Kamis, 16 April 2020

WASPADA TERHADAP KISAH KISAH TAK NYATA

WASPADA TERHADAP KISAH KISAH TAK NYATA


Penyusun Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar bin Munthohir as-Sidawi

MASYITOH ANAK FIRA’UN

Kisahnya

Pada Malam saat Nabi melakukan perjalanan Isra’ ditemani oleh Jibril, beliau mencium aroma yang wangi, lalu bertanya: “Wahai Jibril, aroma wangi apa ini?”
Jibril menjawab: “Ini adalah aroma Masyithah putri Fir’aun beserta anak-anaknya”.
Nabi bertanya: “Bagaimana ceritanya?”
Jibril menjawab: “Pada suatu hari, tatkala dia tengah menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisirnya jatuh dari tangannya lantas dengan reflek dia berkata: ‘Bismillah (dengan nama Allah)’.
Sang Putri bertanya: ‘Ayahanda?’.
‘Tidak’, jawabnya, ‘tetapi Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’.
Putri berkata: ‘Saya akan laporkan kepada ayahanda’.
Dia menyahut, ‘Silakan’.
Fir’aun lantas memanggilnya seraya bertanya: ‘Wahai fulanah, apakah ada Tuhan selain diriku?’
Jawabnya: ‘Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’.

Mendengar jawabannya, Fir’aun berang dan memerintahkan kepada anak buahnya agar memanaskan patung sapi hingga meleleh lalu menyuruh agar tukang sisir beserta anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya?
Masyithah berkata: ‘Sebelum saya meninggal, saya memohon kepadamu satu permohonan’.
‘Apa permohonanmu?’, tanya Fir’aun.
Dia menjawab: ‘Saya mohon agar tuan nanti mengumpulkan tulangku dan tulang anak-anakku dalam satu kafan lalu tuan kuburkan kami’.
Fir’aun berkata: ‘Itu adalah hal yang sangat mudah’.

Akhirnya, anak-anaknya dilemparkan satu persatu di hadapannya sehingga tiba giliran bocah bayinya yang masih disusuinya, seakan-akan sang ibu terlambat disebabkan rasa iba terhadap bayinya.
Ketika itu, bayinya dapat berbicara: ‘Wahai ibu, masuklah! Sesungguhnya siksaan di dunia lebih ringan daripada siksa Akherat’.

Ibnu Abbas mengatakan: Ada empat bayi yang dapat berbicara, Isa bin Maryam, shahib Juraij, saksi Yusuf dan anak Masyithah (tukang sisir) Fir’aun.

Takhrij Kisah

Kisah ini juga sangat masyhur sekali. Diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya (1/309) At-Thobaroni dalam Al-Mu’jamul Kabir (11/450) dan Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astar (1/37) seluruhnya dari jalan Hammad bin Salamah dari Atho’ bin Saib dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas.

Derajat Kisah

DHO’IF (LEMAH). Disebabkan Atho’ bin Saib, beliau mengalami perubahan hafalan di akhir hidupnya. Hal ini dalam bidang ilmu mustholah hadits disebut Mukhtalith .

Dari penjelasan para pakar ahli hadits dapat disimpulkan bahwa Hammad bin Salamah meriwayatkan dari Atho’ sebelum berubah hafalan dan juga setelah berubah hafalannya. Oleh karena itu, maka riwayatnya tertolak disebabkan tidak bisa dibedakan.

Syaikh Al-Albani mengatakan: “Atho’ bin Saib telah berubah hafalannya. Hammad bin Salamah meriwayatkan darinya sebelum hafalannya berubah dan sesudahnya juga berbeda dengan dugaan sebagian orang-orang masa kini”. Beliau juga berkata: “Sebagian rowi meriwayatkan hadits dari mukhtalith (berubah hafalannya) sebelum dan sesudahnya. Diantara mereka adalah Hammad bin Salamah, beliau mendengar dari Atho’ sebelum dan sesudah perubahan hafalan Atho’ sebagaimana dijelaskan Al-Hafidz dalam At-Tahdzib. Dengan demikian, maka tidak boleh berhujjah dengan haditsnya berbeda dengan sebagaian ulama ahli hadits masa kini. Semoga Allah mengampuni kita dan mengampuninya”.

Kesimpulannya, kisah ini adalah dha’if sehingga kita temukan penguatnya. Kisah ini dilemahkan oleh Syaikh al-Albani dalam banyak kitabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar