraka seorang pun yang berbai’at di bawah pohon itu.”``` (HR. Al-Imam At-Tirmidzi)
Namun ternyata, pohon yang sangat bersejarah itu ditebang oleh 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu._
Apa sebab beliau menebangnya?
Apakah karena di situ terjadi kesyirikan?
*Jawabannya,* belum terjadi kesyirikan di situ. Beliau menebangnya hanya karena khawatir jangan sampai pohon tersebut kelak dijadikan tempat kesyirikan. Padahal, orang-orang yang datang ke sana tidak melakukan kejahatan, yang mereka lakukan hanyalah sholat di bawah pohon itu.
》 Al-Imam Ibnu Wadhdhah _rahimahullah_ menuturkan,
سَمِعْتُ عِيْسَى بْنَ يُيْنُسَ يَقُيْلُ; أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الخطابِ رَضي اللە عَنْەُ بقطعِ الشَّجَرَةِ التي بوْيعَ تَحْتَهَا النَّبيُّ صلى اللە عليە و سلم٬ فقطعَهَا٬ لَأَنَّ النّاس كانوْا يذْهَبُوْنَ فيصلوْنَ تَحْتهَا٬ فخافَ عَليْهِمُ الفِتْنة
“Aku mendengar Isa bin Yunus berkata, 'Umar bin Khattab _radhiallahu ‘anhu_ memerintahkan untuk memotong pohon yang di bawahnya Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dibai’at, maka dipotonglah. Hal itu dilakukan karena orang-orang pergi ke pohon itu untuk sholat di bawahnya, maka beliau khawatir mereka akan ditimpa fitnah (syirik).”
Adapun menghancurkan kubah-kubah di kuburan dan meratakannya, inilah salah satu isu mereka untuk memberi kesan jelek terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah._ Dalam hal ini, mereka memanfaatkan keawaman sebagian besar kaum muslimin yang tidak mengetahui hakikat permasalahan ini.
Padahal, meratakan kuburan yang ditinggikan memang perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ dan telah diamalkan dengan baik oleh shahabat dan tabi’in. Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisabur _rahimahullah_ meriwayatkan:
عَنْ أَبِى الهَيَّاجِ الأَسَدِىِّ قَال قَال لِى عَلىُّ بْنُ أَبِى طَالِبِ أَلَّا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِى عَلَيْەِ رَسُلُ اللە صلى اللە عليە و سلم أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَشْتَهُ وَ لَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
“Dari Abul Hayyaj Al-Asadi rahimahullah, beliau berkata, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata kepadaku, akan aku utus engkau sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku; janganlah engkau biarkan sebuah patung (dalam riwayat lain: gambar bernyawa) kecuali engkau hancurkan dan tidak pula kuburan yang ditinggikan, kecuali engkau ratakan.” (HR. Al-Imam Muslim)
Sebagaimana Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ juga melarang kaum muslimin membangun kuburan, seperti dalam hadits,
نهى رسول الله صلى اللە عليە و سلم أن يجصص القبر و أن يقعد عليه و أن يبنى عليه
_*“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengapur kuburan, duduk di atasnya dan dibangun di atasnya.”*_ (HR. Al-Imam Muslim
》 Pembesar ulama Syafi’iyyah, Al-Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i _rahimahullah_ berkata,
_*“ADAPUN MEMBANGUN DI ATAS KUBURAN, APABILA TANAH PEKUBURAN MILIK ORANG YANG MEMBANGUNNYA MAKA HAL ITU MAKRUH[19] DAN JIKA DI PEKUBURAN UMUM MAKA HARAM,HAL SEPERTI INI DINASHKAN OLEH ASY-SYAFI’I DAN ULAMA SYAFI’IYYAH.*_
》 Berkata Al-Imam Syafi’I dalam Al-Umm,
_*DAN AKU MELIHAT PARA IMAM DI MAKKAH MEMERINTAHKAN UNTUK MENGHANCURKAN KUBURAN YANG DIBANGUN. ADAPUN DALIL YANG MENDUKUNG PENGHANCURAN KUBURAN ADALAH SABDA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM (KEPADA ALI BIN ABI THALIB RADHIALLAHU ‘ANHU) :*_
لَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
_*“Dan tidaklah ada kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan”.*_”
Pembaca yang budiman, ternyata menghancurkan dan meratakan kuburan memang perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ diamalkan oleh shahabat dan tabi’in, juga dianjurkan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam An-Nawawi serta diperintahkan oleh para imam Makkah yang hidup di zaman Al-Imam Asy-Syafi’i.
Walhamdulillah, ketika para pelaku syirik dan bid’ah membangun kembali kuburan-kuburan di Makkah, Madinah dan sekitarnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ dan pasukannya mengancurkan bangunan-bangunan itu kembali setelah sekian lama diagungkan dan disembah oleh sebagian orang. Jadi pantas kalau banyak ulama menggelari beliau sebagai Mujaddid (pembaharu).
》 Asy-Syaikh Muhammad bin Utsman Asy-Syawi _rahimahullah_ menceritakan kisah yang terjadi pada tahun 1343 H, yaitu penghancuran kuburan di kota Makkah yang telah dijadikan arena kesyirikan oleh sebagian orang, beliau berkata,
“Ketika kami selesai melakukan umroh, kami segera menghancurkan kubah-kubah (kuburan), dan kami dapati sesuatu yang sangat berat untuk diceritakan, berada pada kubah yang dibangun di atas kuburan Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha. Di antaranya kami dapati sebuah surat permohonan (doa) yang berbunyi,
_*‘WAHAI KHADIJAH, WAHAI UMMUL MUKMININ, KAMI DATANG BERZIARAH KEPADAMU, KAMI BERDIRI DI PINTUMU, MAKA JANGANLAH ENGKAU MENOLAK KAMI SEHINGGA KAMI MERUGI, BERILAH SYAFAA’AT KEPADA KAMI, AGAR SAMPAI KEPADA MUHAMMAD, AGAR SAMPAI KEPADA JIBRIL, AGAR SAMPAI KEPADA ALLAH’.*_
_*KAMI JUGA MENDAPATI KUBURAN TERSEBUT KAMBING SESAJEN UNTUK MENDEKATKAN DIRI (TAQARRUB) KEPADA KHADIJAH RADHIALLAHU ‘ANHA.”*_
Tidak diragukan lagi, berdoa kepada selain Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ dan menyembelih untuk selain-Nya adalah perbuatan syirik, sebab do’a dan menyembelih adalah ibadah, maka mempersembahkan doa dan sembelihan kepada selain Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ berarti beribadah kepada selainNya. Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ العِبَادَةُ ثُمَّ قَرَأَ: وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Doa itu adalah ibadah. Lalu Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ membaca firman Allah _Subhanahu wa Ta’ala,_ “Dan Rabbmu telah berfirman, berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (doa) kepadaku, mereka akan masuk neraka dalam keadaan hina.” (HR. Al-Imam Abu Daud dan Al-Imam At-Tirmidzi)
》 Beliau _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersabda,
لَعَنَ الله مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ
“Allah _Subhanahu wa Ta’ala_ melaknat orang yang menyembelih untuk selainNya.” (HR. Al-Imam Muslim)[24]
Inilah sesungguhnya salah satu sebab pertikaian yang terjadi antara Ahlus Sunnah dan Ahlul Bid’ah, ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab _rahimahullah_ menguasai suatu negeri maka misi utama beliau dalam penguasaan negeri itu untuk melaksanakan perintah Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ di antaranya menhancurkan kuburan-kuburan yang diringgikan, dan sebabnya pun jelas, bahwa pengagungan terhadap kuburan telah mengantarkan sebagian orang kepada penyembahan terhadap kuburan tersebut, maka Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bersikap tegas dalam permasalahan ini.
فَاعْتَبِرُوا يَٰأُوْلِى البْصَٰرِ
_“Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.”_ (QS. Al-Hasyr: 2)
*Footnote :*
1. Penulisan shalawat dan doa radhiallahu ‘anhu dengan disingkat menjadi *“saw” dan “ra”* itu juga *bukan cara yang baik.* Profesor dan penulis buku ini sudah terbiasa menyingkat shalawat dan doa. Bagaimana pandangan ulama dalam masalah ini?
》 Al-Imam As-Sakhawi _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, “Dan dan jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, yaitu menjadikannya dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh Al-Kattani dan *orang-orang jahil dari kalangan ‘ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam.”*
》 Al-Imam As-Suyuthi Asy-Syafi’i _rahimahullah_ berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, *“Dibenci menyingkat tulisan shalawat, sebagaimana dijelaskan dalam Syarah Muslim dan kitab lainnya.”* [Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah (2/339)]
2. *Seorang penulis, memang sempat mencurigai Profesor sebagai penganut Syi’ah yang tidak terang-terangan.* Dalam buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia (hal. 119) terdapat sebuah bab khusus membahas paham sesat profesor yang mirip Syi’ah, yaitu “Tak Mengaku Syi’ah Sambil Mengkafirkan Shahabat.” Penulisnya berkata, “Model menyakiti hati bahkan mengkafirkan para shahabat ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang yang terang-terangan mengaku Syi’ah. Bahkan di Indonesia, orang yang mengaku Sunni padahal rumahnya dipasangi gambar Khomeini besar (konon kini dicopot, menurut sumber Media Dakwah) pun menulis makalah yang sangat lancang mengkafirkan para shahabat. Dialah Dr. Said Agil Siraj.”
Penulis yang sama, dalam buku Ada Pemurtadan di IAIN juga memasukkan Sang Profesor dalam daftar *“Sosok-sosok Nyeleneh, Banyak yang di UIN dan IAIN.”* Penulisnya berkata (pada hal. 98), “Said Aqil Siraj dosen pasca sarjana UIN Jakarta dan tokoh NU – Nahdatul Ulama – yang pernah bersuara sangat aneh dan menyakiti para shahabat Nabi _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ bahwa orang Arab sepeninggal Nabi Muhammad _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ mereka murtad kecuali hanya orang-orang Arab Quraisy, itupun tidak keluarnya dari Islam bukan karena agama tetapi karena suku/kabilah. Dengan tulisannya di makalah yang sangat menyakiti para sahabat Nabi Muhammad _shallallahu ‘alaihi wa sallam_ itu maka Aqil Siraj dikafirkan oleh belasan ulama dan ada gagasan untuk diusulkan ke almamaternya, Universitas Ummul Quro Makkah, agar gelar dotornya dicabut; namun malah Aqil Siraj menantang silahkan dicabut, sekalian gelar hajinya yang telah ia jalani belasan kali silahkan dicabut. Lancangnya Said Agil Siradj melontarkan tuduhan…”
3. Syarhul Aqidah Al-Washitiyyah, 2/247-248
4. Syarhul Aqidah Al-Washitiyyah, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, 2/285-287
5. HR. Al-Imam Muslim no. 6651 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu
6. Mereka yang menjadikan berita-berita orang kafir untuk menghantam kaum muslimin tak ubahnya seperti yang dikatakan penyair:
“Siapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil baginya. Maka burung itu akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing.”
7. Shahih Muslim, 1/6
8. HR. Al-Imam Muslim no. 7 dari Hafsh bin ‘Ashim radhiallahu ‘anhu.
9. Maksud beliau _rahimahullah,_ jika perintah itu merupakan maksiat kepada Allah maka tidak boleh ditaati, namun tetap wajib taat pada perintah lain yang bukan kemaksiatan kepada Allah _Subhanahu wa Ta’ala._
10. Lihat Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 47
11. Silsilah Syarhil Rosaail, hal. 34.
12. Lihat Syarhu Masaail Jahiliyyah, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 47
13. Lihat Silsilah Syarhil Rosaail, hal. 231.
14. Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam Al-Islamy, 1/27, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawi’in, Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali Al-Abdul Lathif, hal. 303-304.
15. HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata, hadits ini Hasan Shahih dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 7680.
16. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dalam Al-Bida’ wan Nahyu ‘Anha, sebagaimana dalam Fathul Majid Syarah Kitab At-Tauhid Syaikh Abdur Rahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan ta’liq Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, hal. 255.
17. HR. Al-Imam Muslim no. 2287 dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
18. HR. Al-Imam Muslim no. 2289 dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma.
19. Yang lebih tepat –wallahu A’lam-, hukumnya juga haram, karena keumuman dalil dan tidak ada dalil yang memperkecualikan kuburan yang dibangun oleh pemilik tanah pekuburan.
20. Syarah Muslim, 7/27
21. Apakah kalian akan menuduh Imam Syafi’i dan Imam Nawawi sebagai Wahabi?! Bukankah Wahabi yang lebih layak berbangga –andaikan boleh saling membanggakan diri- dengan madzhab Syafi’i?!
22. Al-Qoulul Asad, Qof (3), sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 421.
23. HR. Abu Daud no. 1481 dan At-Tirmidzi no. 3247 dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud, no. 1329.
24. HR. Al-Imam Muslim no. 5239, 5240, 5241 dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
_____________________
Ditulis oleh Al-Ustadz *Sofyan Chalid bin Idham Ruray _hafidzhahullah_* dalam buku *“Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan”* penerbit TooBagus cet. pertama. Bantahan terhadap buku *“Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”* karya Syaikh Idahram hadahullah.
Al Akh Rizky Abu Salman berkata : NB: Tulisan beliau di blog ini sudah mendapat persetujuan dari beliau Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah.
Baca selengkapnya : https://aboeshafiyyah.wordpress.com/2011/07/25/menjawab-tuduhan-said-agil-siraj/
Sumber : http://rizkytulus.wordpress.com/
SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI
»» Studi Kritis Atas Buku
*📖 “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI”*
────────❅🔅❅────────
📝____✍ Penulis : Al-Ustadz *Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi*
```“Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”```
✒️ Telah sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan mendapatkan sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh karenanya, untuk menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami ingin memberikan studi kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global saja sebab tidak mungkin kita mengomentari seluruh isi buku rang penuh dengan syubhat tersebut dalam tulisan kita yang terbatas ini. Semoga Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan melapangkan hati kita untuk menerimanya.
*JUDUL BUKU DAN PENULISNYA*
Judul buku ini adalah *Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis oleh Syaikh Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan pertama, 2011.*
Buku ini mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang populer namanva yaitu KH. Dr. Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan Muhammad Arifin Ilham.
*BANTAHAN SECARA GLOBAL TEHADAP BUKU INI*
Terus terang, untuk membantah buku ini membutuhkan beberapa jilid buku sebab buku ini sarat dan bertabur kebohongan, kedustaan, kesesatan dan penyimpangan. Sebagai gambaran umum, kami katakan :
Setelah kami menulis artikel ini, al-hamdulillah telah banyak para penulis yang membongkar aurat buku ini, diantaranya adalah :
al-Ustadz Firanda Abu Abdil Muhsin dalam bukunya *“Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah”,*
AM. Waskito dalam bukunya *“Bersikap Adil Terhadap Wahabi”,* dan
Sofyan Cholid dalam bukunya *“Salafy Antara Tuduhan dan Kenyataan”.*
Belum lagi artikel-artikel para ustadz lainnya di internet. Oleh karenanya, saya kira bantahan-bantahan tersebut sudah cukup bagi orang yang berakal.Buku ini dari sampul depan hingga sampul belakang penuh kebohongan dan kedustaan. Adapun sampul depan, penulis misterius ini menyebut dirinya dengan bertopeng Syaikh Idahram, padahal itu bukan nama sesungguhnya. Dan telah sampai kabar kepadaku dari beberapa ikhwan di Jakarta yang terpercaya bahwa nama sesungguhnya adalah Marhadi kebalikan dari Idahram.
Bayangkan, jika nama penulisnya saja terbalik, bagaimana dengan isinya?! Jangan aneh jika isinya banyak terbalik dari kenyataan. Kenapa penulis ini begitu pengecut dalam pertempuran wacana ilmiyah sehingga tidak menampakkan identitas aslinya?!!
Adapun sampul akhirnya, karena mencatut nama-nama tokoh tersohor yang memberikan rekomondasi terhadap buku ini seperti KH. Ma’ruf Amin (ketua MUI) dan Muh. Arifin Ilham, padahal keduanya menyatakan tidak pernah memberikan rekomondasi tersebut, baca aja belum apalagi memberi rekomondasi?! Tentang Muh. Arifin Ilham, bisa diklik di http://arrahmah.com/read/2011/12/08/16720-kebohongan-syaikh-idahram-atas-nama-arifin-ilham.html#.
Adapun tentang KH. Ma’ruf Amin, saya pernah tanyakan langsung kepada kawan yang sangat dekat dengan beliau, ternyata beliau menyatakan: “Benar saya mendapatkan kiriman buku itu, tapi saya belum membacanya apalagi memeberi rekomondasi, dan saya tidak ingin terlibat dalam pertikaian ummat”. Jika sampul depan dan akhirnya saja dusta, lantas bagaimana dengan isinya?! Sungguh, sangat luaaaar biasa kebohongnya!!!
3. Buku ini ditunggangi oleh pemikiran Syi’ah sebagaimana dapat diketahui oleh pembaca yang jeli terhadap buku ini. Hal ini sebagaimana telah disingkap oleh Ust. Firanda dalam bukunya, juga AM. Waskito dalam bukunya, ditambah lagi Ust. Agus Hasan Bashori dalam makalahnya berjudul “Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Mengusung Faham Rafidhah (Syi’ah Iran)”. Silahkan baca di http://www.gensyiah.com/waspada-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-mengusung-faham-rafidhah-syiah-iran.html
Setelah kita mengetahui beberapa fakta di atas, berikut ini bantahan singkat dan sederhana sebagai partisipasi kyai dalam membela kebenaran dan membantah serangan-serangan terhadap kebenaran. Semoga Allah meneguhkan kita semua di atas al-Haq. Aamiin
*AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM?*
Pada hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi. Dalil-dalil mereka begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits ahad dalam hal akidah.
*Jawaban:*
Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Allah yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shahih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupaan). Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
_“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”_ (QS. asy-Syuro [42]: 11)
*Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata:*
“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Allah meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ (QS. Asy-Syuro [42 : 11).[2]
Namun, jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, “Seluruh Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).”[3]
Semoga Allah merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah mengatakan, “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.”
*lshaq bin Rohawaih mengatakan,*
“Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (meniadakan/mengingkari sifat bagi Allah).”
*PEMBAGIAN TAUHID BID’AH?*
Pada him. 236 penulis mengatakan:
Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi Wahabi mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini. Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan Salaf Shalih ke tong sampah.
*Jawaban:*
Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah), tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill, dan huruf.
Bahkan, banyak sekali ayat-ayat yang meng¬gabung tiga macam tauhid ini bagi prang yang mau mencermatinya, seperti firman Allah:
_“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”_ (QS. Maryam [79]: 65)
Firman-Nya _“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya”_ menunjukkan tauhid asma’ wa shifat.
Lebih dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini.
Syaikh Hammad al-Anshori berkata,
“Allah membuka kitab-Nya dengan Surah aI-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.”
Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya tidak akan termuat dalam majalah ini. Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan penulis?! Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!
*KAKAK SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB*
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya, karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.
*Jawaban:*
Benar, kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau. Namun, ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk menanggapi hal ini:
*Pertama:* Antara Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq. Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para shahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim dan ayahnya, Nabi Muhammad dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid, wahai hamba Allah?! Sungguh benar sabda Nabi :
_*“Barang siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”*_
*Kedua:* Kembalinya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam, Ibnu Bisyr, Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir, dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?!
*Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi,*
“Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Allah memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.”
*MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?*
Pada him. 34 penulis mengatakan:
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.
*Jawaban:*
*Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini:*
“lni juga termasuk kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabullah, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi, aI-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.”
*PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN*
Pada hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.
*Jawaban:*
Demikian penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!! Aduhai alangkah murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!! Tidakkah dia sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa?! Tidakkah dia menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!
Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau saya nukilkan seluruhnya, maka kita cukupkan di sini sebagian saja:
Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau.
*Beliau berkata,*
“Allah mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam kelslaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang shalih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedustaan yang amat besar.’”
Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid.
*Beliau berkata,*
“Mereka mengerahkan Bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!” Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Allah … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Allah saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”
*Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata,*
“Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para shahabat, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rasul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh ummat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shahih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf ummat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”
*BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI*
Pada hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani”.
*Jawaban:*
Demikianlah, mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan ke-dustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap prang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedustaan.”
*Dan alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim :*
"Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh, Karena senjata mereka hanyalah kedustaan".
Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.
Oleh karma itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah ini, di anta-ranya adalah:
*Pertama:* Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Francis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.
*Kedua:* Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Francis menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.
Sesungguhnya Inggris dan Francis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (KeIuarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.
Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.
Sungguh sangat *“jauh panggang dari api”* apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.
Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.
Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika, dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.
*CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?*
Pada hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosulullah tentang salafy wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan ciri¬ciri mereka adalah cukur plontos; sehingga pada him. 167 penulis mengatakan:
Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.
*Jawaban:*
Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Aduhai, alangkah beraninya penulis dalam memanipulasi hadits Rasulullah dan menafsirkannya sesuai dengan selera hawa nafsunya semata!! Seperti inikah cara Anda dalam beragumentasi wahai hamba Allah?!!
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.”
*NEJED, TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN*
Pada hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga pada hlm. 156 penulis menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
*Jawaban:*
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, dari orang-orang yang hatinya disesatkan Allah. Semuanya berkoar bahwa maksud *“Nejed”* dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!
Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:
*1. Hadits itu saling menafsirkan*
Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Abdillah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari lbnu 'Umar dengan lafazh:
“Ya Allah berkahilah kami dalam Syam kami, ya Allah berkahilah kami dalam Yaman kami.”
Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata,
“Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?”
Beliau menjawab,
“Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”
Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak.
*Berikut kami nukilkan sebagian ucapannya,*
“Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan Baghdad.”
*Dalam tempat lainnya beliau mengatakan,*
“Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.”
*2. Sejarah dan fakta*
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi di atas bahwa Irak adalah sumber fitnah baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang jamaI, Penang Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.
*3. Antara kota dan penghuninya*
Anggaplah seandainya *“Nejed”* yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.
Demikianlah -wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya!
*PENUTUP*
Demikianlah sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini. Sebenarnya masih sangat banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan yang ada dalam buku ini, namun semoga apa yang sudah kami paparkan dapat mewakili lainnya.
*Kesimpulannya,* buku ini harus diwaspadai oleh setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang bermanfaat. Wallahu A’lam
_________________________
Penulis : Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
https://abiubaidah.com/1474-studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi.html
*📖 “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI”*
────────❅🔅❅────────
📝____✍ Penulis : Al-Ustadz *Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi*
```“Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”```
✒️ Telah sampai kepada kami beberapa usulan pembaca agar kami mengkritik sebuah buku yang beredar akhir-akhir ini yang dipublikasikan secara gencar dan mendapatkan sanjungan serta kata pengantar dari para tokoh. Oleh karenanya, untuk menunaikan kewajiban kami dalam menasihati umat, kami ingin memberikan studi kritis terhadap buku ini, sekalipun secara global saja sebab tidak mungkin kita mengomentari seluruh isi buku rang penuh dengan syubhat tersebut dalam tulisan kita yang terbatas ini. Semoga Alloh menampakkan kebenaran bagi kita dan melapangkan hati kita untuk menerimanya.
*JUDUL BUKU DAN PENULISNYA*
Judul buku ini adalah *Sejarah Berdarah Sekfe Salafi Wahabi, ditulis oleh Syaikh Idahram, penerbit Pustaka Pesantren, Yogyakarta, cetakan pertama, 2011.*
Buku ini mendapatkan rekomendasi tiga tokoh agama yang populer namanva yaitu KH. Dr. Said Agil Siraj, KH. Dr. Ma’ruf Amin, dan Muhammad Arifin Ilham.
*BANTAHAN SECARA GLOBAL TEHADAP BUKU INI*
Terus terang, untuk membantah buku ini membutuhkan beberapa jilid buku sebab buku ini sarat dan bertabur kebohongan, kedustaan, kesesatan dan penyimpangan. Sebagai gambaran umum, kami katakan :
Setelah kami menulis artikel ini, al-hamdulillah telah banyak para penulis yang membongkar aurat buku ini, diantaranya adalah :
al-Ustadz Firanda Abu Abdil Muhsin dalam bukunya *“Sejarah Berdarah Sekte Syi’ah”,*
AM. Waskito dalam bukunya *“Bersikap Adil Terhadap Wahabi”,* dan
Sofyan Cholid dalam bukunya *“Salafy Antara Tuduhan dan Kenyataan”.*
Belum lagi artikel-artikel para ustadz lainnya di internet. Oleh karenanya, saya kira bantahan-bantahan tersebut sudah cukup bagi orang yang berakal.Buku ini dari sampul depan hingga sampul belakang penuh kebohongan dan kedustaan. Adapun sampul depan, penulis misterius ini menyebut dirinya dengan bertopeng Syaikh Idahram, padahal itu bukan nama sesungguhnya. Dan telah sampai kabar kepadaku dari beberapa ikhwan di Jakarta yang terpercaya bahwa nama sesungguhnya adalah Marhadi kebalikan dari Idahram.
Bayangkan, jika nama penulisnya saja terbalik, bagaimana dengan isinya?! Jangan aneh jika isinya banyak terbalik dari kenyataan. Kenapa penulis ini begitu pengecut dalam pertempuran wacana ilmiyah sehingga tidak menampakkan identitas aslinya?!!
Adapun sampul akhirnya, karena mencatut nama-nama tokoh tersohor yang memberikan rekomondasi terhadap buku ini seperti KH. Ma’ruf Amin (ketua MUI) dan Muh. Arifin Ilham, padahal keduanya menyatakan tidak pernah memberikan rekomondasi tersebut, baca aja belum apalagi memberi rekomondasi?! Tentang Muh. Arifin Ilham, bisa diklik di http://arrahmah.com/read/2011/12/08/16720-kebohongan-syaikh-idahram-atas-nama-arifin-ilham.html#.
Adapun tentang KH. Ma’ruf Amin, saya pernah tanyakan langsung kepada kawan yang sangat dekat dengan beliau, ternyata beliau menyatakan: “Benar saya mendapatkan kiriman buku itu, tapi saya belum membacanya apalagi memeberi rekomondasi, dan saya tidak ingin terlibat dalam pertikaian ummat”. Jika sampul depan dan akhirnya saja dusta, lantas bagaimana dengan isinya?! Sungguh, sangat luaaaar biasa kebohongnya!!!
3. Buku ini ditunggangi oleh pemikiran Syi’ah sebagaimana dapat diketahui oleh pembaca yang jeli terhadap buku ini. Hal ini sebagaimana telah disingkap oleh Ust. Firanda dalam bukunya, juga AM. Waskito dalam bukunya, ditambah lagi Ust. Agus Hasan Bashori dalam makalahnya berjudul “Waspada! Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Mengusung Faham Rafidhah (Syi’ah Iran)”. Silahkan baca di http://www.gensyiah.com/waspada-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi-mengusung-faham-rafidhah-syiah-iran.html
Setelah kita mengetahui beberapa fakta di atas, berikut ini bantahan singkat dan sederhana sebagai partisipasi kyai dalam membela kebenaran dan membantah serangan-serangan terhadap kebenaran. Semoga Allah meneguhkan kita semua di atas al-Haq. Aamiin
*AQIDAH WAHABI ADALAH TAJSIM?*
Pada hlm. 234 penulis mengatakan:
Akidah Salafi Wahabi adalah aqidah Tajsim dan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) yang sama persis dengan akidah orang-orang Yahudi. Dalil-dalil mereka begitu rapuhnya, hanya mengandalkan hadits-hadits ahad dalam hal akidah.
*Jawaban:*
Ini adalah tuduhan dusta, sebab aqidah mereka dalam asrna’ wa shifat sangat jelas mengimani nama dan sifat Allah yang telah disebutkan al-Qur’an dan hadits yang shahih tanpa tahrif (pengubahan), ta’thil (pengingkaran), takyif (menanyakan hal/kaifiat), maupun tamtsil (penyerupaan). Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah:
_“Tidak ada yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”_ (QS. asy-Syuro [42]: 11)
*Inilah aqidah ulama-ulama salaf, di antaranya al-Imam asy-Syafi’i, beliau pernah berkata:*
“Kita menetapkan sifat-sifat ini yang disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan kita juga meniadakan penyerupaan sebagaimana Allah meniadakan penyerupaun tersebut dari diri Nya dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.’ (QS. Asy-Syuro [42 : 11).[2]
Namun, jangan merasa aneh dengan tuduhan ini, karena demikianlah perilaku ahli ahwa’ semenjak dulu. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, “Seluruh Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan sifat-sifat yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengartikannya secara zhohirnya. Akan tetapi, mereka tidak rnenggambarkan bagaimananya/bentuknya sifat¬sifat tersebut. Adapun Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan Khowarij mengingkari sifat-sifat Alloh dan tidak mengartikannya secara zhohirnya. Lucunya, mereka menyangka bahwa orang yang menetapkannya termasuk Musyabbih (kaum yang menyerupakan Alloh dengan makhluk).”[3]
Semoga Allah merahmati al-Imam Abu Hatim ar-Rozi yang telah mengatakan, “Tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar. Dan tanda Jahmiyyah adalah menggelari Ahli Sunnah dengan Musyabbihah.”
*lshaq bin Rohawaih mengatakan,*
“Tanda Jahm dan pengikutnya adalah menuduh Ahli Sunnah dengan penuh kebohongan dengan gelar Musyabbihah padahal merekalah sebenarnya Mu’aththilah (meniadakan/mengingkari sifat bagi Allah).”
*PEMBAGIAN TAUHID BID’AH?*
Pada him. 236 penulis mengatakan:
Pembagian tauhid kepada tauhid Uluhiyah dan tauhid Rububiyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’i tabi’in maupun ulama-ulama salaf terdahulu, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, bahkan tidak terdapat juga dalam karya murid-murid Imam Ahmad yang terkenal seperti Ibnul Jauzi dan al-Hafizh Ibnu Katsir. Demikianlah Salafi Wahabi mengklaim selalu mengikuti salaf shalih tetapi kenyataannya tidak ada seorangpun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini. Lagi-lagi, Salafi Wahabi melempar Al-Qur’an, Sunnah dan Salaf Shalih ke tong sampah.
*Jawaban:*
Pembagian para ulama bahwa tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ wa Shifat adalah berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur’an dan hadits Nabi Pembagian ini bukanlah perkara baru (baca: bid’ah), tetapi pembagian ini berdasarkan penelitian terhadap dalil. Hal ini persis dengan perbuatan para ulama ahli Bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fill, dan huruf.
Bahkan, banyak sekali ayat-ayat yang meng¬gabung tiga macam tauhid ini bagi prang yang mau mencermatinya, seperti firman Allah:
_“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”_ (QS. Maryam [79]: 65)
Firman-Nya _“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyyah. “Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyyah. “Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa denganNya”_ menunjukkan tauhid asma’ wa shifat.
Lebih dari itu -jika kita jeli- surah pertama dalam al-Qur’an (al-Fatihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam al-Qur’an (an-Nas). Seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan al-Qur’an adalah tiga jenis tauhid ini.
Syaikh Hammad al-Anshori berkata,
“Allah membuka kitab-Nya dengan Surah aI-Fatihah yang berisi tentang pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan Surah an-Nas yang berisi tentang pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah wahai sekalian manusia sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib bagi kalian mati di atas tauhid.”
Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya tidak akan termuat dalam majalah ini. Dalam kitabnya al-Mukhtashorul Mufid fi’ Bayani Dalail Aqsami Tauhid, Syaikh Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibnu Mandah (182 H), Ibnu Jarir (310 H), ath-Thohawi (w. 321 H), Ibnu Hibban (354 H), Ibnu Baththoh (387 H), Ibnu Khuzaimah (395 H), ath-Thurtusi (520 H), al-Qurthubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibnu Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah seperti pernyataan penulis?! Pikirkanlah wahai orang yang berakal!!!
*KAKAK SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB*
Pada hlm. 34 penulis mengatakan:
Sebaliknya, karena keyakinan menyimpangnya itu, kakaknya yang bersama Sulaiman ibnu Abdil Wahhab mengkritik fahamnya yang nyeleneh dengan begitu pedas, melalui dua bukunya, ash-Shawaiq al-Ilahiyyah fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabiyah dan kitab Fashlu al-Khitab fi ar-Radi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab. Dua bukunya itu dirasa penting untuk di tulis, melihat adiknya yang sudah jauh menyimpang dari ajaran Islam dan akidah umat secara umum.
*Jawaban:*
Benar, kami tidak mengingkari bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab termasuk orang yang menentang dakwah beliau. Namun, ada dua poin yang perlu diperhatikan bersama untuk menanggapi hal ini:
*Pertama:* Antara Nasab dan Dakwah yang Benar
Kita harus ingat bahwa adanya beberapa kerabat atau keluarga yang menentang dakwah tauhid bukanlah suatu alasan batilnya dakwah yang haq. Tidakkah kita ingat bahwa para nabi, para shahabat, para ahli tauhid, dan sebagainya, ada saja sebagian dari keluarga mereka baik bapak, anak, saudara, atau lainnya yang memusuhi dakwah mereka?! Kisah Nabi Nuh dengan anak dan istrinya, Nabi Ibrahim dan ayahnya, Nabi Muhammad dan pamannya merupakan kisah yang populer di kalangan masyarakat. Apakah semua itu menghalangi kebenaran dakwah tauhid, wahai hamba Allah?! Sungguh benar sabda Nabi :
_*“Barang siapa amalnya lambat, maka nasabnya tidak bisa mempercepatnya.”*_
*Kedua:* Kembalinya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab
Mayoritas ulama mengatakan bahwa Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menerima dakwah tauhid, sebagaimana disebutkan Ibnu Ghonnam, Ibnu Bisyr, Syaikh Dr. Muhammad bin Sa’ad as-Syuwa’ir, dan sebagainya. Apakah hal ini diketahui oleh musuh-musuh dakwah?! Ataukah kebencian telah mengunci hati mereka?!
*Alangkah bagusnya apa yang dikatakan oleh Syaikh Mas’ud an-Nadwi,*
“Termasuk orang yang menentang dakwah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) adalah saudaranya sendiri, Sulaiman bin Abdul Wahhab (wafat 1208 H) yang menjadi qadhi di Huraimila’ sebagai pengganti ayahnya. Dia menulis beberapa tulisan berisi bantahan kepada saudaranya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang dipenuhi dengan kebohongan. Dan sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ghonnam bahwa dia menyelisihi saudaranya hanya karena dengki dan cemburu saja. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menulis bantahan terhadap tulisan-tulisannya, tetapi pada akhirnya Allah memberinya hidayah, (sehingga dia) bertaubat dan menemui saudaranya di Dar’iyyah pada tahun 1190 H yang disambut baik dan dimuliakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ada buku Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab yang tercetak dengan judul ash-Showa’iq IIahiyyah fi ar-,Roddi ‘ala Wahhabiyyah. Musuh-musuh tauhid sangat gembira dengan buku ini, namun mereka sangat malu untuk menyebut taubatnya Sulaiman.”
*MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB GEMAR MEMBACA KITAB NABI PALSU?*
Pada him. 34 penulis mengatakan:
Selain itu, Ibnu Abdul Wahhab juga gemar membaca berita dan kisah-kisah para pengaku kenabian seperti Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al’Unsi dan Thulaihah al-Asadi.
*Jawaban:*
*Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata membantah tuduhan ini:*
“lni juga termasuk kebohongan dan kedustaan. Yang benar, beliau gemar membaca kitab-kitab tafsir dan hadits sebagaimana beliau katakan sendiri dalam sebagian jawabannya, ‘Dalam memahami Kitabullah, kita dibantu dengan membaca kitab-kitab tafsir populer yang banyak beredar, yang paling bagus menurut kami adalah tafsir Muhammad bin Jarir ath-Thobari dan ringkasannya karya Ibnu Katsir asy-Syafi’i, demikian pula al-Baidhowi, aI-Baghowi, Al-Khozin, al-Jalalain, dan sebagainya. Adapun tentang hadits, kita dibantu dengan membaca syarah-syarah hadits seperti syarah al-Qostholani dan al-Asqolani terhadap Shohih al-Bukhori, an-Nawawi terhadap (Shohih) Muslim, al-Munawi terhadap al-jami’ ash-Shoghir, dan kitab-kitab hadits lainnya, khususnya kutub sittah (enam kitab induk hadits) beserta syarahnya, kita juga gemar menelaah seluruh kitab dalam berbagai bidang, ushul dan kaidah, siroh, shorof, nahwu, dan semua ilmu umat’.”
*PEMBUNUHAN DAN PENGKAFIRAN*
Pada hlm. 61-138 penulis menguraikan panjang lebar bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap kaum muslimin, termasuk ulama. Inilah yang menjadi inti buku tersebut.
*Jawaban:*
Demikian penulis artikel memuntahkan isi hatinya tanpa kendali!! Aduhai alangkah murahnya dia mengobral kebohongan dan melempar tuduhan!! Tidakkah dia sedikit takut akan adzab dan mengingat akibat para pendusta yang akan memikul dosa?! Tidakkah dia menyadari bahwa dusta adalah ciri utama orang-orang yang hina?!!
Tuduhan yang satu ini begitu laris-manis tersebar semenjak dahulu hingga kini, padahal Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri telah menepis tuduhan ini dalam banyak kesempatan. Terlalu panjang kalau saya nukilkan seluruhnya, maka kita cukupkan di sini sebagian saja:
Dalam suratnya kepada penduduk Qoshim, beliau memberikan isyarat terhadap tuduhan musuh bebuyutannya (Ibnu Suhaim), dan berlepas diri dari tuduhan keji yang dilontarkan kepada beliau.
*Beliau berkata,*
“Allah mengetahui bahwa orang tersebut telah menuduhku yang bukan-bukan, bahkan tidak pernah terbetik dalam benakku, di antaranya dia mengatakan bahwasanya aku mengatakan, ‘Manusia sejak 600 tahun silam tidak dalam kelslaman, aku mengkafirkan orang yang bertawassul kepada orang-orang shalih, aku mengkafirkan al-Bushiri, aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah….’ Jawabanku terhadap tuduhan ini, ‘Maha Suci Engkau ya Robb kami, sesungguhnya ini kedustaan yang amat besar.’”
Demikian juga dalam suratnya kepada Syaikh Abdurrohman as-Suwaidi -salah seorang ulama Irak- mengatakan bahwa semua tuduhan tersebut adalah makar para musuh yang ingin menghalangi dakwah tauhid.
*Beliau berkata,*
“Mereka mengerahkan Bala tentaranya yang berkuda dan berjalan kaki untuk memusuhi kami, di antaranya dengan menyebarkan kebohongan yang seharusnya orang berakaI pun malu untuk menceritakannya, apalagi menyebarkannya, salah satunya adalah apa yang Anda sebutkan, yaitu bahwa saya mengkafirkan seluruh manusia kecuali yang mengikuti saya, dan saya menganggap bahwa pernikahan mereka tidak sah. Aduhai, bagaimana bisa haI ini diterima oleh seorang yang berakal sehat? Adakah seorang muslim, kafir, sadar maupun gila sekalipun yang berucap seperti itu?!” Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab membantah tuduhan di atas, “Adapun tuduhan yang didustakan kepada kami dengan tujuan untuk menutupi kebenaran dan menipu manusia bahwa kami mengkafirkan manusia secara umum, manusia yang semasa dengan kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun enam ratusan kecuali yang sepaham dengan kami. Berekor dari itu, bahwa kami tidak menerima bai’at seorang kecuali setelah dia mengakui bahwa dirinya dahulu adalah musyrik, demikian pula kedua orang tuanya mati dalam keadaan syirik kepada Allah … semua ini hanyalah khurofat yang jawaban kami seperti biasanya, ‘Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah kebohongan yang nyata.’ Barang siapa menceritakan dari kami seperti itu atau menisbatkan kepada kami maka dia telah berdusta dan berbohong tentang kami. Barang siapa menyaksikan keadaan kami dan menghadiri majelis ilmu kami serta bergaul dengan kami, niscaya dia akan mengetahui secara pasti bahwa semua itu adalah tuduhan palsu yang dicetuskan oleh musuh-musuh agama dan saudara-saudara setan untuk melarikan manusia dari ketundukan dan memurnikan tauhid hanya kepada Allah saja dengan ibadah dan meninggalkan seluruh jenis kesyirikan.”
*Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata,*
“Sesungguhnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab meniti jalan yang ditempuh oleh Nabi para shahabat, dan para imam pendahulu. Beliau tidak mengkafirkan kecuali orang yang telah dikafirkan Allah dan Rasul-Nya dan disepakati kekufurannya oleh ummat. Beliau mencintai seluruh ahli Islam dan ulama mereka. Beliau beriman dengan setiap kandungan al-Qur’an dan hadits shahih. Beliau juga melarang keras dari menumpahkan darah kaum muslimin, merampas harta dan kehormatan mereka. Barang siapa menisbatkan kepada beliau hal yang berseberangan dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah dari kalangan salaf ummat ini maka dia telah dusta serta berkata tanpa dasar ilmu.”
*BEKERJA SAMA DENGAN INGGRIS MERONGRONG KEKHOLIFAHAN TURKI UTSMANI*
Pada hlm. 120 penulis membuat judul “Wahabi bekerja sama dengan inggris merongrong kekholifahan Turki Utsmani”.
*Jawaban:*
Demikianlah, mereka tidak memiliki modal dalam dialog ilmiah kecuali hanya tuduhan dan ke-dustaan semata. Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah tatkala mengatakan; “Semua bentuk kesyirikan dan beragam corak kebid’ahan dibangun di atas kebohongan dan tuduhan dusta. Oleh karenanya, setiap prang yang semakin jauh dari tauhid dan sunnah, maka dia akan lehih dekat kepada kesyirikan, kebid’ahan, dan kedustaan.”
*Dan alangkah benarnya ucapan al-Hafizh Ibnul Qoyyim :*
"Janganlah engkau takut akan tipu daya musuh, Karena senjata mereka hanyalah kedustaan".
Beberapa sosok setan berwujud manusia dari orang-orang Eropa berpikir tentang akibat yang akan menimpa mereka jika dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud (Saud) pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.
Oleh karma itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyyah ini, di anta-ranya adalah:
*Pertama:* Penebaran opini publik di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang paham quburiyyun, khurofiyyun, bid’ah, dan syirik telah mendarah daging di dalarn hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Francis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari ulama su’ (jahat) yang memfatwakan bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.
*Kedua:* Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesul-tanan Utsmaniyyah. Orang-orang Inggris dan Francis menebarkan racun ke dalam pikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespons dan herupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasihat dari kaum kuffar ini, lalu meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.
Sesungguhnya Inggris dan Francis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu (KeIuarga) Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1860 M sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.
Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi fondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negara ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.
Sungguh sangat *“jauh panggang dari api”* apabila dikatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris, padahal dengan menyebarnya dakwah yang diberkahi ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza GhuIam Ahmad al-Qodiyani (pendiri gerakan Ahmadiyah) yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.
Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk, dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat, dan maksiat kaum adat sehingga meletuslah Perang Padri, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.
Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika, dan belahan negeri lainnya, yang mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kuffar Eropa.
*CIRI KHAS WAHABI CUKUR PLONTOS?*
Pada hlm. 139-180 penulis membawakan judul hadits-hadits Rosulullah tentang salafy wahabi, di antaranya pada hlm. 164 penulis mengatakan ciri¬ciri mereka adalah cukur plontos; sehingga pada him. 167 penulis mengatakan:
Ini adalah teks hadits yang sangat jelas tertuju kepada faham Muhammad bin Abdul Wahhab. Semasa hidupnya dahulu, dia telah memerintahkan setiap pengikutnya untuk mencukur habis rambut kepalanya sebelum mengikuti fahamnya.
*Jawaban:*
Tuduhan ini sangat mentah, tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Aduhai, alangkah beraninya penulis dalam memanipulasi hadits Rasulullah dan menafsirkannya sesuai dengan selera hawa nafsunya semata!! Seperti inikah cara Anda dalam beragumentasi wahai hamba Allah?!!
Syaikh Abdulloh bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya, “Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan tentang kami. Seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini, sebab kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang ma’lum bi dhoruroh (diketahui oleh semua). Jenis-jenis kekufuran baik berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kami pun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.”
*NEJED, TEMPAT KELUARNYA TANDUK SETAN*
Pada hlm. 151-152 penulis membawakan hadits bahwa sumber fitnah berasal dari Nejed, dan dari Nejed muncul dua tanduk setan, sehingga pada hlm. 156 penulis menukil ucapan Sayyid Alwi al-Haddad bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab.
*Jawaban:*
Sebenarnya apa yang dilontarkan oleh saudara penulis di atas bukanlah suatu hal yang baru, melainkan hanyalah daur ulang dari para pendahulunya yang mempromosikan kebohongan ini, dari orang-orang yang hatinya disesatkan Allah. Semuanya berkoar bahwa maksud *“Nejed”* dalam hadits-hadits di atas adalah Hijaz dan maksud fitnah yang terjadi adalah dakwahnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab!!!
Kebohongan ini sangat jelas sekali bagi orang yang dikaruniai hidayah ilmu dan diselamatkan dari hawa nafsu, ditinjau dari beberapa segi:
*1. Hadits itu saling menafsirkan*
Bagi orang yang mau meneliti jalur-jalur hadits ini dan membandingkan lafazh-lafazhnya, niscaya tidak samar lagi bagi dia penafsiran yang benar tentang makna Nejed dalam hadits ini. Dalam lafazh yang dikeluarkan al-Imam ath-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir: 12/384 no. 13422 dari jalur Ismail bin Mas’ud dengan sanad hasan: Menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Abdillah bin Aun dari ayahnya dari Nafi’ dari lbnu 'Umar dengan lafazh:
“Ya Allah berkahilah kami dalam Syam kami, ya Allah berkahilah kami dalam Yaman kami.”
Beliau mengulanginya beberapa kali, pada ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata,
“Wahai Rasulullah! Dalam Irak kami?”
Beliau menjawab,
“Sesungguhnya di sana terdapat kegoncangan dan fitnah dan di sana pula muncul tanduk setan.”
Syaikh Hakim Muhammad Asyrof menulis buku khusus mengenai hadits ini berjudul Akmal al-Bayan fl Syarhi Hadits Najd Qornu Syaithon. Dalam kitab ini beliau mengumpulkan riwayat¬riwayat hadits ini dan menyebutkan ucapan para ulama ahli hadits, ahli Bahasa, dan ahli geografi, yang pada akhirnya beliau membuat kesimpulan bahwa maksud Nejed dalam hadits ini adalah Irak.
*Berikut kami nukilkan sebagian ucapannya,*
“Maksud dari hadits-hadits di muka bahwa negeri-negeri yang terletak di timur kota Madinah Munawwaroh ; adalah sumber fitnah dan kerusakan, markas kekufuran dan penyelewengan, pusat kebid’ahan dan kesesatan. Lihatlah di peta Arab dengan cermat, niscaya akan jelas bagi Anda bahwa negara yang terletak di timur Madinah adalah Irak saja, tepatnya kota Kufah, Bashrah, dan Baghdad.”
*Dalam tempat lainnya beliau mengatakan,*
“Ucapan para pensyarah hadits, ahli Bahasa, dan pakar geografi dapat dikatakan satu kata bahwa Nejed bukanlah nama suatu kota tertentu, namun setiap tanah yang lebih tinggi dari sekitarnya maka ia disebut Nejed.”
*2. Sejarah dan fakta*
Sejarah dan fakta lapangan membuktikan kebenaran hadits Nabi di atas bahwa Irak adalah sumber fitnah baik yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, seperti keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, Perang jamaI, Penang Shiffin, fitnah Karbala, tragedi Tatar. Demikian pula munculnya kelompok-kelompok sesat seperti Khowarij yang muncul di kota Haruro’ (kota dekat Kufah), Rofidhoh (hingga sekarang masih kuat), Mu’tazilah, jahmiyyah, dan Qodariyyah, awal munculnya mereka adalah di Irak sebagaimana dalam hadits pertama Shohih Muslim.
*3. Antara kota dan penghuninya*
Anggaplah seandainya *“Nejed”* yang dimaksud oleh hadits di atas adalah Nejed Hijaz, tetap saja tidak mendukung keinginan mereka, sebab hadits tersebut hanya mengabarkan terjadinya fitnah di suatu tempat, tidak memvonis perorangan seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Terjadinya fitnah di suatu tempat tidaklah mengharuskan tercelanya setiap orang yang bertempat tinggal di tempat tersebut.
Demikianlah -wahai saudaraku seiman- keterangan para ulama ahli hadits tentang hadits ini, maka cukuplah mereka sebagai sumber tepercaya!
*PENUTUP*
Demikianlah sekelumit yang dapat kami bahas tentang buku ini. Sebenarnya masih sangat banyak tuduhan-tuduhan dusta dan penyimpangan yang ada dalam buku ini, namun semoga apa yang sudah kami paparkan dapat mewakili lainnya.
*Kesimpulannya,* buku ini harus diwaspadai oleh setiap orang dan sebagai gantinya hendaklah membaca buku-buku yang bermanfaat. Wallahu A’lam
_________________________
Penulis : Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi
https://abiubaidah.com/1474-studi-kritis-atas-buku-sejarah-berdarah-sekte-salafi-wahabi.html
Selasa, 26 Mei 2020
HUKUM MENGKONSUMSI CAIRAN HITAM CUMI-CUMI
🔎 CAIRAN HITAM CUMI-CUMI
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Pertanyaan dari salah satu sahabat lagi, tentang cairan Hitam yang terdapat pada makanan/masakan dari makhluk laut, dan bukan daging atau darah yang di hukumi najis berikut pencerahannya :
Setau ana (@abuabdillah_99) dan Wallahu ta'ala a'lam, yang di sebut syekh Abdurrahman bin Muhammad ba'lawi ini tokoh sufi tulen, orang Yaman kota tariim.
Dikisahkan yang jelas ngawur plus dongeng, kata murid-muridnya beliau ini pernah tidak tidur 33 tahun.
Walaupun yang dibahas bab makanan, dan yang maklum mengenai makanan adalah pembahasan yang amat luas, ngga to the point haram atau halal, banyak kasus yang dinilai makanan ini haram tenyata pendapat ulama lain halal, yang intinya ga boleh asal dalam pembahasan makanan...
Tapi walaupun gitu, taulah maksdnya kalau yang menulis orang sufi, berarti sikap kita bagaimana ?
Jelas ahsan ditolak mentah-mentah, cukup bagi kita penyimpangan penulis dalam bab aqidah dan manhaj untuk kita tidak mengambil ilmu dari dia sedikitpun.
*JADI CAIRAN HITAM YANG KITA TEMUKAN DALAM MAKANAN/MASAKAN DARI MAKHLUK LAUT DAN BUKAN DAGING ATAU DARAH :*
*✅ HALAL KITA KONSUMSI*
Wallahu ta'ala a'lam...
(@abuabdillah_99)
───────❅♛♛❅───────
📲 https://m.facebook.com/photo.php?fbid=1215543045448121&id=100009773104391&set=gm.2806258822816305&source=57
HUKUM MENGKONSUMSI CAIRAN HITAM CUMI-CUMI
*📜 HUKUM MENGKONSUMSI CAIRAN HITAM CUMI-CUMI*
______________________✒️
📝 Oleh : *Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc. MHI _hafizhahullah._*
```Apakah Cairan Hitam cumi-cumi Haram❓```
*❯ Jawab:*
❶ Ada kaidah yang sudah mapan seputar makanan dan minuman:
الأصل في الأطعمة والأشربة الإباحة إلا ما ثبت النص بتحريمه
```"Hukum asal makanan dan minuman itu halal, kecuali telah tetap Nash (dalil) yang menunjukkan keharamannya".```
🎯 Jadi selama tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya, maka makanan dan minuman dikembalikan ke hukum asalnya, yaitu *HALAL.*
❷ Ada dalil khusus Dari Nabi ﷺ tentang kehalalan bangkai hewan laut :
هو الطهور ماؤه الحل ميتته
*"Air laut itu suci dan mensucikan, dan bangkainya halal."*
📘 [HR Abu Dawud].
Nabi ﷺ sudah menyatakan bahwa bangkai hewan laut itu halal, berarti semuanya: ekornya, kepalanya, siripnya, kotorannya, jerohannya dan lain-lain dalam kaidah disebutkan : *Attaabi'u Tabi'.*
Keculai jika ada hewan laut yang sudah dipastikan kemadharatannya jika dikonsumsi, maka ini hukumnya: haram. Kaidah mengatakan:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
*"LA DHORORO WALAA DHIROR"*
```"Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain"```
📌 Dan dalam hal ini, apakah sudah ada lembaga kesehatan resmi yg mengatakan bahwa cairan hitam cumi-cumi itu berbahaya? Jika tidak ada, maka kembali ke hukum asal, yaitu *BOLEH.*
❸ Memang ada Kalam ulama' madzhab _rahimahumullah_ dalam masalah ini yg mengatakan *"TIDAK BOLEH",* Tapi ini pendapat *lemah dan marjuh,* menyelisihi Qaidah ashliyyah, dan menyelisihi Nash hadits.
Wallahu a'lam
*Kesimpulannya :*
_______________✒️
*BOLEH DIMAKAN*
Wallahu a'alam
______________________✒️
📝 Oleh : *Ustadz Fadlan Fahamsyah, Lc. MHI _hafizhahullah._*
```Apakah Cairan Hitam cumi-cumi Haram❓```
*❯ Jawab:*
❶ Ada kaidah yang sudah mapan seputar makanan dan minuman:
الأصل في الأطعمة والأشربة الإباحة إلا ما ثبت النص بتحريمه
```"Hukum asal makanan dan minuman itu halal, kecuali telah tetap Nash (dalil) yang menunjukkan keharamannya".```
🎯 Jadi selama tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya, maka makanan dan minuman dikembalikan ke hukum asalnya, yaitu *HALAL.*
❷ Ada dalil khusus Dari Nabi ﷺ tentang kehalalan bangkai hewan laut :
هو الطهور ماؤه الحل ميتته
*"Air laut itu suci dan mensucikan, dan bangkainya halal."*
📘 [HR Abu Dawud].
Nabi ﷺ sudah menyatakan bahwa bangkai hewan laut itu halal, berarti semuanya: ekornya, kepalanya, siripnya, kotorannya, jerohannya dan lain-lain dalam kaidah disebutkan : *Attaabi'u Tabi'.*
Keculai jika ada hewan laut yang sudah dipastikan kemadharatannya jika dikonsumsi, maka ini hukumnya: haram. Kaidah mengatakan:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
*"LA DHORORO WALAA DHIROR"*
```"Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain"```
📌 Dan dalam hal ini, apakah sudah ada lembaga kesehatan resmi yg mengatakan bahwa cairan hitam cumi-cumi itu berbahaya? Jika tidak ada, maka kembali ke hukum asal, yaitu *BOLEH.*
❸ Memang ada Kalam ulama' madzhab _rahimahumullah_ dalam masalah ini yg mengatakan *"TIDAK BOLEH",* Tapi ini pendapat *lemah dan marjuh,* menyelisihi Qaidah ashliyyah, dan menyelisihi Nash hadits.
Wallahu a'lam
*Kesimpulannya :*
_______________✒️
*BOLEH DIMAKAN*
Wallahu a'alam
Jumat, 22 Mei 2020
HADITS PALSU TENTANG ZAKAT FITRAH
*⛔ HADITS PALSU TENTANG ZAKAT FITRAH*
────────❅🔅❅────────
*❓ Pertanyaan :*
*ZAKAT FITRAH…*
Pada masa Rasulullah… pernah satu kali sahabat Usman kelupaan membayar zakat fitrah hingga usai shalat Ied…
Begitu beliau ingat, segera beliau pulang dan mengambil seekor unta yang paling bagus miliknya dan dijualnya…,
Kemudian uang hasil penjualan unta tersebut beliau pakai untuk memerdekakan seorang
budak…
Setelah itu beliau menghadap
Rasulullah dan berkata :
“Ya, Rasulullah, bahwasannya saya telah lupa membayar zakat fitrah namun saya telah menjual seekor unta yang paling bagus milik saya dan saya gunakan untuk memerdekakan seorang budak.
Apakah itu itu setara nilainya dengan zakat fitrah yang lupa saya bayarkan?”
Dan dihadapan para shahabat Rasulullah menjawab :
“Sangat merugi bagi siapapun yang tidak membayar zakat fitrah… karena pahala zakat fitrah itu sangatlah tak terhingga… Jangankan memerdekakan seorang budak, memerdekakan seratus orang budakpun takkan dapat menyamai pahala zakat fitrah“.
Subhanallah…, begitu
hebatnya pahala zakat fitrah…, maka saudaraku sekalian jangan sampai kelupaan menunaikannya…
*Mohon maaf sekedar mengingatkan…*
Semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNYA kpd kita semua…
Aamiin YRA…
______________________
Status keshahihan hadits dalam postingan tersebut bagaimana ya ustadz.?
Apakah benar ada riwayat seperti itu ?
Mohon bimbingan & nasehat ustadz.
Jazaakallahu khoyr.
*✅ Jawab :*
Saya berusaha mencari riwayat ini namun belum dapat dan belum ketemu. Saya curiga ini riwayat palsu dan dusta, dengan beberapa alasan :
1️⃣ Riwayat ini menjelaskan tentang keutamaan zakat fitrah yang disandarkan kepada Nabî, dikatakan lebih baik daripada memerdekakan 100 budak..Jika riwayat ini ma’tsur atau memang berasal dari Nabî, maka akan ternukil di buku-buku induk hadits. *Sedangkan kenyataannya tidak ada.*
2️⃣ Jika riwayat ini valid, maka tentunya para ulama yang mereka jauh lebih alim dari yg ngeshare riwayat tersebut tidak akan terlewatkan dari hadits tersebut. Karena isinya sangat besar, sehingga *PASTI* akan dimuat oleh para ulama di dalam buku-buku mereka yang berbicara tentang bab zakat fitri. Sedangkan *kenyataannya tidak ada !*
3️⃣ Riwayat tersebut mengandung kemungkaran, dan diantara ciri hadits palsu itu mengandung kemungkaran.
Yaitu Utsman melupakan zakat fitri lalu berinisiatif membeli unta dan menggunakan uang nya untuk memerdekakan budak.
Padahal dalam bab fikih yang berbicara tentang orang yang lupa melakukan zakat fitri, bahkan lupa beribadah, *itu dimaafkan.* Dan ia segera mengeluarkan zakat fitri itu kapanpun dia ingat, atau segera melaksanakan ibadah yang ia lupa tadi.
Tanpa ada dam, kaffarat atau semisalnya. Dan tidak ada satupun ulama yang membawakan riwayat ini.
4️⃣ Tidak adanya sumber penukilan, apalagi membawakan hadits tidak disebutkan riwayat siapa. Minimal sumber buku yang bisa dijejak… Juga tidak ada ada.
⚠️ Karena itu, *DUGAAN KUAT* saya, ini riwayat *PALSU* (موضوع), *TIDAK ADA ASALNYA (لا أصل له), DUSTA* (مكذوب) atas nama Nabî. Bahkan saya katakan *HOAX*.
Menyebarkan riwayat seperti ini *HARAM* hukumnya, dan termasuk bentuk *BERDUSTA ATAS NAMA NABÎ* yang diancam dengan *NERAKA.*
⚠️ Ingat, niat baik tidak menghalalkan segala cara, apalagi sampai berdusta atas nama Nabî.
والله أعلم بالصواب
•┈┈┈┈•◈◉✹❒❒✹◉◈•┈┈┈┈•
✍️ @abinyasalma
🌐 https://alwasathiyah.com/2018/07/26/qa-hadits-palsu-tentang-zakat-fitrah/
📱 Telegram: https://bit.ly/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
📱 Facebook : http://fb.me/wasathiyah
✅ Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 Instagram : http://instagram.com/alwasathiyah
✅ Mixlr : http://mixlr.com/abusalmamuhammad/
────────❅🔅❅────────
*❓ Pertanyaan :*
*ZAKAT FITRAH…*
Pada masa Rasulullah… pernah satu kali sahabat Usman kelupaan membayar zakat fitrah hingga usai shalat Ied…
Begitu beliau ingat, segera beliau pulang dan mengambil seekor unta yang paling bagus miliknya dan dijualnya…,
Kemudian uang hasil penjualan unta tersebut beliau pakai untuk memerdekakan seorang
budak…
Setelah itu beliau menghadap
Rasulullah dan berkata :
“Ya, Rasulullah, bahwasannya saya telah lupa membayar zakat fitrah namun saya telah menjual seekor unta yang paling bagus milik saya dan saya gunakan untuk memerdekakan seorang budak.
Apakah itu itu setara nilainya dengan zakat fitrah yang lupa saya bayarkan?”
Dan dihadapan para shahabat Rasulullah menjawab :
“Sangat merugi bagi siapapun yang tidak membayar zakat fitrah… karena pahala zakat fitrah itu sangatlah tak terhingga… Jangankan memerdekakan seorang budak, memerdekakan seratus orang budakpun takkan dapat menyamai pahala zakat fitrah“.
Subhanallah…, begitu
hebatnya pahala zakat fitrah…, maka saudaraku sekalian jangan sampai kelupaan menunaikannya…
*Mohon maaf sekedar mengingatkan…*
Semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNYA kpd kita semua…
Aamiin YRA…
______________________
Status keshahihan hadits dalam postingan tersebut bagaimana ya ustadz.?
Apakah benar ada riwayat seperti itu ?
Mohon bimbingan & nasehat ustadz.
Jazaakallahu khoyr.
*✅ Jawab :*
Saya berusaha mencari riwayat ini namun belum dapat dan belum ketemu. Saya curiga ini riwayat palsu dan dusta, dengan beberapa alasan :
1️⃣ Riwayat ini menjelaskan tentang keutamaan zakat fitrah yang disandarkan kepada Nabî, dikatakan lebih baik daripada memerdekakan 100 budak..Jika riwayat ini ma’tsur atau memang berasal dari Nabî, maka akan ternukil di buku-buku induk hadits. *Sedangkan kenyataannya tidak ada.*
2️⃣ Jika riwayat ini valid, maka tentunya para ulama yang mereka jauh lebih alim dari yg ngeshare riwayat tersebut tidak akan terlewatkan dari hadits tersebut. Karena isinya sangat besar, sehingga *PASTI* akan dimuat oleh para ulama di dalam buku-buku mereka yang berbicara tentang bab zakat fitri. Sedangkan *kenyataannya tidak ada !*
3️⃣ Riwayat tersebut mengandung kemungkaran, dan diantara ciri hadits palsu itu mengandung kemungkaran.
Yaitu Utsman melupakan zakat fitri lalu berinisiatif membeli unta dan menggunakan uang nya untuk memerdekakan budak.
Padahal dalam bab fikih yang berbicara tentang orang yang lupa melakukan zakat fitri, bahkan lupa beribadah, *itu dimaafkan.* Dan ia segera mengeluarkan zakat fitri itu kapanpun dia ingat, atau segera melaksanakan ibadah yang ia lupa tadi.
Tanpa ada dam, kaffarat atau semisalnya. Dan tidak ada satupun ulama yang membawakan riwayat ini.
4️⃣ Tidak adanya sumber penukilan, apalagi membawakan hadits tidak disebutkan riwayat siapa. Minimal sumber buku yang bisa dijejak… Juga tidak ada ada.
⚠️ Karena itu, *DUGAAN KUAT* saya, ini riwayat *PALSU* (موضوع), *TIDAK ADA ASALNYA (لا أصل له), DUSTA* (مكذوب) atas nama Nabî. Bahkan saya katakan *HOAX*.
Menyebarkan riwayat seperti ini *HARAM* hukumnya, dan termasuk bentuk *BERDUSTA ATAS NAMA NABÎ* yang diancam dengan *NERAKA.*
⚠️ Ingat, niat baik tidak menghalalkan segala cara, apalagi sampai berdusta atas nama Nabî.
والله أعلم بالصواب
•┈┈┈┈•◈◉✹❒❒✹◉◈•┈┈┈┈•
✍️ @abinyasalma
🌐 https://alwasathiyah.com/2018/07/26/qa-hadits-palsu-tentang-zakat-fitrah/
📱 Telegram: https://bit.ly/alwasathiyah
🌐 Blog : alwasathiyah.com
📱 Facebook : http://fb.me/wasathiyah
✅ Youtube : http://bit.ly/abusalmatube
📷 Instagram : http://instagram.com/alwasathiyah
✅ Mixlr : http://mixlr.com/abusalmamuhammad/
Sabtu, 09 Mei 2020
HADITS TENTANG QADHA SHALAT DI JUMAT TERAKHIR BULAN RAMADHAN
📋 HADITS TENTANG QADHA SHALAT DI JUMAT TERAKHIR BULAN RAMADHAN
______________________✒
📍http:// t.me/butiranfaedah/2789
🎙 Fadhilah As-Syaikh Al-Imam Abdul Aziz bin Baaz رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَىٰ :
📑 Pertanyaan:**
Sungguh aku telah mendapatkan di dalam kitab "Al-Majmu'ah Al-Mubarakah" karya Abduh Muhammad satu bab dalam sebuah faedah yang menyatakan:
Dari rasulullah ﷺ bahwa beliau berkata:
(من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان فيصلي أربع ركعات بتشهد واحد، يقرأ في الركعة الواحدة الفاتحة وسورة القدر عدد خمسة عشر مرة، وكذلك سورة الكوثر مثلها,
"Barangsiapa yang terluputkan olehnya shalat dalam seumur hidupnya dan dia tidak menghitungnya maka hendaknya dia melakukannya di akhir Jum`at dari bulan Ramadhan, maka dia shalat sebanyak 4 raka'at dengan satu tasyahud, dia baca dalam satu rakaat Al-Fatihah dan surat Al-Qadar sebanyak 15 kali, dan demikian surat Al-Kautsar semisal itu."
Dan dia katakan dalam niatnya:
نويت أن أصلي أربع ركعات كفارة لما فاتني من الصلاة )
Aku niat shalat empat rakaat sebagai kafarat terhadap apa yang terluputkan dariku dari shalat."
Apakah ini shahih?
*Jawaban:*
»| Tidak ada asalnya, bahkan itu *maudhu' (palsu) makdzub (didustakan),* dan ini tidak ada asalnya akan tetapi itu termasuk dari kedustaan dan bathil.
Dan apabila seorang insan terluputkan olehnya shalat dan dia tidak mengingatnya maka dia hendaknya mencari kepastian, mencari kepastiannya apakah Dzhuhur atau Ashar, atau Isya atau Maghrib,
Dia mencari kepastiannya dan beramal dengan perkiraannya, dan dia shalat berdasarkan apa yang dia perkirakan - walhamdulillah - di waktu kapan pun, iya. Barakallah fikum. |«
💻 Sumber artikel:
http://binbaz.org.sa/noor/2707
--------------
|[ ما صحة حديث « من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان... »؟]|
❍ فضيلة الشيخ الإمام عبد العزيز ابن باز رحمه الله تعالى :
*❪✵❫ السُّـــــؤَال ُ:*
لقد وجدت في كتاب المجموعة المباركة -تأليف عبده محمد- باباً في فائدة تقول: عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان فيصلي أربع ركعات بتشهد واحد، يقرأ في الركعة الواحدة الفاتحة وسورة القدر عدد خمسة عشر مرة، وكذلك سورة الكوثر مثلها، ويقول في النية: نويت أن أصلي أربع ركعات كفارة لما فاتني من الصلاة ) فهل هذا صحيح؟
*❪✵❫ الجَــــوَاب ُ:*
لا أصل له، بل هو موضوع مكذوب، فهذا ليس له أصل بل هو من الكذب والباطل،
وإذا فات الإنسان صلاة ولم يذكرها يتحرّى، يتحراها ظهراً أو عصراً أو عشاءً أو مغرباً،
يتحراها ويعمل بظنه، ويصلي ما غلب على ظنه والحمد لله في أي وقت، نعم. بارك الله فيكم.
◉ ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
▣ المَـصْــدَر مِـنْ هُنـــا :
[http://binbaz.org.sa/noor/2707]
#fikih_shalat
•┈┈┈┈•◈◉✹🔘✹◉◈•┈┈┈┈•
______________________✒
📍http:// t.me/butiranfaedah/2789
🎙 Fadhilah As-Syaikh Al-Imam Abdul Aziz bin Baaz رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالَىٰ :
📑 Pertanyaan:**
Sungguh aku telah mendapatkan di dalam kitab "Al-Majmu'ah Al-Mubarakah" karya Abduh Muhammad satu bab dalam sebuah faedah yang menyatakan:
Dari rasulullah ﷺ bahwa beliau berkata:
(من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان فيصلي أربع ركعات بتشهد واحد، يقرأ في الركعة الواحدة الفاتحة وسورة القدر عدد خمسة عشر مرة، وكذلك سورة الكوثر مثلها,
"Barangsiapa yang terluputkan olehnya shalat dalam seumur hidupnya dan dia tidak menghitungnya maka hendaknya dia melakukannya di akhir Jum`at dari bulan Ramadhan, maka dia shalat sebanyak 4 raka'at dengan satu tasyahud, dia baca dalam satu rakaat Al-Fatihah dan surat Al-Qadar sebanyak 15 kali, dan demikian surat Al-Kautsar semisal itu."
Dan dia katakan dalam niatnya:
نويت أن أصلي أربع ركعات كفارة لما فاتني من الصلاة )
Aku niat shalat empat rakaat sebagai kafarat terhadap apa yang terluputkan dariku dari shalat."
Apakah ini shahih?
*Jawaban:*
»| Tidak ada asalnya, bahkan itu *maudhu' (palsu) makdzub (didustakan),* dan ini tidak ada asalnya akan tetapi itu termasuk dari kedustaan dan bathil.
Dan apabila seorang insan terluputkan olehnya shalat dan dia tidak mengingatnya maka dia hendaknya mencari kepastian, mencari kepastiannya apakah Dzhuhur atau Ashar, atau Isya atau Maghrib,
Dia mencari kepastiannya dan beramal dengan perkiraannya, dan dia shalat berdasarkan apa yang dia perkirakan - walhamdulillah - di waktu kapan pun, iya. Barakallah fikum. |«
💻 Sumber artikel:
http://binbaz.org.sa/noor/2707
--------------
|[ ما صحة حديث « من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان... »؟]|
❍ فضيلة الشيخ الإمام عبد العزيز ابن باز رحمه الله تعالى :
*❪✵❫ السُّـــــؤَال ُ:*
لقد وجدت في كتاب المجموعة المباركة -تأليف عبده محمد- باباً في فائدة تقول: عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (من فاتته صلاةٌ في عمره ولم يحصها فليقم في آخر جمعة من رمضان فيصلي أربع ركعات بتشهد واحد، يقرأ في الركعة الواحدة الفاتحة وسورة القدر عدد خمسة عشر مرة، وكذلك سورة الكوثر مثلها، ويقول في النية: نويت أن أصلي أربع ركعات كفارة لما فاتني من الصلاة ) فهل هذا صحيح؟
*❪✵❫ الجَــــوَاب ُ:*
لا أصل له، بل هو موضوع مكذوب، فهذا ليس له أصل بل هو من الكذب والباطل،
وإذا فات الإنسان صلاة ولم يذكرها يتحرّى، يتحراها ظهراً أو عصراً أو عشاءً أو مغرباً،
يتحراها ويعمل بظنه، ويصلي ما غلب على ظنه والحمد لله في أي وقت، نعم. بارك الله فيكم.
◉ ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
▣ المَـصْــدَر مِـنْ هُنـــا :
[http://binbaz.org.sa/noor/2707]
#fikih_shalat
•┈┈┈┈•◈◉✹🔘✹◉◈•┈┈┈┈•
CARA BAYAR HUTANG JIKA TIDAK TAHU DI MANA ORANGNYA
CARA BAYAR HUTANG JIKA TIDAK TAHU DI MANA ORANGNYA
_________________________✒
*Ustadz dr. Raehanul Bahraen*
1. Bersungguh-sungguh mencari alamat orang tersebut, dan tidak terburu-buru menyerah
2. Jika tidak ketemu, maka bersedekah senilai hutang tersebut atas namanya untuk kepentingan kaum muslimin
3. Jika suatu saat bertemu, maka dijelaskan tentang sedekah itu, jika dia ridha maka hutang terbebas dan jika tidak maka tetap wajib membayar hutang tersebut dan sedekah tadi menjadi pahala yang berhutang tadi
4. Jika orangnya sudah meninggal maka berusaha mencari ahli warisnya, jika tidak ketemu maka sedekahkan
Sehingga seorang muslim harus bersegera mungkin membayar hutangnya
Akan tetapi ada kalanya orang yang kita pinjam uangnya tidak ketemu dan tidak tahu tempatnya, solusinya sebagaimana dijelaskan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah berikut,
فعليك أن تسأل وتحرص، حتى تعرف أماكنهم وعناوينهم، ثم ترسل لهم حقوقهم، ولا تعجل..، فإن أيست من ذلك، فتصدق بها عنهم بالنية عن أصحابها، ومتى حضروا تخيرهم، فإن قبلوا الصدقة فالأجر لهم، وإن لم يقبلوها، صار الأجر لك، وتعطيهم حقهم.
“Wajib bagi engkau bertanya dan bersungguh-sunggu sampai engkau tahu tempat dan alamatnya. Kemudian engkau kirimkan hak mereka (hutang), jangan terburu-buru (menyimpulkan tidak ketemu). Jika sudah benar-benar tidak ketemu maka bersedekah dengan niat pahala bagi mereka. Kapanpun engkau bertemu, maka mereka diberi pilihan. Jika mereka menerima sedekah itu, pahalanya untuk mereka dan jika tidak menerima, maka pahala sedekah untuk mu dan engkau tetap wajib membayar hutangmu.”
Hal ini dikuatkan oleh riwayat dari Ibnu Mas’ud
_radhiallahu ‘anhu_ bahwa beliau membeli budak dari seorang laki-laki. Kemudian beliau masuk (ke dalam rumah) untuk mengambil uang pembayaran. Akan tetapi tuan budak tadi malah pergi sampai Ibnu Mas’ud yakin lagi tuan budak tersebut tidak akan kembali. Akhirnya beliau bersedekah dengan uang tadi dan mengatakan,
“Ya Allah, uang ini adalah milik tuan budak tadi. Jika dia ridho, maka balasan untuknya. Namun jika dia enggan, maka balasan untukku dan baginya kebaikanku sesuai dengan kadarnya.”
Jika orangnya sudah meninggal, maka kita berusaha mencari ahli warisnya. Demikianlah kaidah secara umum jika kita memegang harta orang lain.
Imam An-Nawawi berkata,
قَالَ الْغَزَالِيُّ إذَا كَانَ مَعَهُ مَالٌ حَرَامٌ وَأَرَادَ التَّوْبَةَ وَالْبَرَاءَةَ مِنْهُ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالِكٌ مُعَيَّنٌ وَجَبَ صَرْفُهُ إلَيْهِ أَوْ إلَى وَكِيلِهِ فَإِنْ كَانَ مَيِّتًا وَجَبَ دَفْعُهُ إلَى وَارِثِهِ وَإِنْ كَانَ لِمَالِكٍ لَا يَعْرِفُهُ وَيَئِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْرِفَهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ الْعَامَّةِ كَالْقَنَاطِرِ وَالرُّبُطِ وَالْمَسَاجِدِ وَمَصَالِحِ طَرِيقِ مَكَّةَ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا يَشْتَرِكُ الْمُسْلِمُونَ فِيهِ وَإِلَّا فَيَتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى فَقِيرٍ أَوْ فُقَرَاءَ
“Ghazali menyebutkan, barangsiapa yang menyimpan harta haram dan ia hendak bertaubat dan hendak berlepas diri dari harta haram tersebut. Jika ada pemiliknya maka dikembalikan padanya atau kepada wakilnya. Jika pemiliknya sudah meninggal, wajib menyerahkan kepada ahli warisnya. Namun jika pemilik dan ahli warisnya tidak diketahui juga dan sudah bersungguh-sungguh mencari, maka hendaknya harta tersebut disedekahkan untuk kemaslahatan kaum Muslimin, seperti untuk membangun jembatan, masjid, menjaga perbatasan negara Islam, dan sektor lain yang bermanfaat untuk segenap kaum Muslimin atau boleh juga ia sumbangkan kepada fakir miskin.”[5]
Demikian semoga bermanfaat
•┈┈┈┈•◈◉✹📋✹◉◈•┈┈┈┈•
@Desa Pungka, Sumbawa Besar
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
https://muslimafiyah.com/cara-bayar-hutang-jika-tidak-tahu-di-mana-orangnya.html
_________________________✒
*Ustadz dr. Raehanul Bahraen*
1. Bersungguh-sungguh mencari alamat orang tersebut, dan tidak terburu-buru menyerah
2. Jika tidak ketemu, maka bersedekah senilai hutang tersebut atas namanya untuk kepentingan kaum muslimin
3. Jika suatu saat bertemu, maka dijelaskan tentang sedekah itu, jika dia ridha maka hutang terbebas dan jika tidak maka tetap wajib membayar hutang tersebut dan sedekah tadi menjadi pahala yang berhutang tadi
4. Jika orangnya sudah meninggal maka berusaha mencari ahli warisnya, jika tidak ketemu maka sedekahkan
Sehingga seorang muslim harus bersegera mungkin membayar hutangnya
Akan tetapi ada kalanya orang yang kita pinjam uangnya tidak ketemu dan tidak tahu tempatnya, solusinya sebagaimana dijelaskan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah berikut,
فعليك أن تسأل وتحرص، حتى تعرف أماكنهم وعناوينهم، ثم ترسل لهم حقوقهم، ولا تعجل..، فإن أيست من ذلك، فتصدق بها عنهم بالنية عن أصحابها، ومتى حضروا تخيرهم، فإن قبلوا الصدقة فالأجر لهم، وإن لم يقبلوها، صار الأجر لك، وتعطيهم حقهم.
“Wajib bagi engkau bertanya dan bersungguh-sunggu sampai engkau tahu tempat dan alamatnya. Kemudian engkau kirimkan hak mereka (hutang), jangan terburu-buru (menyimpulkan tidak ketemu). Jika sudah benar-benar tidak ketemu maka bersedekah dengan niat pahala bagi mereka. Kapanpun engkau bertemu, maka mereka diberi pilihan. Jika mereka menerima sedekah itu, pahalanya untuk mereka dan jika tidak menerima, maka pahala sedekah untuk mu dan engkau tetap wajib membayar hutangmu.”
Hal ini dikuatkan oleh riwayat dari Ibnu Mas’ud
_radhiallahu ‘anhu_ bahwa beliau membeli budak dari seorang laki-laki. Kemudian beliau masuk (ke dalam rumah) untuk mengambil uang pembayaran. Akan tetapi tuan budak tadi malah pergi sampai Ibnu Mas’ud yakin lagi tuan budak tersebut tidak akan kembali. Akhirnya beliau bersedekah dengan uang tadi dan mengatakan,
“Ya Allah, uang ini adalah milik tuan budak tadi. Jika dia ridho, maka balasan untuknya. Namun jika dia enggan, maka balasan untukku dan baginya kebaikanku sesuai dengan kadarnya.”
Jika orangnya sudah meninggal, maka kita berusaha mencari ahli warisnya. Demikianlah kaidah secara umum jika kita memegang harta orang lain.
Imam An-Nawawi berkata,
قَالَ الْغَزَالِيُّ إذَا كَانَ مَعَهُ مَالٌ حَرَامٌ وَأَرَادَ التَّوْبَةَ وَالْبَرَاءَةَ مِنْهُ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالِكٌ مُعَيَّنٌ وَجَبَ صَرْفُهُ إلَيْهِ أَوْ إلَى وَكِيلِهِ فَإِنْ كَانَ مَيِّتًا وَجَبَ دَفْعُهُ إلَى وَارِثِهِ وَإِنْ كَانَ لِمَالِكٍ لَا يَعْرِفُهُ وَيَئِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْرِفَهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ الْعَامَّةِ كَالْقَنَاطِرِ وَالرُّبُطِ وَالْمَسَاجِدِ وَمَصَالِحِ طَرِيقِ مَكَّةَ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا يَشْتَرِكُ الْمُسْلِمُونَ فِيهِ وَإِلَّا فَيَتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى فَقِيرٍ أَوْ فُقَرَاءَ
“Ghazali menyebutkan, barangsiapa yang menyimpan harta haram dan ia hendak bertaubat dan hendak berlepas diri dari harta haram tersebut. Jika ada pemiliknya maka dikembalikan padanya atau kepada wakilnya. Jika pemiliknya sudah meninggal, wajib menyerahkan kepada ahli warisnya. Namun jika pemilik dan ahli warisnya tidak diketahui juga dan sudah bersungguh-sungguh mencari, maka hendaknya harta tersebut disedekahkan untuk kemaslahatan kaum Muslimin, seperti untuk membangun jembatan, masjid, menjaga perbatasan negara Islam, dan sektor lain yang bermanfaat untuk segenap kaum Muslimin atau boleh juga ia sumbangkan kepada fakir miskin.”[5]
Demikian semoga bermanfaat
•┈┈┈┈•◈◉✹📋✹◉◈•┈┈┈┈•
@Desa Pungka, Sumbawa Besar
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
https://muslimafiyah.com/cara-bayar-hutang-jika-tidak-tahu-di-mana-orangnya.html
Jumat, 08 Mei 2020
MUROTTAL
﷽
Bagi yang ingin mendengarkan murottal canggih silahkan dengarkan, tidak ribet. Cukup pencet saja salah satu dari puluhan gambar Qori' di bawah ini dan pilih surahnya, anda akan dengar suara merdu mereka membaca Al-Qur'an. Langsung klik Link di bawah ini.
⬇⬇⬇⬇
________________________✒
► 📖 Link murottal :
http://www.quran4iphone.com/MenuPhotosEN.html#
Silahkan dishare ke yang lain, mudah²an bermanfaat ↗.
Bagi yang ingin mendengarkan murottal canggih silahkan dengarkan, tidak ribet. Cukup pencet saja salah satu dari puluhan gambar Qori' di bawah ini dan pilih surahnya, anda akan dengar suara merdu mereka membaca Al-Qur'an. Langsung klik Link di bawah ini.
⬇⬇⬇⬇
________________________✒
► 📖 Link murottal :
http://www.quran4iphone.com/MenuPhotosEN.html#
Silahkan dishare ke yang lain, mudah²an bermanfaat ↗.
PERAYAAN NUZUL QUR'AN 17 RAMADHAN ?
PERAYAAN NUZUL QUR'AN 17 RAMADHAN ?
_________________________✒
Abu Ubaidah As Sidawi
Biasanya pada pada tanggal 17 Ramadhan, kebanyakan kaum muslimin mengadakan peringatan yang disebut dengan perayaan Nuzulul Qur’an sebagai bentuk pengagungan kepada kitab suci Al-Qur’an.
Namun ritual ini perlu disorot dari dua segi :
*Pertama:* Dari segi sejarah, adakah bukti otentik baik berupa dalil ataupun sejarah bahwa Al-Qur’an diturunkan pada tanggal tersebut?! Inilah pertanyaan yang kami sodorkan kepada saudara-sauadaraku semua.
Saya pernah tanyakan kepada Syeikhuna Dr. Abdurrahman Ad Dahsy (murid senior Syeikh Ibnu Utsaimin & dosen ilmu tafsir di Universitas Qashim), beliau menjawab: "Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Al Quran turun pada 17 Ramadhan, bahkan ini dhohirnya bertentangan dengan Ayat yang menunjukkan Al Qur'an diturunkan di Malam Lailatul Qodr" karena lailatul Qodr kebanyakan terjadi pada 10 Malam terakhir, terutama malam ganjil. Wallahu A'lam.
*Kedua :* Angggaplah memang terbukti bahwa Al-Qur’an diturunkan pada tanggal tersebut, namun menjadikannya sebagai perayaan membutuhkan dalil dan contoh dari Nabi.
Bukankah, orang yang paling gembira dengan turunnya al-Qur’an adalah Rasulullah dan para shahabatnya?!
Namun sekalipun demikian, tidak pernah dinukil dari mereka tentang adanya peringatan semacam ini, maka hal itu menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukan termasuk ajaran Islam tetapi kebid’ahan dalam agama.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam; idhul fithri dan idhul adha, berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا, فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ :كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
"Dari Anas bin Malik berkata: Tatkala Nabi datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenag gembira sebagaimana di waktu jahiliyyah, lalu beliau bersabda: “Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang gembira sebagaimana di waktu jahiliyyah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik, idhul adha dan idhul fithri”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak ingin kalau umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyari’atkan Islam.
*Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab:*
“Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan oleh Ahli kitab sebelum kita, tetapi berdasakan syari’at dan dalil”. (Tafsir Ibnu Rojab 1/390)
*Beliau juga berkata:*
“Tidak disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan Syari’at yaitu idhul fithri, idhul adha, hari-hari tasyriq, ini perayaan tahunan, dan hari jum’at, ini perayaan mingguan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at”. (Lathoiful Maarif hlm. 228)
So, Al Qur'an diturunkan bukan sekedar untuk perayaan dan pajangan, namun tujuan inti diturunkannya Al Qur'an adalah agar kita mempelajari, merenungi dan mengamalkannya.
°•°•°•°•°•°•°•°•° •°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
📙 Channel Telegram @Yusuf As Sidawi
Join: t.me/ilmu20
_________________________✒
Abu Ubaidah As Sidawi
Biasanya pada pada tanggal 17 Ramadhan, kebanyakan kaum muslimin mengadakan peringatan yang disebut dengan perayaan Nuzulul Qur’an sebagai bentuk pengagungan kepada kitab suci Al-Qur’an.
Namun ritual ini perlu disorot dari dua segi :
*Pertama:* Dari segi sejarah, adakah bukti otentik baik berupa dalil ataupun sejarah bahwa Al-Qur’an diturunkan pada tanggal tersebut?! Inilah pertanyaan yang kami sodorkan kepada saudara-sauadaraku semua.
Saya pernah tanyakan kepada Syeikhuna Dr. Abdurrahman Ad Dahsy (murid senior Syeikh Ibnu Utsaimin & dosen ilmu tafsir di Universitas Qashim), beliau menjawab: "Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Al Quran turun pada 17 Ramadhan, bahkan ini dhohirnya bertentangan dengan Ayat yang menunjukkan Al Qur'an diturunkan di Malam Lailatul Qodr" karena lailatul Qodr kebanyakan terjadi pada 10 Malam terakhir, terutama malam ganjil. Wallahu A'lam.
*Kedua :* Angggaplah memang terbukti bahwa Al-Qur’an diturunkan pada tanggal tersebut, namun menjadikannya sebagai perayaan membutuhkan dalil dan contoh dari Nabi.
Bukankah, orang yang paling gembira dengan turunnya al-Qur’an adalah Rasulullah dan para shahabatnya?!
Namun sekalipun demikian, tidak pernah dinukil dari mereka tentang adanya peringatan semacam ini, maka hal itu menunjukkan bahwa peringatan tersebut bukan termasuk ajaran Islam tetapi kebid’ahan dalam agama.
Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perayaan tahunan dalam Islam hanya ada dua macam; idhul fithri dan idhul adha, berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا, فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ :كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
"Dari Anas bin Malik berkata: Tatkala Nabi datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenag gembira sebagaimana di waktu jahiliyyah, lalu beliau bersabda: “Saya datang kepada kalian dan kalian memiliki dua hari raya untuk bersenang gembira sebagaimana di waktu jahiliyyah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik, idhul adha dan idhul fithri”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah tidak ingin kalau umatnya membuat-buat perayaan baru yang tidak disyari’atkan Islam.
*Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab:*
“Sesungguhnya perayaan tidaklah diadakan berdasarkan logika dan akal sebagaimana dilakukan oleh Ahli kitab sebelum kita, tetapi berdasakan syari’at dan dalil”. (Tafsir Ibnu Rojab 1/390)
*Beliau juga berkata:*
“Tidak disyari’atkan bagi kaum muslimin untuk membuat perayaan kecuali perayaan yang diizinkan Syari’at yaitu idhul fithri, idhul adha, hari-hari tasyriq, ini perayaan tahunan, dan hari jum’at, ini perayaan mingguan. Selain itu, menjadikannya sebagai perayaan adalah bid’ah dan tidak ada asalnya dalam syari’at”. (Lathoiful Maarif hlm. 228)
So, Al Qur'an diturunkan bukan sekedar untuk perayaan dan pajangan, namun tujuan inti diturunkannya Al Qur'an adalah agar kita mempelajari, merenungi dan mengamalkannya.
°•°•°•°•°•°•°•°•° •°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
📙 Channel Telegram @Yusuf As Sidawi
Join: t.me/ilmu20
Selasa, 05 Mei 2020
APAKAH RUH BERKUMPUL DI LAUH MAHFUDZ DAN MINTA BALIK KE KELUARGANYA SAAT MENJELANG RAMADHAN ??
⚠ AWAS BROADCAST DUSTA BANYAK MENYEBAR DI BULAN RAMADHAN
_________________________✒
📍 http://abumujahid-jaenudin.blogspot.com/2018/05/apakah-ruh-berkumpul-dilauh-mahfudz-dan.html?m=1
❓APAKAH RUH BERKUMPUL DI LAUH MAHFUDZ DAN MINTA BALIK KE KELUARGANYA SAAT MENJELANG RAMADHAN ??
Oleh : Abu Mujahid حفظه الله
*Pertanyaan:*
Apakah broadcash ini benar ustadz ?
Baca yaa.. dan bagikan..
RUH YG KEMBALI DI BULAN RAMADHAN
Apabila tiba bulan Ramadhan... semua ruh berkumpul di Luh Mahfuz memohon kepada Allah SWT untuk bisa kembali ke bumi...
Ada ruh yang di izinkan pulang ke bumi dan ada yang tidak di izinkan...
Ruh yg di izinkan pulang adalah karena amalan baik mereka semasa hidup atau karena ada anak anak yg mendoakan mereka...
Manakala ruh-ruh yg tidak diijinkan pulang disebabkan kesalahan mereka semasa hidup, mereka akan terus di penjara di Luh Mahfuz...
Apabila ruh di izinkan pulang... hal pertama yg mereka lakukan adalah pergi ke tanah perkuburan untuk melihat jasad mereka disana...
Kemudian mereka akan pergi ke rumah anak2 mereka ... orang yg mendapat harta pusaka mereka dan ke rumah orang yg mendoakan mereka dgn harapan keluarga yg mereka lawati itu memberi hadiah utk bekal mereka...
Hal ini akan berlanjut hingga tiba Hari Raya Aidil Fitri...
Pada saat itu mereka akan mengucap selamat tinggal kepada jasad dan pulang semula ke Luh Mahfuz dgn bekal yg didapatkan dari keluarga mereka yg masih hidup...
Di sini diberitahu hikmah adanya alam kubur... Alam kubur membuktikan bahwa Allah itu Maha Pengasih Penyayang... Orang yang melakukan kesalahan semasa hidupnya bisa dibantu dgn doa dari orang2 yg masih hidup...
Alangkah bahagianya jika seseorang yg telah meninggal selalu mendapat kiriman doa doa dari anak- anaknya dan orang yg masih hidup...
Oleh karena itu wahai sahabat ku...jangan biarkan orang-2 yg kita sayangi, yg menghadap Allah terlebih dulu dari kita sepi tanpa kiriman doa dan sedekah dari kita...
Sesungguhnya apabila mati seorang anak adam itu... terputus semua hal kecuali 3 perkara yaitu : Doa anak2 yang shaleh, ilmu yang bermanfaat dan, sedekah amal jariah...
Sebarkan hal ini kepada semua orang terdekat yg anda cintai... dan mintalah mereka utk melakukan hal yg sama...
Yang jelas jika anda tidak menerus kan hal ini maka anda telah melepas kesempatan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan beramal shaleh...
Jika anda melakukannya dgn ikhlas, in syaa-Allah anda akan mendapat ganjaran pahala kebaikan...
JEMBATAN PALING PANJANG DAN LAMA UNTUK DILALUI OLEH SEMUA ORANG ialah Jembatan titian sirat yg lebarnya ibarat sehelai rambut di belah tujuh dan tajamnya lebih daripada mata pedang... Dibawahnya terbentang NERAKA dan diseberangnya terbentang SYURGA yg luas...
Diceritakan bahwa untuk menyebrangi titian sirat ini selama 1500 tahun lamanya... 5 ratus tahun mendaki... 5 ratus tahun mendatar... dan 5 ratus tahun menurun...
# Share lah...agar bs dapat pahala saling mengingatkan kpd sesama saudara kita.
Seandainya jenazah itu mampu bangun dan cerita ttg sakaratul maut dan azab kubur... sudah pasti kita akan menghabiskan 24 jam di atas sajadah... Bila kita sudah lihat nasehat ni, setan mulai menghasut" gak usah copy paste ... buang waktu saja"
Masya Allah... Orang yang SAYANG ALLAH SWT IA Ringan Tangan & Mau Share !!
*Jawaban:*
Sependek pengetahuan ana tidak ada lafadz hadits dengan redaksi *"ruh berkumpul dilauh mahfudz saat menjelang bulan Ramadhan".* Lafadz tersebut tidak ada dalam kitab-kitab induk hadits (kutub at tis'ah)
Dan kaidah yang harus kita ketahui tentang hal-hal ghaib adalah yang ghaib tidak mungkin dapat dijangkau kecuali oleh nash yang valid yaitu al Qur'an dan hadits yang tidak shahih.
Didalam kitab hadits musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa ruh orang beriman apabila telah keluar dari jasad maka ruh tersebut dibawa oleh mailakat yang berwajah putih berseri naik kelangit ketujuh maka Allah سبحانه وتعالى berfirman :
_"Tulislah hambaku ini di illiyyin dan untuk ruh orang jahat di dibawa oleh malaikat yang berwajah kasar dan ditulis namanya di sijjin, lalu ruh tersebut dikembalikan lagi kealam kubur/alam barzakh (antara alam dunia dan alam akhirat) Sampai hari kebangkitan."_
Hal tersebut telah Allah _ta'ala_ kabarkan dengan firman-Nya :
لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
_"Agar aku berbuat amal shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan."_ (QS. al Mu'minun : 100)
Demikian jasad dan ruh berada dialam barzakh sampai datangnya hari kebangkitan.
Manusia di alam barzakh/alam kubur mendapatkan kenikmatan Kubur atau adzab kubur ditentukan oleh amalannya waktu didunia.
Sungguh beramalah wahai ibnu adam... karena tekanan dan himpitan di dalam kubur sangatlah dahsyat yang membuat tulang belulang hancur. Dan kita doakan agar saudara-saudara kita mendapatkan nikmat kubur dan dijauhkan dari siksa kubur.
Setelah manusia meninggal seluruhnya, kelak mereka akan dibangkitkan, dihisab, lalu Mereka akan mendatangi shirot Sebagaimana Allâh _Azza wa Jalla_ berikut :
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
_"Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan."_ (QS. Maryam/19:71)
Diriwayatkan dari kalangan para shahabat, di antaranya; Ibnu ‘Abbâs _Radhiyallahu anhu,_ Ibnu Mas’ûd _Radhiyallahu anhu_ dan Ka’ab bin Ahbâr bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirâth. (Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254).
Dan panjangnya shirot terbentang sepanjang neraka.
Adapun keadaan manusia ketika melewatinya ada yang seperti kilat dan seperti angin tergantung amalannya. Sebagaimana dalilnya :
الْمُؤْمِنُ عَلَيْهَا كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ وَنَاجٍ مَخْدُوشٌ وَمَكْدُوسٌ فِي نَارِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمْ يُسْحَبُ سَحْبًا ( متفق عليه)
_"Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan”._ (Muttafaqun ‘alaih)
Demikian semoga bermanfaat
والله أعلم بالصواب
•┅┅════ ༻🎯༺ ════┅┅•
🌐 http://abumujahid-jaenudin.blogspot.com/2018/05/apakah-ruh-berkumpul-dilauh-mahfudz-dan.html?m=1
_________________________✒
📍 http://abumujahid-jaenudin.blogspot.com/2018/05/apakah-ruh-berkumpul-dilauh-mahfudz-dan.html?m=1
❓APAKAH RUH BERKUMPUL DI LAUH MAHFUDZ DAN MINTA BALIK KE KELUARGANYA SAAT MENJELANG RAMADHAN ??
Oleh : Abu Mujahid حفظه الله
*Pertanyaan:*
Apakah broadcash ini benar ustadz ?
Baca yaa.. dan bagikan..
RUH YG KEMBALI DI BULAN RAMADHAN
Apabila tiba bulan Ramadhan... semua ruh berkumpul di Luh Mahfuz memohon kepada Allah SWT untuk bisa kembali ke bumi...
Ada ruh yang di izinkan pulang ke bumi dan ada yang tidak di izinkan...
Ruh yg di izinkan pulang adalah karena amalan baik mereka semasa hidup atau karena ada anak anak yg mendoakan mereka...
Manakala ruh-ruh yg tidak diijinkan pulang disebabkan kesalahan mereka semasa hidup, mereka akan terus di penjara di Luh Mahfuz...
Apabila ruh di izinkan pulang... hal pertama yg mereka lakukan adalah pergi ke tanah perkuburan untuk melihat jasad mereka disana...
Kemudian mereka akan pergi ke rumah anak2 mereka ... orang yg mendapat harta pusaka mereka dan ke rumah orang yg mendoakan mereka dgn harapan keluarga yg mereka lawati itu memberi hadiah utk bekal mereka...
Hal ini akan berlanjut hingga tiba Hari Raya Aidil Fitri...
Pada saat itu mereka akan mengucap selamat tinggal kepada jasad dan pulang semula ke Luh Mahfuz dgn bekal yg didapatkan dari keluarga mereka yg masih hidup...
Di sini diberitahu hikmah adanya alam kubur... Alam kubur membuktikan bahwa Allah itu Maha Pengasih Penyayang... Orang yang melakukan kesalahan semasa hidupnya bisa dibantu dgn doa dari orang2 yg masih hidup...
Alangkah bahagianya jika seseorang yg telah meninggal selalu mendapat kiriman doa doa dari anak- anaknya dan orang yg masih hidup...
Oleh karena itu wahai sahabat ku...jangan biarkan orang-2 yg kita sayangi, yg menghadap Allah terlebih dulu dari kita sepi tanpa kiriman doa dan sedekah dari kita...
Sesungguhnya apabila mati seorang anak adam itu... terputus semua hal kecuali 3 perkara yaitu : Doa anak2 yang shaleh, ilmu yang bermanfaat dan, sedekah amal jariah...
Sebarkan hal ini kepada semua orang terdekat yg anda cintai... dan mintalah mereka utk melakukan hal yg sama...
Yang jelas jika anda tidak menerus kan hal ini maka anda telah melepas kesempatan untuk saling menasihati dalam kebenaran dan beramal shaleh...
Jika anda melakukannya dgn ikhlas, in syaa-Allah anda akan mendapat ganjaran pahala kebaikan...
JEMBATAN PALING PANJANG DAN LAMA UNTUK DILALUI OLEH SEMUA ORANG ialah Jembatan titian sirat yg lebarnya ibarat sehelai rambut di belah tujuh dan tajamnya lebih daripada mata pedang... Dibawahnya terbentang NERAKA dan diseberangnya terbentang SYURGA yg luas...
Diceritakan bahwa untuk menyebrangi titian sirat ini selama 1500 tahun lamanya... 5 ratus tahun mendaki... 5 ratus tahun mendatar... dan 5 ratus tahun menurun...
# Share lah...agar bs dapat pahala saling mengingatkan kpd sesama saudara kita.
Seandainya jenazah itu mampu bangun dan cerita ttg sakaratul maut dan azab kubur... sudah pasti kita akan menghabiskan 24 jam di atas sajadah... Bila kita sudah lihat nasehat ni, setan mulai menghasut" gak usah copy paste ... buang waktu saja"
Masya Allah... Orang yang SAYANG ALLAH SWT IA Ringan Tangan & Mau Share !!
*Jawaban:*
Sependek pengetahuan ana tidak ada lafadz hadits dengan redaksi *"ruh berkumpul dilauh mahfudz saat menjelang bulan Ramadhan".* Lafadz tersebut tidak ada dalam kitab-kitab induk hadits (kutub at tis'ah)
Dan kaidah yang harus kita ketahui tentang hal-hal ghaib adalah yang ghaib tidak mungkin dapat dijangkau kecuali oleh nash yang valid yaitu al Qur'an dan hadits yang tidak shahih.
Didalam kitab hadits musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa ruh orang beriman apabila telah keluar dari jasad maka ruh tersebut dibawa oleh mailakat yang berwajah putih berseri naik kelangit ketujuh maka Allah سبحانه وتعالى berfirman :
_"Tulislah hambaku ini di illiyyin dan untuk ruh orang jahat di dibawa oleh malaikat yang berwajah kasar dan ditulis namanya di sijjin, lalu ruh tersebut dikembalikan lagi kealam kubur/alam barzakh (antara alam dunia dan alam akhirat) Sampai hari kebangkitan."_
Hal tersebut telah Allah _ta'ala_ kabarkan dengan firman-Nya :
لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
_"Agar aku berbuat amal shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan."_ (QS. al Mu'minun : 100)
Demikian jasad dan ruh berada dialam barzakh sampai datangnya hari kebangkitan.
Manusia di alam barzakh/alam kubur mendapatkan kenikmatan Kubur atau adzab kubur ditentukan oleh amalannya waktu didunia.
Sungguh beramalah wahai ibnu adam... karena tekanan dan himpitan di dalam kubur sangatlah dahsyat yang membuat tulang belulang hancur. Dan kita doakan agar saudara-saudara kita mendapatkan nikmat kubur dan dijauhkan dari siksa kubur.
Setelah manusia meninggal seluruhnya, kelak mereka akan dibangkitkan, dihisab, lalu Mereka akan mendatangi shirot Sebagaimana Allâh _Azza wa Jalla_ berikut :
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
_"Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan."_ (QS. Maryam/19:71)
Diriwayatkan dari kalangan para shahabat, di antaranya; Ibnu ‘Abbâs _Radhiyallahu anhu,_ Ibnu Mas’ûd _Radhiyallahu anhu_ dan Ka’ab bin Ahbâr bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirâth. (Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254).
Dan panjangnya shirot terbentang sepanjang neraka.
Adapun keadaan manusia ketika melewatinya ada yang seperti kilat dan seperti angin tergantung amalannya. Sebagaimana dalilnya :
الْمُؤْمِنُ عَلَيْهَا كَالطَّرْفِ وَكَالْبَرْقِ وَكَالرِّيحِ وَكَأَجَاوِيدِ الْخَيْلِ وَالرِّكَابِ فَنَاجٍ مُسَلَّمٌ وَنَاجٍ مَخْدُوشٌ وَمَكْدُوسٌ فِي نَارِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَمُرَّ آخِرُهُمْ يُسْحَبُ سَحْبًا ( متفق عليه)
_"Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara pelan-pelan”._ (Muttafaqun ‘alaih)
Demikian semoga bermanfaat
والله أعلم بالصواب
•┅┅════ ༻🎯༺ ════┅┅•
🌐 http://abumujahid-jaenudin.blogspot.com/2018/05/apakah-ruh-berkumpul-dilauh-mahfudz-dan.html?m=1
Langganan:
Postingan (Atom)