WASPADA TERHADAP KISAH-KISAH TAK NYATA
Penyusun Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir as-Sidawi
SAMBUTAN KEDATANGAN NABI
Kisahnya
Al-Mubarokfury mengatakan dalam Ar-Rohiqul Makhtum (hal.177):
“Hari itu merupakan hari monumental. Semua rumah dan jalan ramai dengan suara tahmid dan taqdis. Sementara anak-anak gadis mereka mendendangkan bait-bait sya’ir karena senang dan gembira:
طَلَـعَ الْبَدْرُ عَلَـيْنَا مِنْ ثَنِيَّـاتِ الْوَدَاعْ
وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا مَا دَعَا لِلَّــهِ دَاعْ
أَيُّـهَا الْمَبْعُوْثُ فِيْنَا جِئْتَ بِالأَمْرِ الْمُطَاعْ
Purnama telah terbit di atas kami
Dari arah Tsaniyyatul Wada’
Kita wajib mengucap syukur
Atas apa yang dia dakwahkan karena Allah
Wahai orang yang diutus kepada kami
Engkau datang membawa urusan yang ditaati.
Takhrij Kisah
Kisah ini sangat masyhur di kalangan kita semua bahkan dibuat lagu dan nyanyian. Parahnya, kisah ini dijadikan dalil bolehnya membentuk group qashidah, orkes dangdut dan lain sebagainya.
Diriwayatkan oleh Abu Hasan Al-Khol’iy dalam Al-Fawaid (2/59) dan Al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah (2/506) dari jalan Fadhl bin Hubab (Abu Kholifah) berkata: Saya mendengar Ubaidullah bin Muhammad bin Aisyah mengatakan (lalu menyebutkan kisah di atas).
Derajat Kisah
KISAH INI DHO’IF (LEMAH). Disebabkan kecolongan beberapa rowi dalam sanadnya. Karena Ibnu Aisyah, sang pencerita kejadian di atas (kedatangan Nabi ke kota Madinah) bukan termasuk sahabat, bukan pula termasuk tabi’in (murid sahabat), bahkan bukan pula termasuk tabi’ tabi’in (murid tabi’in). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam At-Taqrib (1/538): “Termasuk tingkatan kesepuluh”. Maksud tingkatan ini dijelaskan dalam Muqoddimah kitabnya yaitu orang-orang yang belajar kepada tabi’ tabi’in dan tidak berjumpa dengan tabi’in.
Dengan demikian maka dalam sanad ini kecolongan tiga tabaqah (tingkatan) utama yaitu tabaqah shahabat, tabaqah tabi’in dan tabaqah tabi’ tabi’in. Berarti, sanad kisah ini minimal kecalongan tiga rowi secara berurutan. Dalam Ilmu Mustholah hadits, keadaan seperti ini disebut dengan “Mu’dhol”. Imam As-Sakhowi mengatakan : “Mu’dhol secara istilah yaitu suatu hadits yang kecolongan dalam sanadnya dua tabaqah atau lebih secara berurutan”.
Komentar Ulama
Imam Al-Hafizh Al-‘Iroqi berkata: “Hadits tentang nasyid para wanita menyambut kedatangan Nabi diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah secara Mu’dhol tanpa ada lafadz rebana dan alunan melodi”.
Muridnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Dikeluarkan oleh Abu Said dalam “Syaroful Musthofa” dan diriwayatakan dalam “Fawaid Khol’iy” dari jalan Ubaidullah bin Aisyah secara terputus…(lalu beliau membawakan kisah ini) kemudian beliau berkata: “Sanad ini mu’dhol, barangkali kejadian ini adalah ketika pulangnya Nabi dari perang Tabuk” .
Syeikh Al-Albani juga berkata : “Perhatian, Al-Ghozali membawakan kisah ini dengan tambahan: “dengan rebana dan alunan melodi”. Tambahan ini tidak ada asalnya sebagaimana diisyaratkan Al-Hafidh Al-‘Iroqi tadi dengan perkataannya: “tanpa ada lafadz rebana dan alunan melodi”. Sebagian orang tertipu dengan tambahan ini sehingga menampilkan kisah di atas beserta tambahannya sebagai dalil bolehnya nasyid-nasyid Nabawiyyah yang populer di zaman ini!
Maka kita katakan kepadanya: “Pastikan dahulu, baru berdalil” ! seandainya toh memang shahih, tetap saja tak ada hujjah bagi mereka sebagaimana dijelaskan tadi ketika membahas hadits (579)”.
Kejanggalan Matan
Ada sisi kejanggalan dalam kisah ini, karena posisi Tsaniyyatul Wada’ (jalan-jalan yang diapit bukit-bukit al-Wada’) berada di sebelah utara kota Madinah. Seandainya riwayat penyambutan Nabi dengan qoshidah ini shohih, tentulah hal itu terjadi ketika Nabi pulang dari Tabuk, sebab Tabuk berada di utara Madinah, bukan ketika Nabi datang dari Mekkah. Apalagi terdapat beberapa riwayat yang dibawakan al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa sambutan mereka saat itu adalah berupa ucapan takbir: “Muhammad Rasulullah telah datang, Allahu Akbar”. maka hal ini semakin memperkuat lemahnya kisah ini. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar