Selasa, 03 Maret 2020

HUKUM MENGHADIAHKAN ALFATIHAH UNTUK ORANG SAKIT


Hukum Menghadiahkan Al-Fatihah untuk Orang Sakit

Maaf mau nanya… Boleh ngga ya menghadiahkan bacaan alfatihah utk tmn kita yg sakit?

Jawaban :
Bismillah walhamdulillah wassholaatu was salam ‘ala Rasulillah, waba’du.
Kita lihat kasus ini tergolong ibadah atau mu’amalat (non ibadah)?
Yang tampak dalam pandangan kami _wallahu a’lam,_ masalah ini termasuk perkara ibadah. Mengingat ini masalah ibadah, maka kaidah yang berlaku adalah :
اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف
*Hukum asal ibadah adalah tawaquf (menunggu sampai datangnya dalil)*
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Ied _rahimahumallah,_ salah seorang ulama besar mazhab syafi’i menegaskan,
لِأَنَّ الْغَالِبَ عَلَى الْعِبَادَاتِ التَّعَبُّدُ ، وَمَأْخَذُهَا التَّوْقِيفُ
“Umumnya ibadah adalah penyembahan kepada Allah (ta’abbud). Dan patokannya adalah dalil”. (Lihat : Al-‘Uddah 3/157).
Meskipun para ulama berbeda pendapat berkenaan hukum menghadiahkan pahala kepada orang lain; termasuk dalam hal ini menghadiahkan pahala bacaan Qur’an kepada orang lain. Namun, pendapat yang tampaknya mendekati kebenaran dalam hal ini, adalah pendapat yang dipegang oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik _rahimahumallah,_ bahwa *pahala tidak bisa dihadiahkan kepada orang lain,* kecuali yang dijelaskan oleh dalil, seperti sedekah, haji / umrah dan do'a. (Lihat : Az-Ziyadatu wal Ihsan fi ‘Ulumil Qur’an 2/315)
Hal ini karena tidak ditemukannya dalil dari Al-Qur’an maupun hadits yang melegalkan tindakan tersebut. Mengingat ini perkara ibadah, maka tidak adanya dalil, adalah dalil tidak legalnya menghadiahkan pahala bacaan kepada orang lain. Baik untuk orang sakit atau yang lainnya.
Syekh Abdulaziz Ibnu Baz _rahimahullah_ menerangkan,
لم يرد في كتابه العزيز ولا في السنة المطهرة عن الرسول عليه الصلاة والسلام ولا عن أصحابه رضي الله عنهم ما يدل على الإهداء بقراءة القرآن لا للوالدين ولا لغيرهما، وإنما شرع الله قراءة القرآن للانتفاع به والاستفادة منه وتدبر معانيه والعمل بذلك
“Tidak ada dalil dari Al-Qur’an yang mulia, maupun sunah yang suci dari Rasul ﷺ, tidak juga riwayat dari para shahabat -semoga Allah meredhoi mereka yang menunjukkan legalnya menghadiahkan pahala bacaan Qur’an untuk kedua orangtua atau yang lainnya. Allah memerintahkan membaca Al-Qur’an untuk diambil manfaat (melalui ruqyah misalnya, -pent), dipelajari, ditadaburi maknanya serta diamalkan..”
Terlebih dalam hal ganjaran amal, kaidah yang berlaku sudah dijelaskan oleh ayat,
وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
_"Manusia hanya memperoleh ganjaran, dari apa yang telah ia usahakan."_ (QS. An-Najm : 39)
Oleh karenanya Nabi ﷺ tak pernah pernah memerintahkan ummatnya untuk menghadiahkan pahala amal kepada orang lain, baik secara tegas maupun isyarat. Saat putra dan putri beliau meninggal, demikian para shahabat beliau gugur di perang Badar atau Uhud, beliau tidak memerintahkan shahabat yang lainnya untuk mengirimkan Al Fatihah untuk mereka atau menghadiahkan pahala untuk mereka. Demikian pula para shahabat, tidak ditemukan riwayat dari mereka yang menceritakan, seorang shahabat pernah menghadiahkan pahala untuk orang lain.
Saat menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu Katsir _rahimahullah_ mengungkapkan pepatah yang sangat indah,
لو كان خيراً لسبقونا إليه
*LAU KAANA KHOIRAN LASABAQUUNAA ILAIH*
*“Andai saja itu baik, tentu mereka para shahabat telah mendahului kita dalam amalan ini.”*
Kemudian beliau melanjutkan,
وباب القربات يقتصر فيه على النصوص، ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والآراء..
Masalah ibadah dibatasi oleh dalil Al-Qur’an dan Hadits. Tidak boleh melakukan ibadah berdalil pada qiyas dengan segala macamnya atau pendapat ulama. (Tafsir Ibnu Katsir 13/279)
Yang sesuai tuntunan Nabiﷺ dalam memperlakukan orang yang sakit, bukan dengan menghadiahkan bacaan Al-Fatihah untuknya, tapi meruqyahnya dengan membaca Al Fatihah.
_Wallahua’lam bis showab._
***
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori (Alumni UIM dan Pengasuh PP. Hamalatul Quran, DIY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar